TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Musim Telur Menetas, Faskes Siapkan SABU

Waspada Ya, Gigitan Ular Berbisa Mengintai Warga

Laporan: AY
Kamis, 05 Januari 2023 | 13:24 WIB
Ngabila Salama Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Iminitas Dinkes DKI Jakarta. (Ist)
Ngabila Salama Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Iminitas Dinkes DKI Jakarta. (Ist)

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengimbau warga Ibu Kota waspada terhadap gigitan ular. Sebab, musim hujan merupakan periode telur ular menetas. Fasilitas Kesehatan pun sudah dilengkapi Serum Anti Bisa Ular (SABU).

Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ngabila Salama mengimbau, warga menerapkan tata laksana awal semua bentuk gigitan ular dengan imobilisasi. Yakni, meminimalisir pergerakan pada lokasi gigitan ular baik di tangan dan kaki.

“Tata laksana awal ini harus benar. Jika tidak benar, akan menimbulkan komplikasi serius dan kematian,” kata Ngabila kepada Rakyat merdeka, Selasa (3/1).

Langkah kedua, segera hubungi Jakarta Siaga di nomor telpon 112 atau ambulans terdekat untuk segera membawa pasien ke Puskesmas, Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) terdekat.

Ngabila bilang, tidak semua gigitan ular membutuhkan SABU. Karenanya, untuk penggunaan SABU harus lapor dan konsultasikan dulu kasusnya kepada ahli di nomor HP: 085334030409.

Menurut Ngabila, kasus gigitan ular di Jakarta dan sekitarnya meningkat pada awal 2020. Saat itu juga musim hujan. Dia mengimbau warga melakukan pencegahan teror ular, terutama yang berbisa.

Ketika menemui ular, warga diminta tidak panik dan mengevakuasi sendiri. Ngabila menyarankan warga lapor ke pihak yang berkompeten.

“Damkar DKI atau Jakarta Siaga 112,” kata dia.

Untuk warga yang tergigit ular berbisa, ada beberapa lokasi Rumah Sakit (RS) di Jakarta yang memiliki SABU. Antara lain, RSCM, RSPAD Gatot Soebroto, RSUD Tarakan, RSPI, Sulianti Saroso, RS Pantai Indah Kapuk, RSUD Cengkareng, RSUP Fatmawati, RSUD Pasar Minggu, RSUD Jati Padang, RSUP Persahabatan dan RS Haji Jakarta.

"SABU untuk pasien BPJS gratis karena sudah masuk dalam tarif INA-CBG’S (pengajuan klaim faskes), kecuali human made bite,” ujarnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menghindari gigitan ular dan apa yang boleh serta tidak boleh dilakukan jika tergigit ular?

Tri Maharani, Ketua Tim Kerja Zoonosis dan Penyakit Akibat Gigitan Hewan Berbisa dan Tanaman Beracun Direktorat P2PM, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan sejumlah tips.

Pertama, Tri menyarankan membersihkan rumah secara rutin. Tujuannya, agar makanan ular seperti tikus dan katak tidak ada. Juga tidak memelihara unggas di dalam rumah.

Untuk menghindari gigitan hewan melata tersebut, Tri menganjurkan ketika beraktivitas di tempat berisiko melengkapi diri dengan hazard risk ular. Seperti, memakai Alat Pelindungan Diri (APD), sepatu boot, topi, senter penerangan dan sebagainya.

Kedua, tidur di tempat yang lebih tinggi dari lantai dan memakai kelambu. Selain terhindar dari gigitan ular, juga dari hewan lain seperti weling dan menghindari nyamuk serta serangga.

“Ini sudah dirisetkan di India. Kematian turun 50 persen untuk gigitan ular saat tidur,” kata Tri kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), Selasa (3/1).

Jika tergigit, pakar ular Indonesia dan pakar kedokteran emergensi ini mewanti-wanti tidak berobat ke dukun, diikat, disedot, dibuat sayatan atau dikeluarkan darah. Seperti di adegan sejumlah film atau sinetron.

“Sayang sekali, para sutradara pembuat konten dan TV banyak nggak update ilmu. Padahal saya sudah mengerjakan ini 10 tahun lalu,” kata Tri.

Selain itu, luka gigitan ular berbisa juga tidak boleh menggunakan bawang merah atau air garam yang nggak jelas fungsinya. Diberi jus tanah, ditusuk di tempat bengkak dengan jarum pakai daun-daunan atau obat herbal, diberi batu hitam.

“Semua itu, menurut riset tidak ada gunanya,” jelasnya. Begitu juga dengan dipijat dan dikejut dengan accu atau listrik.

Kedua, tidur di tempat yang lebih tinggi dari lantai dan memakai kelambu. Selain terhindar dari gigitan ular, juga dari hewan lain seperti weling dan menghindari nyamuk serta serangga.

“Ini sudah dirisetkan di India. Kematian turun 50 persen untuk gigitan ular saat tidur,” kata Tri kepada Rakyat Merdeka, Selasa (3/1).

Jika tergigit, pakar ular Indonesia dan pakar kedokteran emergensi ini mewanti-wanti tidak berobat ke dukun, diikat, disedot, dibuat sayatan atau dikeluarkan darah. Seperti di adegan sejumlah film atau sinetron.

“Sayang sekali, para sutradara pembuat konten dan TV banyak nggak update ilmu. Padahal saya sudah mengerjakan ini 10 tahun lalu,” kata Tri.

Selain itu, luka gigitan ular berbisa juga tidak boleh menggunakan bawang merah atau air garam yang nggak jelas fungsinya. Diberi jus tanah, ditusuk di tempat bengkak dengan jarum pakai daun-daunan atau obat herbal, diberi batu hitam.

“Semua itu, menurut riset tidak ada gunanya,” jelasnya. Begitu juga dengan dipijat dan dikejut dengan accu atau listrik.

“Nggak boleh semua dan salah semua, karena tidak ada evidence base riset dan terbukti. Tidak ada bukti ilmiah, tidak bisa dipakai,” tegas Ketua Kajian Gigitan Hewan Berbisa dan Tumbuhan Beracun Indonesia ini.

Korban, lanjut Tri, justru dianjurkan imobilisasi setelah terjadi gigitan dengan tenang. Panik akan membuat otot-otot refleks dan menyebabkan kontraksi. Sehingga mengaktifkan pumping kelenjar getah bening dan menyebarkan venom ke seluruh tubuh.

“Segera setelah dilakukan imobilisasi dibawa ke tempat pelayanan kesehatan, lebih cepat lebih baik,” saran Tri.

Tri bilang, pengobatan gigitan ular adalah first aid. Maka semua fasilitas kesehatan (faskes) bisa dan segera menanganinya. Namun, dalam peraturannya BPJS tidak menanggung biaya akibat human bite. Yakni, gigitan karena pemeliharaan, atraksi dan menjualbelikan ular.

Menurut Ambassador Royal Society untuk Tropical Medicine and Hygiene dan Presiden Indonesia Toxicologi ini, data kasus gigitan ular di Indonesia tinggi. Yakni, 135.000 per tahun dengan angka kematian 10 persen.

"Kematian terbanyak oleh King Cobra bite. Terbanyak oleh pemeliharaan ular King Cobra dan atraksi serta jual beli King Cobra,” terang Tri.

Kini di Kemenkes, tambah Tri, sudah ada program pelatihan nasional penanganan pasien akibat hewan dan tumbuhan beracun. Program tersebut diikuti ribuan dokter dan perawat.

Tak hanya itu, Kemenkes juga menggelar ratusan pelatihan lokal di Dinkes, RS, Public Safety Center (PSC) 119, Puskesmas, Universitas, Poltekes dan sebagainya.

Kemudian, buku pedoman dan Permenkes sudah dibuat, Januari ini launching. Ini untuk pedoman medis di Indonesia dan juga riset dan pembelian antivenom.

Tri berharap, tayangan dan konten-konten serta artikel yang salah tidak diedarkan. Karena akan menyesatkan.

“Mudah-mudahan, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) memberikan kontribusi terhadap informasi-informasi yang menyesatkan, terutama tentang first aid dan pengobatan gigitan ular yang tidak dilakukan medis,” ujarnya.

Tahun 2024, Tri juga akan menjalin kerja sama dengan 4 negara. Yakni, Amerika, Australia, Thailand dan Taiwan untuk melakukan riset dan pembuatan antivenom serta bioprospektif venom, yang akan dikembangkan sebagai transformasi kesehatan.

“Program kita sekarang adalah zero mortality. Sesuai dengan keputusan WHO tahun 2030. Kasus kematian akibat gigitan ular harus turun 50 persen. Saya mewakili Indonesia membuat program ini,” tandasnya.

Bisa Anak Ular Lebih Berbahaya

Amir Hamidy, ahli Herpetologi atau reptil dan amfibi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menuturkan, saat musim hujan adalah masa ular menetas. Wajar muncul ular, baik yang berbisa maupun tidak.

“Volume air meningkat, baik di tanah maupun di permukaan. Sehingga hewan tanah seperti ular atau cacing akan keluar, karena tempat mereka tinggal terisi air,” katanya saat berbincang dengan Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group).

Amir meminta warga waspada. Jika menemukan ular, segara mungkin menghubungi Damkar atau komunitas reptil untuk mengevakuasi ular. Usahakan tidak melakukan kontak fisik dengan ular berbisa, meskipun anaknya.

“Sebab venom (bisa atau racun) ular yang masih anak itu justru lebih berbahaya dibandingkan yang dewasa,” terangnya.

Untuk mencegah kemunculan ular, Amir menyarankan mengepel lantai dengan cairan berbau menyengat.

“Ular tidak suka bau menyengat, bukan garam. Garam tidak efektif,” ujarnya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo