Menko Perekonomian Bicara Capaian Pemerintahan Prabowo-Gibran
Ekonomi Kita Terang Sendiri

JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik. Akhir tahun ini, kenaikannya akan signifikan. Berbagai indikator menunjukkan tren menggembirakan.
Dengan modal pertumbuhan ekonomi saat ini di kisaran 5 persen. Ditambah 2-3 persen dari ekosistem lainnya, hasil dari program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih dan pembangunan 3 juta rumah subsidi, maka target pertumbuhan tahun depan bisa mencapai 6-7 persen. Bahkan, tahun-tahun berikutnya, mendekati angka pertumbuhan ekonomi 8 persen bukanlah hal yang mustahil.
“Semua tergantung pada kesinambungan ekosistem. Kalau terus dijaga, angka 8 persen realistis,” kata Airlangga, dalam wawancara eksklusif dengan Rakyat Merdeka, di Kantor Ke menko Perekonomian, Jakarta, Senin (13/10/2025).
Optimisme Airlangga itu juga dirasakan Dana Moneter Internasional (IMF). Direktur IMF Kristalina Georgieva menilai, ekonomi Indonesia tetap cerah di tengah gejolak global dan berpeluang mencapai pertumbuhan tinggi. “IMF mengatakan, ekonomi Indonesia is the bright spot. Artinya ekonomi kita terang sendiri. Ini luar biasa,” kata politisi Partai Golkar itu, bangga.
Dalam perbincangan itu, Airlangga didampingi Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto. Sementara dari Rakyat Merdeka, hadir CEO Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara, Direktur Pemberitaan Ratna Susilowati, Wakil Pemimpin Redaksi Kartika Sari, Kepala Redaktur Eksekutif Sarif Hidayat, Asisten Redaktur Eksekutif Bambang Trismawan serta fotografer Khairizal Anwar. Berikut petikan selengkapnya.
Sebentar lagi usia pemerintahan Prabowo–Gibran genap setahun. Bagaimana capaian ekonomi selama setahun terakhir?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil di kisaran 5 persen. Dalam tujuh tahun terakhir, pertumbuhan 5 persen berarti Produk Domestik Bruto (PDB) kita naik sekitar 35 persen. Angka sebesar itu bukan capaian biasa. Dibandingkan negara-negara lain, posisi kita tergolong kuat. Misalnya, China tumbuh 5,2 persen, Turki 4,8 persen, Arab Saudi 3,9 persen, dan Brazil hanya 2,2 persen. Di antara negara-negara anggota G20, Indonesia berada di posisi ketiga, di bawah India dan China.
Dari sisi inflasi, capaiannya patut diapresiasi. Tahun lalu inflasi 2,6 persen, termasuk yang terendah di antara negara G20. Bandingkan dengan Italia yang 5 persen, Afrika Selatan, Turki dan Argentina masing-masing 33 persen, Rusia 8 persen, Amerika Serikat 2,9 persen dan Brazil 5,13 persen. Artinya, pengendalian harga di dalam negeri cukup baik.
Defisit APBN terkendali di sekitar 3 persen. Jauh lebih rendah dibanding Afrika Selatan dan Turki yang di kisaran 5–7 persen. Begitu juga dengan rasio utang terhadap PDB, masih di bawah 40 persen. Sementara Amerika Serikat sudah 124 persen, Jepang 237 persen, China 88 persen, dan India 81 persen. Jadi, posisi fiskal kita bisa dibilang jauh lebih sehat.
Selain itu, kredit rating Indonesia bertahan di level investment grade atau layak investasi, dengan outlook stabil dari tiga lembaga pemeringkat utama dunia: Moody’s, Fitch Ratings, dan S&P. Jadi, secara keseluruhan, kondisi ekonomi kita cukup baik dan solid.
Bagaimana di sektor keuangan dan pasar modal?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini sudah menembus level 8.000, tertinggi dalam setahun terakhir. Optimisme pasar terhadap ekonomi nasional masih kuat.
Dari sisi cadangan devisa, posisi kita juga cukup kokoh, sekitar 150 miliar dolar AS. Cadangan ini berasal dari aktivitas perdagangan, penerbitan surat berharga, dan operasi pasar untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan jumlah sebesar itu, impor bisa dibiayai hingga 6,5 bulan ke depan. Jadi, secara makroekonomi, posisi kita tergolong aman.
Secara fundamental, pemerintah juga telah membentuk Bank Emas Nasional. Ini langkah strategis dan tepat waktu, karena Indonesia sebenarnya sudah melakukan hilirisasi emas sejak era 1967, sejak Freeport pertama kali beroperasi di Tanah Air. Bedanya, kalau dulu produksi emas dilakukan di luar negeri, kini untuk pertama kalinya proses pemurnian dilakukan di dalam negeri.
Produksi emas dari Freeport mencapai sekitar 60–70 ton per tahun, hampir setara dengan cadangan emas Bank Indonesia dan Pegadaian yang juga sekitar 70 ton. Ditambah produksi dari Amman Mineral sekitar 20 ton, total produksi emas nasional bisa mencapai 110 ton per tahun.
Inilah yang diinginkan Presiden Prabowo, agar penciptaan kekayaan (wealth creation) terjadi di dalam negeri, bukan di luar. Apalagi, di tengah gejolak global, harga emas dunia sedang mencetak rekor tertinggi, sekitar 4.000 dolar AS per troy ounce. Kondisi ini jelas menguntungkan bagi perekonomian nasional.
Bagaimana dengan perkembangan investasi?
Investasi menunjukkan tren positif. Semester pertama tahun ini, realisasi investasi mencapai Rp 942 triliun, atau naik sekitar 13 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dari laporan Menteri Investasi, pada kuartal ketiga tahun ini angka investasi diperkirakan tembus Rp 1.400 triliun. Ini menunjukkan kepercayaan investor, baik dalam maupun luar negeri, terhadap perekonomian Indonesia terus menguat.
Selain itu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga mencatat kontribusi signifikan. Secara kumulatif, investasi di KEK sudah mencapai Rp 294 triliun dan menyerap 187.376 tenaga kerja dari 442 pelaku usaha. Ini artinya, investasi tak hanya tumbuh dari sisi angka, tapi juga memberikan dampak langsung ke penciptaan lapangan kerja dan penguatan ekonomi daerah.
IMF menyebut kondisi ekonomi Indonesia sebagai the bright spot. Bagaimana komentar Anda?
IMF sudah menegaskan Indonesia adalah the bright spot. Artinya Indonesia terang sendiri di tengah ketidakpastian global. Ini tentu kabar baik. Indonesia berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan politik di saat banyak negara masih terguncang.
Dari sisi geopolitik pun, posisi Indonesia makin dihormati. Kita punya hubungan yang baik dengan Amerika Serikat, negara-negara Eropa, juga kawasan Timur Tengah. Dalam isu Gaza misalnya, Indonesia tampil konkret. Siap mengirim pasukan perdamaian dan menyiapkan rumah sakit lapangan dengan biaya sendiri.
Bagaimana perkembangan perdagangan dan kerja sama internasional?
Perdagangan Indonesia mencatatkan kinerja positif. Agustus 2025, neraca perdagangan surplus 5,49 miliar dolar AS. Surplus ini bahkan sudah terjadi selama 64 bulan berturut-turut. Selain itu, Indonesia juga baru menyelesaikan perjanjian perdagangan komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa, yang secara substansi membuka akses pasar di 27 negara Eropa. Dalam kesepakatan ini, tarif bea masuk mendekati 0 persen untuk 97 persen pos tarif. Produk unggulan kita seperti kakao, karet, tekstil, garmen, minyak sawit, alas kaki, dan furnitur akan mendapat tarif 0 persen.
Targetnya, nilai perdagangan Indonesia–Uni Eropa bisa meningkat 2,5 kali lipat dalam empat tahun ke depan. Namun, perjanjian ini baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2027, setelah proses ratifikasi di Parlemen Eropa selesai.
Prosesnya memang panjang dan menantang. Karena dokumen CEPA harus diterjemahkan ke dalam 24 bahasa resmi Uni Eropa. Wartawan pasti paham, satu kalimat bisa punya banyak tafsir. Apalagi kalau diterjemahkan ke 24 bahasa berbeda. Itulah yang membuat proses ratifikasi memakan waktu.
Selain dengan Eropa, Indonesia juga telah menuntaskan perjanjian perdagangan dengan Kanada, yang membuka akses strategis ke pasar Amerika Utara. Tak hanya itu, kerja sama juga diperluas ke kawasan Eurasia, meliputi Rusia, Belarus, Armenia, Kazakhstan, dan Kirgistan.
Mengenai negosiasi tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat, perkembangan?
Terkait tarif era Trump, negosiasi prinsip antara Indonesia dan Amerika Serikat sudah selesai. Tarif yang sebelumnya 32 persen kini berhasil ditekan menjadi 19 persen. Namun, masih ada pembahasan lanjutan terkait komoditas tertentu serta penyusunan aspek hukum (legal drafting) dari agreement on reciprocal tariff itu sendiri.
Selain itu, Indonesia juga aktif memperkuat kerja sama dengan negara-negara BRICS, yang kini menjadi poros kekuatan ekonomi global selatan, bersama China, India, Brazil, dan Indonesia. Negara-negara BRICS saat ini menguasai sekitar 60 persen ekonomi dunia, sehingga kemitraan ini sangat strategis bagi posisi Indonesia di panggung global. Kita juga mendorong penyelesaian kerja sama ASEAN Digital, yang diharapkan tuntas pada tahun 2026.
Terkait penanggulangan kemiskinan dan ketenagakerjaan, apa ada perbaikan?
Dari sisi kesejahteraan, angka kemiskinan terus menurun dan kini berada di level 8,47 persen. Terendah sepanjang sejarah Indonesia. Sebagai perbandingan, pada 2024 angka kemiskinan 9,03 persen. Dan pada 2022 sebesar 9,54 persen. Kemiskinan ekstrem juga berhasil ditekan dari 1,26 persen tahun lalu menjadi hanya 0,85 persen per Maret tahun ini. Ini menunjukkan program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi berjalan efektif.
Penduduk yang bekerja kini mencapai 145,77 juta orang. Dari jumlah itu, 96,48 juta bekerja penuh, 37,62 juta bekerja paruh waktu, dan 11,67 juta setengah menganggur. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun menjadi 4,76 persen, terendah sejak krisis 1998. Tahun lalu TPT masih di angka 4,82 persen, dengan jumlah pengangguran 7,28 juta orang, turun dari 7,99 juta orang pada Februari 2023.
Bagaimana mengenai perlindungan sosial dan stimulus ekonomi?
Pemerintah terus memperluas akses pembiayaan bagi pelaku UMKM. Tahun ini, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah dinikmati oleh 3,46 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, dengan total stimulus anggaran mencapai Rp 61 triliun. Dana tersebut digunakan untuk berbagai program perlindungan sosial dan dukungan ekonomi, seperti Tunjangan Hari Raya (THR) bagi ASN, stimulus transportasi, subsidi upah, diskon listrik, serta jaminan kehilangan pekerjaan.
Pemerintah juga menyiapkan subsidi khusus untuk masa Natal dan Tahun Baru (Nataru) sebesar Rp 479 miliar. Rinciannya, terdiri dari Rp 185 miliar untuk Pelni dan ASDP, serta Rp 294 miliar untuk subsidi tiket pesawat agar mobilitas masyarakat tetap terjangkau.
Selain itu, pemerintah tengah mendorong pelaksanaan paket ekonomi 845. Untuk program jangka pendek (paket 8), salah satunya adalah program magang nasional. Dari 20 ribu kuota awal, jumlah pendaftar mencapai lebih dari 200 ribu orang dan diikuti sebanyak 1.700 perusahaan.
Melihat antusiasme tinggi, pemerintah akan membuka batch kedua pada November dengan kuota tambahan 80 ribu peserta, sehingga total tahun ini mencapai 100 ribu peserta magang. Program ini juga terbuka bagi lulusan perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama, dengan upah sesuai Upah Minimum Regional (UMR).
Untuk sektor riil dan penciptaan lapangan pekerjaan, program apa saja yang sedang dijalankan Pemerintah?
Pemerintah terus mendorong tumbuhnya sektor riil yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja. Salah satunya melalui program Kampung Nelayan Merah Putih, yang menargetkan penyerapan 270 ribu tenaga kerja hingga tahun depan. Selain itu, pembangunan armada kapal nelayan modern diproyeksi menciptakan 600 ribu lapangan kerja dalam tiga tahun ke depan.
Dari sisi pariwisata, pemerintah menargetkan kenaikan jumlah wisatawan mancanegara dari 1213 juta menjadi lebih dari 15 juta dalam waktu dekat. Kenaikan ini diharapkan memberi multiplier effect pada ekonomi daerah dan UMKM lokal.
Apakah ada terobosan lain untuk penciptaan lapangan kerja?
Tentu saja. Pada akhirnya, penciptaan lapangan kerja selalu bermuara pada investasi. Namun, ada juga sejumlah proyek pemerintah yang langsung berdampak ke sektor riil. Misalnya, proyek MBG dengan nilai Rp 330 triliun membuka banyak peluang kerja, terutama di sektor konstruksi dan pendukungnya.
Selain itu, Koperasi Merah Putih yang dikembangkan di 80 ribu desa. Jika masing-masing menyerap lima tenaga kerja saja, bisa menciptakan 400 ribu lapangan kerja baru. Kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 1 persen.
Program padat karya di Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan juga menjadi bagian dari paket ekonomi ke-8 yang berfokus pada penyerapan tenaga kerja lokal.
Selain itu, program pembangunan rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditingkatkan menjadi 350 ribu unit. Jika setiap rumah melibatkan lima pekerja, maka bisa menyerap sekitar 1,3 juta tenaga kerja.
Ditambah lagi dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk perumahan senilai Rp 130 triliun, yang setara dengan pembangunan 320 ribu unit rumah. Total, akan ada sekitar 670 ribu unit rumah yang dibangun cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 3 persen, hanya dari sektor perumahan saja.
Bagaimana dengan deregulasi dan reformasi kebijakan investasi?
Pemerintah kini memperkuat reformasi kebijakan investasi lewat penerapan sistem Online Single Submission (OSS) yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2025, mulai berlaku 5 Oktober lalu. Sistem ini dilengkapi Service Level Agreement (SLA) antara kementerian dan lembaga (K/L), yang mengatur batas waktu penyelesaian perizinan.
Jika batas waktu terlampaui, izin akan otomatis disetujui oleh sistem OSS. Ini menjadi terobosan penting untuk memangkas birokrasi, mempercepat proses investasi, dan meningkatkan kepastian berusaha di Indonesia.
Dengan berbagai capaian tadi, target pertumbuhan ekonomi 8 persen kelihatannya makin realistis dan bakal tercapai ya?
Ya, tadi saya sudah memberikan ilustrasi dari berbagai program. Secara teori, itu bisa menambah 2 sampai 3 persen. Dengan situasi fundamental sekarang di 5 persen, dan tambahan itu, maka bisa mencapai 6 sampai 7 persen, bahkan 8 persen. Ini harus kita dorong dengan ekosistem yang berjalan baik, dan kita harus menjaga keberlanjutan dari program itu sendiri.
Bagaimana target pertumbuhan tahun depan?
Target tahun depan adalah 5,4 persen. Mungkin tahun berikutnya bisa lebih tinggi, selama seluruh ekosistem yang sedang dibangun berjalan lancar. Ini termasuk MBG, Koperasi Merah Putih, dan pembangunan rumah masyarakat.
Kondisi Timur Tengah saat ini lebih kondusif daripada tahun-tahun lalu, dengan tercapainya perdamaian di Gaza. Apakah ini memberikan harapan bagus bagi perekonomian kita?
Perang Gaza yang lalu, sudah termitigasi dampak ekonominya terhadap Indonesia. Sehingga efek perubahan harga komoditas relatif sudah landai. Demikian pula perang di Ukraina. Nah, faktor utama yang sekarang mempengaruhi ekonomi ke depan adalah perang tarifnya Trump. Kita berharap, perang tarif ini akan selesai. Karena kalau tidak, ekonomi akan terganggu.
Apakah pemerintah akan merilis stimulus ekonomi di akhir tahun?
Program Nataru pasti jalan lagi, dan ada program lain yang akan diumumkan pada waktunya. Untuk UMKM, pemerintah sudah memberikan fasilitas bagi UMKM yang kena pajak dengan omzet Rp 4,8 miliar. Fasilitas ini dipastikan berlangsung 5 tahun ke depan, agar UMKM bisa merencanakan usahanya dengan baik dan tidak was-was setiap tahun.
Program unggulan mulai dari MBG, Koperasi Merah Putih, devisa hasil ekspor, capaian pemerintahan dalam satu tahun, hingga rencana program ke depan akan terus dijalankan. Pemerintah juga menjaga spending agar bisa diakselerasi dalam 3 bulan ke depan.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 17 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu