Memasak Dengan Biogas, Masakan Matang, Tak Bau Dan Lebih Hemat Dari LPG
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bersama masyarakat pemukiman padat penduduk di Gang Delta, Pasar Rebo, Jakarta Timur, melakukan uji coba memasak menggunakan biogas hasil pengolahan kotoran manusia. Seperti memakai liquefied petroleum gas (LPG), masakan matang dan tak bau sepiteng. Malah memiliki kelebihan, masyarakat hemat pengeluaran.
Kompor biogas sekilas sama saja dengan kompor LPG. Namun, jika diperhatikan lebih seksama, kompor biogas berbeda dengan kompor LPG. Di bagian depan kompor biogas tertulis: Perhatian, tidak untuk LPG.
Secara sederhana dapat digambarkan, melalui selang, kompor biogas terhubung dengan septic tank (sepiteng). Ya, terhubung dengan tempat menampung kotoran atau limbah manusia yang mengandung biogas.
Jika kompor telah terhubung dengan sepiteng melalui selang dan sejumlah alat khusus lainnya, maka biogas bisa dimanfaatkan untuk memasak.
Begitu shutter kompor biogas diputar ke arah on, dan berbunyi cetrek, api biru menyala. Seperti memasak dengan kompor LPG saja. Selebihnya, peralatan memasaknya sama, penggorengan, panci dan sebagainya.
Jedaksi meliihat uji coba memasak pakai biogas di Gang Delta, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2025).
Uji coba ini, merupakan bagian dari acara peresmian septic tank komunal, dan pemanfaatannya sebagai sumber biogas oleh warga gang tersebut.
Dalam kegiatan ini, warga memasak telur rebus dan telur goreng. Selama memasak, tidak tercium bau sepiteng. Dalam acara ini, Gubernur Pram ikut memasak pakai biogas. “Saya juga goreng telur. Satu untuk wartawan. Satu untuk Pak Camat,” ujar mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini.
Warga yang hadir ikut mencicipi telur-telur yang digoreng dan direbus menggunakan biogas. Salah satunya, Yumna (22). “Rasanya tidak aneh, seperti telur biasa,” ujarnya.
Menurut Pram, program pemanfaatan biogas dari limbah manusia, tidak hanya meningkatkan kualitas sanitasi, tapi juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat.
Dengan adanya biogas, katanya, warga kini tidak perlu membeli LPG untuk memasak. Uang yang biasanya untuk membeli LPG, bisa ditabung. “Tadi dihitung, keluarga yang anaknya satu atau dua, mereka jadi bisa menabung Rp 1,2 juta per tahun,” prediksi Pram.
Selain ekonomi, aspek kesehatan masyarakat menjadi perhatian utama. Pramono menegaskan, dengan sistem ini, tingkat paparan bakteri berbahaya dari tinja, menurun drastis. “Karena, bakteri E coli-nya berkurang drastis,” tandasnya.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Timur Munjirin menjelaskan, instalasi biogas di wilayahnya, sudah terpasang di tiga lokasi, dan digunakan 439 keluarga atau sekitar 2.400 jiwa. “Tapi, kami menyelesaikan juga sepiteng yang bukan biogas. Skala perumahan,” jelasnya.
Munjirin menjelaskan, sejak peletakan batu pertama oleh Gubernur di Bidara Cina, Jakarta Timur, total sudah hampir 3.000 keluarga yang menikmati fasilitas sanitasi ini, baik yang sudah dimanfaatkan menjadi biogas maupun belum. “Akan terus berlanjut di Jakarta Timur, sampai maksimal,” tambahnya.
Menurut Pramono, keberhasilan Jakarta Timur menjadi wilayah pertama dengan tingkat buang air besar (BAB) terbuka (sembarangan) 0 persen, merupakan langkah besar menuju Jakarta sebagai kota global yang bersih dan sehat. Pram berharap, sistem serupa dapat diterapkan di seluruh wilayah Jakarta.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu



