Peraturan Baru MBG: Masak Dimulai Jam 2 Dini Hari, Distribusi Diatur Ketat untuk TK dan SD

JAKARTA – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Aturan baru ini membawa sejumlah penyempurnaan penting, salah satunya terkait waktu produksi dan distribusi makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Sesuai Perpres tersebut, kegiatan memasak kini baru boleh dimulai pukul 02.00 dini hari, bukan lagi sejak tengah malam. Selain itu, distribusi makanan juga diatur ketat: pagi hari untuk anak TK, dan menjelang siang untuk siswa SD.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa Perpres MBG telah rampung dan siap disosialisasikan.
“Sudah beres, tinggal dibagikan saja,” ujar Dadan di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Menurut Dadan, aturan ini juga memuat sanksi tegas bagi dapur MBG yang melanggar standar operasional.
“Ada 106 dapur yang sudah kami hentikan operasionalnya, dan baru 12 yang kami izinkan beroperasi kembali,” ungkapnya.
Kualitas Makanan Dijamin Segar dan Aman
Wakil Ketua BGN, Nanik S. Deyang, menyebut Perpres MBG sebagai tonggak penting dalam peningkatan kualitas makanan bergizi untuk masyarakat kecil. Salah satu poin utamanya adalah pembatasan jam memasak agar makanan tetap segar saat dikirim.
“Masaknya harus mulai jam dua pagi. Supaya makanan yang dikirim masih hangat dan layak konsumsi,” ujar Nanik di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Ia menjelaskan, setiap dapur wajib mengikuti urutan produksi berdasarkan jadwal distribusi.
“Masakan untuk anak TK harus disiapkan lebih dulu, baru disusul untuk SD dan SMP yang pembagiannya lebih siang,” tambahnya.
Pemerintah, tegas Nanik, tidak akan mentolerir pelanggaran standar apapun.
“Kalau ada pelanggaran, operasional langsung dihentikan sementara sampai evaluasi selesai,” ujarnya.
Standar Kebersihan Dapur Diperketat
Selain waktu produksi, Perpres MBG juga memperkuat standar sanitasi dapur. Setiap SPPG diwajibkan melapisi lantai dengan epoksi agar lebih kuat, mudah dibersihkan, serta tahan terhadap air dan bakteri.
“Tempat cuci ompreng harus dipisah dari tempat mencuci bahan mentah. Ini untuk mencegah kontaminasi silang,” jelas Nanik.
Audit terbaru BGN menemukan masih ada dapur yang belum memenuhi standar kebersihan, termasuk yang belum dilengkapi pendingin udara di ruang pemorsian — kondisi yang dapat mempercepat pembusukan makanan.
Zulhas Ditunjuk Jadi Ketua Tim Koordinasi MBG
Melalui Perpres yang sama, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) sebagai Ketua Tim Koordinasi Penyelenggaraan MBG.
“Saya baru terima tiga hari lalu sebagai ketua tim. Nanti pembagian tugasnya akan segera dilakukan,” kata Zulhas.
Ia menjelaskan, Perpres ini akan memperjelas pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah.
“Pelaksana utamanya tetap BGN, tapi pengawasan dilakukan bersama Kementerian Kesehatan, Kemendagri, dan pemerintah daerah,” terangnya.
Puskesmas serta Dinas Kesehatan daerah juga akan melakukan evaluasi lapangan rutin, yang diketuai langsung oleh Nanik S. Deyang.
“Sistem pengawasan kita berlapis,” tambah Zulhas.
Dampak Ekonomi dan Gizi Nasional
Zulhas optimistis pelaksanaan MBG yang kini lebih terukur akan berdampak luas, tidak hanya pada gizi masyarakat, tetapi juga ekonomi nasional.
“Targetnya jelas: 82,9 juta penerima manfaat. Kalau ada yang bilang pertumbuhan 6 persen itu mustahil, saya bilang: kenapa tidak? Kita harus optimis,” ujarnya bersemangat.
Menurutnya, MBG menjadi motor penggerak ekonomi rakyat.
“Banyak UMKM, petani, dan peternak kecil ikut terlibat. Jadi, efeknya bukan hanya gizi, tapi juga ekonomi,” ucap Ketua Umum PAN itu.
Sepanjang Januari–Oktober 2025, BGN telah menyalurkan 1,41 miliar paket makanan bergizi kepada 36,7 juta penerima manfaat, termasuk anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Saat ini terdapat 12.508 dapur MBG aktif dari target 32.000 dapur nasional.
Program ini juga menyerap 18.895 pelaku UMKM di sektor pangan, transportasi, dan pengemasan.
“Program MBG bukan sekadar memberi makan, tapi membangun sistem gizi nasional — dari petani, dapur, hingga anak-anak sekolah. Semua tersambung dalam satu rantai kesejahteraan,” tutup Nanik.
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu