Pelita Air Akan Gunakan Avtur Bahan Limbah Dari Migor Produksi Pertamina

JAWA TENGAH - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap berhasil memproduksi limbah minyak goreng (migor) menjadi avtur, bahan bakar minyak (BBM) untuk pesawat terbang. Produk dengan nama Sustainable Aviation Fuel (SAF) itu akan digunakan Pelita Air, bulan ini.
Produk dari limbah migor atau dikenal sebagai minyak jelantah ini diklaim menjadi terobosan pertama di Indonesia, dalam menghadirkan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dengan memanfaatkan limbah migor bekas, Pertamina berupaya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, sekaligus mendukung ekonomi sirkular.
Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman menuturkan, produk ramah lingkungan ini merupakan hasil pengolahan dengan teknologi Co-Processing, menggunakan Katalis Merah Putih buatan dalam negeri. Dan menjadi tonggak penting peta jalan pengembangan SAF Indonesia.
“Hari ini (kemarin) merupakan sebuah kebanggaan tidak hanya bagi Pertamina, tetapi bagi bangsa Indonesia,” kata Taufik dalam keterangan resmi, Selasa (12/8/2025).
Taufik mengaku bangga, KPI secara resmi melakukan seremonial pengiriman perdana produk Pertamina SAF berbahan baku minyak jelantah.
Dia merinci, pengiriman perdana sekitar 32 kiloliter SAF dari Kilang Cilacap ini, untuk penerbangan pertengahan Agustus menggunakan pesawat Pelita Air Services rute Jakarta-Denpasar.
Dia mengklaim, SAF ini mampu menurunkan emisi karbon hingga 84 persen dibanding avtur fosil.
“Ini sejalan dengan target Pemerintah menurunkan emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” tegasnya.
Menurut Taufik, setiap maskapai yang memakai SAF Pertamina akan mendapat Proof of Sustainability dari ISCC (International Sustainability and Carbon Certification) CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation), yang membuktikan rantai pasok memenuhi standar keberlanjutan.
Dia menambahkan, inovasi ini juga selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan kemandirian energi, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Menurut Taufik, momen pengiriman perdana ini juga menjadi sangat penting, karena dilaksanakan menjelang Hari Kemerdekaan.
“Semangat kemerdekaan menjadi inspirasi bagi kita semua, untuk merdeka dan mandiri energi,” ujarnya.
SAF berbahan minyak jelantah ini melanjutkan sukses KPI memproduksi bahan bakar ramah lingkungan dari minyak inti sawit (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil/RBDPKO), yang telah diuji terbang pada 2021 dan 2023 bersama Garuda Indonesia.
“Kami meyakini Pertamina SAF akan menjadi solusi strategis bagi industri penerbangan berkelanjutan,” ucapnya.
Sementara, Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menegaskan, Pertamina kini menjadi satu-satunya produsen SAF Co-Processing di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations).
“Pertamina berhasil mengembangkan teknologi merah putih yang memproses minyak jelantah di kisaran 2,5 persen hingga 3 persen. Melampaui kemampuan licensor internasional,” kata Oki.
Menyoal ini, Direktur Utama Pelita Air Service Dendy Kurniawan menyatakan siap memakai SAF Pertamina untuk penerbangan.
“Kami bangga menjadi yang pertama menguji bahan bakar ramah lingkungan ini, demi keberlanjutan energi hijau,” tutur Dendy.
Tak hanya itu, Komisaris Independen KPI Prabunindya Revta Revolusi menyebut, SAF Pertamina akan mengangkat martabat Indonesia di mata dunia.
“Kini hanya Indonesia yang punya avtur dengan kandungan SAF tertinggi di dunia, sebesar 2,5 persen,” ucap Prabunindya.
Dia meyakini, keberadaan SAF akan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan menambahkan, produksi SAF adalah awal perjalanan panjang Pertamina membangun ekosistem energi berkelanjutan.
“KPI sudah berencana memperluas produksi SAF ke Kilang Dumai dan Balongan, sebagai simpul penting rantai pasok energi hijau,” tutur Iriawan.
Produksi SAF ini disebut Pertamina sebagai kado untuk HUT (Hari Ulang Tahun) ke-80 Kemerdekaan Indonesia, sekaligus bukti kemandirian energi karya anak bangsa.
Ketersediaan Bahan Baku
Senada, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menambahkan, pihaknya akan melibatkan masyarakat lewat pengumpulan minyak jelantah di sejumlah SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
“Kami menerapkan People, Profit, Planet dengan mengumpulkan UCO (Used Cooking Oil) dari masyarakat, sehingga menjadi produk luar biasa,” kata Mars Ega.
Dihubungi terpisah, Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo menilai, inovasi ini menjadi salah satu bahan bakar ramah lingkungan yang layak dikembangkan.
Apalagi, sambungnya, hal tersebut merupakan langkah maju yang sangat positif dalam industri penerbangan.
Dengan mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan, tidak hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga membuka peluang untuk teknologi yang lebih efisien dan berkelanjutan di masa depan,” kata Gatot kepada Tangselpos.id, kemarin.
Namun Gatot mengimbau, penggunaan minyak jelantah dalam keberlangsungan ke depan akan terkait juga soal harga.
Sebab, menurutnya, harga minyak jelantah cenderung mahal dan jumlah produksinya juga terbatas.
“Kalau terbatas dan harganya mahal, tentunya akan berpengaruh terhadap harga tiket,” ingat Gatot.
Untuk itu, sambung Gatot, perlu dipastikan penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bakar pesawat, tidak ada pihak yang dirugikan.
Termasuk pertimbangan lainnya, terkait kontinuitas, produksi, hingga harga tiket yang tadi dikatakannya.
“Kita sangat senang kalau ada bahan bakar ramah lingkungan dari Indonesia. Kalau ketersediaannya banyak, itu sangat membantu lingkungan,” tutup Gatot.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu