Paparan Radioaktif pada Udang dan Cengkeh Sudah Terkendali, Tak Menyebar

JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Radiasi Cesium-137 memastikan situasi kontaminasi radioaktif pada produk cengkeh dan udang asal Indonesia telah terkendali dan tidak menyebar.
Ketua Bidang Diplomasi dan Komunikasi Satgas Cesium-137, Bara Krishna Hasibuan, menegaskan bahwa paparan radioaktif bersifat sangat terbatas dan hanya terjadi di satu lokasi.
“Masyarakat tidak perlu panik. Hasil pemeriksaan menunjukkan rantai produksi pangan nasional tetap aman. Pabrik dan perkebunan cengkeh di sebagian besar wilayah Indonesia dinyatakan bersih dari paparan Cesium-137,” ujar Bara di Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Penanganan Cepat Pemerintah
Pemerintah langsung bergerak cepat sejak kasus ini mencuat dengan membentuk Satgas Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cesium-137 dan Kesehatan Masyarakat Berisiko Terdampak.
Satgas melibatkan berbagai instansi, termasuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang bertugas memantau serta menangani potensi paparan radiasi agar risiko terhadap masyarakat dapat diminimalkan.
Bara menjelaskan, Satgas bersama Bapeten menelusuri sejumlah lokasi yang diduga menjadi sumber paparan Cesium-137 pada produk udang dan cengkeh
Kasus Cengkeh: Hanya Satu Kontainer Terdeteksi
Dari hasil penelusuran, hanya satu kontainer berisi cengkeh asal Indonesia yang diduga terkontaminasi — berdasarkan hasil uji di Amerika Serikat.
“Untuk memastikan, kami akan melakukan pemeriksaan langsung ketika barang tiba di Indonesia pada 29 Oktober nanti. Tim Bapeten akan memeriksa di pelabuhan dengan dukungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),” jelas Bara.
Satgas telah melakukan pemeriksaan di tiga lokasi terkait kasus cengkeh, yakni pabrik pengolahan di Surabaya, serta dua sumber perkebunan di Pati (Jawa Tengah) dan Lampung.
Hasilnya, pabrik di Surabaya dan perkebunan di Pati bebas kontaminasi. Namun, di Lampung ditemukan jejak Cesium-137 dalam kadar sangat rendah dan terbatas.
“Kontaminasi di Lampung bersifat lokal, tidak meluas, dan tidak berdampak pada hasil perkebunan lain seperti cokelat dan kopi,” ungkapnya.
Kasus Udang: Sumber dari Pabrik Baja di Cikande
Sementara itu, kontaminasi radioaktif pada produk udang yang terdeteksi pada Agustus lalu, dipastikan hanya terjadi di Kawasan Industri Modern Cikande, Banten.
Pemerintah menemukan bahwa sumber utama kontaminasi berasal dari pabrik besi baja PT Peter Metal Technology. Partikel radioaktif dari proses peleburan logam terbawa angin melalui cerobong hingga mencapai pabrik pengolahan udang di sekitar lokasi.
Untuk mencegah risiko lebih luas, Pemerintah memasang Radiation Portal Monitor (RPM) di pintu masuk dan keluar kawasan industri. Alat ini mendeteksi radiasi pada truk maupun material yang keluar masuk area tersebut.
“Sejauh ini, hasil pemantauan menunjukkan tidak ada deteksi radiasi baru. Situasi sudah bisa dikatakan terkendali,” tegas Bara.
Langkah Lanjutan dan Dekontaminasi
Pemerintah juga menyiapkan langkah lanjutan berupa relokasi sementara warga yang tinggal di zona terdeteksi kontaminasi. Rumah-rumah mereka akan dibersihkan melalui proses dekontaminasi.
Dari 22 pabrik yang sempat terdampak, 20 telah dinyatakan bersih, sedangkan 13 lapak penyimpanan scrap metal masih menjalani proses pembersihan.
“Kami akan relokasi warga yang terdampak ringan agar rumahnya bisa dibersihkan. Dua pabrik terakhir diharapkan selesai dekontaminasi minggu ini,” katanya.
Satgas kini menelusuri asal usul scrap metal yang menjadi sumber radiasi di PT Peter Metal Technology. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, perusahaan tersebut tidak memiliki izin impor scrap metal.
“Kementerian terkait memastikan tidak pernah memberikan izin impor. Ada kemungkinan material tersebut diperoleh secara ilegal atau dari sumber lokal. Bahkan, kami juga menelusuri kemungkinan asalnya dari Filipina,” ungkap Bara.
Ekspor Aman, Hanya Dikenai Pengawasan Ketat
Bara memastikan, akibat kasus ini tidak ada larangan ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat. Hanya saja, Food and Drug Administration (FDA) AS menerapkan import alert berupa pengawasan ketat terhadap produk perikanan dari wilayah Jawa dan Lampung.
Kebijakan ini membagi perusahaan dalam dua kategori:
Yellow list, untuk seluruh produk udang dan kepiting dari Jawa dan Lampung. Eksportir wajib menjalani sertifikasi oleh lembaga pemerintah yang disetujui FDA.
Red list, khusus untuk PT BMS (produsen udang) dan PT Natural Java Spice (produsen cengkeh). Produk dari dua perusahaan ini wajib diperiksa oleh lembaga independen yang diakreditasi FDA.
“Selama hasil sertifikasi menunjukkan tidak ada kontaminasi, produk tetap bisa dikirim ke Amerika. Jadi, tidak ada pelarangan, hanya pengetatan pengawasan,” tegas Bara.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu