TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Fahri Sebut Angka 5 Triliun

Biaya Nyapres Mahal Banget

Oleh: Farhan
Sabtu, 27 Mei 2023 | 09:15 WIB
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Foto : Ist
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Foto : Ist

JAKARTA - Berapa biaya untuk bisa nyapres? Ternyata perlu banyak duit. Miliaran? Bukan. Triliunan? Ya.

Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebut biaya yang diperlukan agar bisa nyapres minimal Rp 5 triliun. Duit sebesar itu diperlukan untuk keperluan logistik capres mulai dari sosialisasi, kampanye, sampai nanti pencoblosan. Duh, mahal banget ya…

Omongan soal ongkos nyapres itu disampaikan Fahri saat menjadi narasumber bincang-bincang di salah satu stasiun TV swasta. Awalnya, mantan Wakil Ketua DPR ini menceritakan modal yang dibutuhkan seseorang agar berhasil jadi caleg DPR. Kata dia, ongkos minimal seorang caleg agar bisa duduk di Senayan mencapai miliaran rupiah. "Kisarannya mulai dari Rp 5 miliar sampai Rp 15 miliar untuk DPR," bebernya.

Menurut dia, biaya yang dikeluarkan sebesar itu sudah lazim dalam alam demokrasi saat ini. Dana tersebut digunakan untuk membiayai logistik seperti pemberian bantuan dan sebagainya. Makanya, tak heran banyak orang kaya yang selalu terpilih menjadi anggota DPR setiap pemilu. Lantaran mereka punya kekuatan finansial.

"Tentu ada orang-orang kaya yang merem saja dia (memang). Nggak perlu ke dapilnya, dia cuma kirim truk logistik, dia kirim uang, dia kirim segala macam. Dan orang ini di DPR nggak pernah berbicara, nggak pernah menyatakan pendapat, tapi setiap tanggal 20 Oktober per lima tahunan dia dilantik. Kenapa? Karena uangnya banyak betul orang ini," ungkap Fahri.

Setelah itu, dia lalu bicara mengenai ongkos nyapres. Menurut Fahri, jumlahnya lebih gila-gilaan lagi. Ongkosnya sudah mencapai triliunan. "Di Indonesia, saya kira kalau orang tidak punya uang Rp 5 triliun, nggak bisa nyapres dia. Sadar atau tidak," ucapnya.

Sebagai contoh, Fahri mengungkapkan ongkos yang diperlukan dalam Pilgub mencapai puluhan hingga ratusan miliar, tergantung besar kecil provinsi. Makanya, tak heran, untuk pilpres, minimal seorang capres butuh uang sebesar Rp 5 triliun. "Saya pikir Rp 5 triliunan itu minimal," imbuhnya.

Dari mana uang sebanyak itu? Kata Fahri, kalau capres nggak uang pribadi, uang itu dikumpulkan dari berbagai donatur. "Di belakang nanti akan ada hubungan dengan power dan policy yang akan dibuat oleh negara dan pemerintah," lanjutnya.

Dengan model demokrasi begini, Fahri menyebut, pertarungan dalam memilih pemimpin itu bukan soal adu gagasan, tapi adu logistik.

Benarkah butuh sampai Rp 5 triliun. Sandiaga Uno, yang menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2019, membenarkan mahalnya ongkos pilpres. Dalam sebuah wawancara di acara Rossi di Kompas TV, Sandi mengaku menghabiskan dana sebesar Rp 1 triliun pada Pilpres 2019.

Sandi menyebut, biaya tersebut telah dilaporkan dan diaudit KPU serta terekam dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Untuk asal uangnya, kata Sandi, bukan berasal dari kantongnya saja. Tapi juga berbagai pihak yang mendukung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.

“Ya semua ikut berjuanglah. Tapi secara terbuka, saya melaporkan jumlah harta yang harus dilego untuk membiayai kampanye,” ucap Sandi, akhir April lalu.

Konsultan Komunikasi Politik Ipang Wahid turut membenarkan mahalnya ongkos yang diperlukan capres yang akan berlaga di pilpres nanti. Menurut dia, biaya agar bisa nyapres sangat fantastis karena mencapai triliunan. Ipang tak membeberkan angka pastinya. Namun, ia memberikan gambaran biaya yang dibutuhkan seorang capres untuk komunikasi politik.

Putra Salahuddin Wahid ini menjelaskan, biaya nyapres itu digunakan untuk tiga hal, yaitu operasi udara, operasi darat, dan operasi politik. Operasi udara adalah strategi para capres bermain di ranah media, baik media konvensional seperti media massa maupun media sosial. Operasi darat adalah dengan cara langsung turun ke masyarakat memperkenalkan diri. Adapun operasi politik adalah meminta dukungan dari ormas, tokoh, dan partai politik.

Menurut Ipang, kebutuhan tiga operasi ini berbeda-beda nilainya. Sebagai contoh ongkos udara. Kata dia, ongkos ini sangat tergantung pada tingkat pengenalan capres. Semakin capres itu tidak terkenal, semakin tinggi biaya komunikasi politiknya.

Dia melihat, rata-rata tingkat pengenalan capres potensial saat ini sudah lumayan tinggi. Namun, tetap saja butuh anggaran besar. Anggaran yang diperlukan per bulan minimal Rp 50 miliar sampai Rp 100 miliar. Itu hanya untuk media saja. "Tergantung running-nya berapa bulan," kata Ipang, di YouTube Akbar Faizal Uncensored.

Kalau masa kampanye 6 bulan, artinya Rp 600 miliar hanya untuk media. Namun, kata dia, seorang kandidat membutuhkan komunikasi politik tak hanya saat kampanye. Komunikasi itu harus dilakukan jauh-jauh hari. Media yang digunakan mulai dari konvensional sampai digital. Salah satunya lewat TV, terlebih bagi capres yang tingkat keterkenalannya rendah.

"Satu tayangan di TV Rp 50 juta per 30 detik. Kalau 10 spot saja itu sudah Rp 500 juta per hari. Kalau Rp 500 juta per hari, satu bulan sudah Rp 500 miliar. Itu baru TV doang, belum placement-placement lain," paparnya.

Pengamat politik UGM Mada Sukmajati mengamini biaya politik yang mahal untuk pilpres. Dia menggunakan indikator hasil risetnya tentang laporan dana kampanye pilkada kabupaten/kota. Kata dia, laporan itu tidak mencerminkan realitas sebenarnya. Dari riset diketahui, dana yang digunakan untuk pilkada bisa sampai 20 kali lipat dari dana yang dilaporkan.

"Kalau misalnya laporan yang disampaikan waktu itu riset kami pilkada Rp 1 miliar, yang riilnya di lapangan bisa mengeluarkan sampai Rp 15 miliar-Rp 20 miliar untuk level pilkada kabupaten/kota," terangnya.

Hal itu, kata dia, bisa terjadi dalam Pilpres. Dari riset yang dia lakukan pada Pemilu 2019, laporan dari paslon ke KPU terkait dana kampanye hanya berkisar miliar rupiah. Bukan tidak mungkin bahwa biaya yang dikeluarkan mencapai triliunan rupiah. "Masalahnya, transparansi dan akuntabilitasnya ini yang di Indonesia belum ditegakkan dengan baik," katanya. (RM.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo