TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Survei Kepuasan Kinerja Kabinet Jokowi-Ma’ruf

Menteri Basuki Dan SYL Masuk Empat Besar Menteri Terbaik

Laporan: AY
Senin, 02 Januari 2023 | 11:43 WIB
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Ist)
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Ist)

JAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) masuk jajaran empat besar menteri dengan kinerja terbaik di Kabinet Pemerintahan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin.

Direktur Eksekutif Institut riset dan konsultan sosial, ekonomi, dan politik nasional Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mengatakan, pihaknya melakukan survei terhadap kepuasan kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi.

Dalam survei bertajuk Refleksi Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik Menjelang Pemilu 2024 yang dilakukan pada 18-26 Desember 2022 ini, publik ikut memberikan penilaian terhadap kinerja para menteri.

Hasilnya, Mentan SYL berada di posisi empat menteri dengan kinerja terbaik dengan 10,74 persen. Adapun Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berada di peringkat teratas dengan 19,59 persen, disusul Menteri Sosial Tri Rismaharini 17,46 persen, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto 14,67 persen.

Sementara di posisi kelima, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto 10,08 persen, kemu­dian Mendikbudristek Nadiem Makariem 9,59 persen, Menteri BUMN Erick Thohir 8,11 persen, Menko Polhukam Mahfud MD 2,21 persen, Menkumham Yasonna H Laoly 1,23 persen, dan Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar 1,07 persen.

“Survei menggunakan me­tode multistage random sampling (MRS) dengan wawancara lang­sung terhadap 1.220 responden. Margin of error sebesar tercatat 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen,” ucapnya.

Herry juga mengungkapkan mayoritas masyarakat mengaku puas terhadap kinerja ekonomi Pemerintah dengan meraih 53 persen, sedangkan yang kurang puas sebesar 43 persen, serta tidak menjawab/tidak tahu sebanyak 3 persen.

Menurutnya, tingkat kepuasan masyarakat yang be­gitu tinggi ini dipengaruhi oleh mayoritas yang menganggap kebi­jakan ekonomi telah meningkatkan taraf perekonomian pribadi dan atau keluarga sebesar 52 persen.

Sementara itu, pengamat ke­bijakan Pangan, Razikin Juraid angkat bicara soal gonjang-ganjing impor beras. Menurutya, kebijakan ini terjadi lantaran ada pihak tertentu yang tidak percaya bahwa data produksi padi yang digunakan Kementerian Pertanian (Kementan) bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Razikin bilang, Pemerintah sejatinya sudah punya kebijakan Satu Data Indonesia untuk tata kelola data Pemerintah dalam menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mu­dah diakses dan dibagi pakaikan antara instansi.

Sayangnya keputusan yang diambil tidak mengacu data BPS yang jelas menyebutkan produksi beras dalam negeri surplus 7 juta ton.

“Jangan sampai menyalahkan data BPS, ada maksud untuk dorong impor,” tegasnya.

BPS, lanjut dia, telah mengeluarkan data produksi beras setiap tahunnya, dimana di tahun 2019 terdapat surplus beras 2,38 juta ton, 2020 surplus 2,13 juta ton, tahun 2021 surplus 1,31 juta ton dan 2022 surplus 1,74 juta ton.

Artinya, setiap tahun kinerja sektor pertanian Indonesia mampu meng­hasilkan surplus beras. Fakta di lapangan pun membuktikan beras selalu tersedia dan aman-aman saja karena tidak pernah ada gejolak kelangkaan di masyarakat, apalagi di tengah dampak Covid-19.

Itu beras Bulog tipis karena saat panen raya sedikit serap be­ras petani, kinerja serapan Bulog menurun terus sejak 5 tahun terakhir,” pinta Razikin.

Peneliti Utama bidang perta­nian Prof. Pantjar Simatupang menegaskan BPS satu-satunya otoritas data statistik yang menjadi rujukan bahwa memang benar ter­jadi surplus beras 2022. BPS me­laporkan produksi beras tahun ini surplus lebih kurang 1,7 juta ton. Survei cadangan beras yang juga dilakukan BPS juga menegaskan stok beras hingga akhir Juni 2022 sebesar 9,71 juta ton.

“Bulan Juli sampai Desember memang musim paceklik, tapi menurut data kerangka sampling area (KSA) BPS, produksi beras kita mencapai 13,34 juta ton. Kalau ditambahkan stok pada akhir bulan Juni 9,71 juta ton maka ketersediaan pasokan be­ras selama Juli sampai Desember mencapai 25,05 juta ton. Itu ketersediaan beras yang sangat banyak,” ujar Prof. Pantjar.

Sementara kebutuhan konsumsi beras, jelas Prof Pantjar, untuk periode Juli-Desember hanya 15,14 juta ton. Ini berarti terdapat surplus pasok beras sekitar 7,91 juta ton. Angka ini pula yang men­jadi perkiraan stok beras nasional pada akhir Desember 2022.

"Stok beras kita lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 3 bulan. Jadi tidak ada kekurangan stok itu,” sebutnya.

Lebih lanjut, Prof. Pantjar menegaskan kinerja Kementan dalam mengawal produksi be­ras tahun ini bisa dibilang cu­kup baik. Pertanyaanya, kenapa Bulog menyerap beras di periode yang memang produksi sedang defisit.

“Kalau beli beras disaat petani sedang panen raya kan barangnya banyak. Jadi nggak perlu lah itu impor. Sayang sekali kan saat kinerja produksi padi baik selama 11 bulan, ke­mudian rusak karena impor beras di bulan Desember,” tegasnya.

Prof. Pantjar menambahkan, hendaknya cadangan beras Bulog ini tidak dijadikan dasar menyimpulkan bahwa Indonesia defisit beras sehingga kemudian diputuskan melakukan impor be­ras.

"Stok beras Bulog bukanlah stok beras nasional,” tegasnya.

Wakil Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Rahmat Pambudi menilai, yang terpenting saat ini adalah memperbaiki masalah data dan menjadikan BPS sebagai sumber data.

“Kita ingin data menjadi bagian yang tak terpisahkan di dalam proses pengertian polemik impor beras. Saya senang BPS telah melaku­kan perbaikan terus-menerus dan saya merasakan perbaikan itu,” ujar Rahmat Pambudi.

Rahmat tegaskan perbaikan ini penting dilakukan untuk meya­kinkan publik bahwa pemegang otoritas data adalah BPS.

Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Arif Satria juga meminta po­lemik perlu tidaknya impor beras harus dilihat secara detail melalui otoritas data pada BPS. Data menjadi penting karena berkaitan langsung dengan seberapa besar kebutuhan masyarakat.

“Kita sudah memiliki satu kebijakan bahwa sumber data hanya satu, yaitu yang mempunyai otoritas adalah BPS, bisa menyampaikan data-data akurat sebagai dasar perlu tidaknya impor,” katanya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo