Pemerintah-DPR-Polri Hormati Putusan MK, Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan baru. Polisi aktif tidak boleh lagi menduduki jabatan sipil, kecuali telah pensiun atau mengundurkan diri. Pemerintah-DPR dan Polri menghormati putusan MK itu.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 114/PUUXXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025). Melalui amar putusan itu, MK mencabut frasa yang selama ini dianggap menjadi celah bagi anggota Polri aktif untuk menempati jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya.
“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite, yang menggugat ketentuan Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya dalam UU Polri.
Pasal tersebut sejak awal mengatur bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar institusi setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, penjelasan pasal yang menambahkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” kerap ditafsirkan sebagai celah penugasan perwira aktif ke dalam jabatan sipil.
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan bahwa penjelasan undang-undang tidak boleh menambah norma baru. Menurutnya, frasa tambahan itu justru memperkeruh makna pasal dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Artinya, apabila dipahami dan dimaknai secara tepat dan benar, ‘mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’ adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian,” ujarnya.
Apa tanggapan pemerintah? Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memastikan akan mematuhi putusan itu, sambil menunggu salinan resmi putusan sebelum menentukan langkah lanjutan. Namun, ia menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
Nanti kita pelajari kan, tapi sebagaimana namanya, keputusan MK ini kan final and binding,” ujarnya di Gedung DPR, Kamis (13/11/2025) malam.
Ketika ditanya soal tindak lanjut, Prasetyo menyebut pemerintah akan meminta polisi aktif yang kini menjabat di kementerian atau lembaga untuk menyesuaikan diri dengan putusan MK. “Ya iyalah, sesuai aturan kan seperti itu,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan Senayan masih mempelajari putusan tersebut, termasuk kemungkinan revisi UU Polri. Ia juga mengingatkan bahwa tugas kepolisian sudah diatur tegas dalam UUD 1945, sehingga pembahasan lebih teknis akan dibicarakan bersama kementerian terkait.
“Kalau kita mau revisi UndangUndang, misalnya kan, itu kan harus pemerintah dengan DPR. Nah sementara ini pihak pemerintah dan DPR belum ketemu dan membahas itu,” kata Dasco dilansir situs dpr.go.id, Jumat (14/11/2025).
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugraha menegaskan, Korps Bhayangkara menghormati putusan MK soal larangan rangkap jabatan. “Saat ini Polri masih menunggu hasil resminya seperti apa, kemudian nanti akan di laporkan kepada bapak Kapolri,” kata Sandi.
Dia mengatakan, institusi kepolisian akan bersikap profesional dan menyesuaikan langkah setelah mengetahui detail isi putusan MK secara utuh. Polri tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan sebelum memahami substansi hukum dari putusan tersebut.
“Tentunya kalau memang sudah diputuskan dan kita sudah mempelajari apa yang sudah diputuskan tersebut, Polri akan selalu menghormati putusan pengadilan yang sudah diputuskan,” tegasnya.
Untuk diketahui, saat ini terdapat sejumlah perwira tinggi Polri aktif yang menduduki jabatan sipil strategis. Di antaranya ; Komjen Pol Setyo Budiyanto (Ketua KPK), Komjen Pol Eddy Hartono (Kepala BNPT), Komjen Pol Rudy Heriyanti Adi Nugroho (Sekjen KKP), Komjen Pol Suyudi Ario Seto (Kepala BNN), dan Komjen Pol Rachmad Wibowo (Wakil Kepala BSSN).
Melihat kondisi tersebut, pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah, meminta Presiden segera mengambil tindakan karena putusan MK berlaku seketika sejak dibacakan.
Jadi polisi-polisi yang menempati jabatan rangkap, polisi-polisi yang menduduki jabatan-jabatan sipil, ya harus segera diberhentikan,” ujarnya saat dihubungi semalam.
“Jadi Presiden itu sebagai adresat, pihak yang diamanatkan oleh putusan MK itu, harus segera mengeksekusi,” sambungnya.
Herdiansyah juga mengingatkan Pemerintah masih punya pekerjaan rumah terkait putusan MK sebelumnya, mengenai rangkap jabatan wakil menteri yang hingga kini belum dieksekusi Presiden.
Ia menilai hal tersebut menunjukkan bahwa masalah sebenarnya bukan hanya soal hukum, tetapi soal prinsip. Menurutnya, sikap pemerintah yang tidak segera bertindak menandakan tidak taat terhadap hukum dan konstitusi.
Jadi ada pembangkangan terhadap perintah konstitusi karena memang tidak taat terhadap perintah putusan MK,” sebutnya.
Pakar hukum tata negara Mahfud MD juga menegaskan bahwa putusan MK berlaku mengikat sejak diketuk. Ia menilai proses pemberhentian polisi aktif dari jabatan sipil harus segera diatur.
“Itu kalau kita masih mau mengakui bahwa ini adalah negara hukum atau negara demokrasi konstitusional,” kata Mahfud usai menjadi pembicara dalam Diskusi Bersama Rakyat (Diraya) 2025 di Universitas Airlangga, Jumat (14/11/2025).
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan putusan MK tidak memerlukan perubahan undang-undang karena sifatnya langsung membatalkan norma yang diuji. Artinya, penjelasan frasa ‘atau ditugaskan oleh Kapolri’ dalam UU Polri sudah tidak berlaku.
“Sekarang karena batal ya sudah, tidak usah diubah lagi Undang-Undang, membuang frasa, itu langsung berlaku,” tandas mantan Ketua MK tersebut.
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Lifestyle | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu



