TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bahas Anggaran Kementerian Dan Lembaga

DPR Tolak Pejabat Sementara

Laporan: AY
Senin, 05 Juni 2023 | 12:01 WIB
Abdul Fikri Faqih Wakil Ketua Komisi X DPR. Foto : Ist
Abdul Fikri Faqih Wakil Ketua Komisi X DPR. Foto : Ist

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengingatkan pembahasan anggaran bersama DPR tidak boleh dilakukan bersama pejabat sementara. Setiap pejabat eselon I dan II yang terlibat dalam setiap rapat kerja terkait anggaran mesti pejabat definitif. 

Fikri menuturkan, Komisi X DPR sering kali mengingatkan mitranya akan pentingnya keabsahan rapat-rapat kerja, utamanya dalam membahas anggaran. Apalagi mitra kerja seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi (Kemdikbudristek) memiliki banyak dinamika dan restrukturisasi di tingkatan pejabatnya.

"Saya berharap restrukturisasi ini tidak berkepanjangan, harus cepat dan dilaporkan ke Komisi X," ujar anggota Fraksi PKS ini di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Undang-Undang Nomor 30 tentang Administrasi Pemerintahan dan  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 Manejemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang mengatur tentang pejabat sementara.

Di situ ada istilah Plh (pelaksana harian) dan Plt (pelaksana tugas). Ini kita sering kali (tempatkan pejabat) Plt tapi ternyata Plt ini kan ada keterbatasan-keterbatasan," ujarnya.

Mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas, Badan Kepegawaian Negara (BKN) membuatkan pengaturannya. BKN menegaskan bahwa penempatan Plt tidak boleh lebih dari 3 bulan, kalaupun diperpanjang maksimal 3 bulan.

Supaya forum kita dalam pengambilan keputusan benar dan ada keterbatasan, misalnya dalam penetapan Renstra (Rencana Strategis). Tidak boleh yang maju (dalam rapat kerja bersama DPR) itu Plt," katanya.

Bukan hanya Renstra, lanjut dia, pembahasan Rencana Kerja dan Program (RKP) juga tidak boleh dilakukan bersama pejabat sementara (pjs), haruslah pejabat definitif. Aturan tersebut semata-mata sebagai tindakan proteksi yang dapat berdampak status hukum dan kepegawaian.

Dia mengingatkan, akan menjadi persoalan apabila rapat kerja tersebut tidak dihadiri menteri sebagai pemberi otoritas. Sementara menteri terkait tidak selalu hadir dalam setiap rapat kerja DPR.

"Apalagi kalau sampai kedaluwarsa seperti yang ditentukan BKN. Kalau begitu, ya terpaksa pejabat otoritasnya (menteri, red) yang datang meski itu rapat dengar pendapat," jelasnya.

Fikri menegaskan, penyampaian program, anggaran dan kegiatan yang bersifat baru hendaknya memiliki sandaran hukum. Selain itu, proses penyusun kebijakan juga harus runut sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Dia menjelaskan, RKP ini jelas diatur dalam Undang-Undang SPPN dan Undang-Undang APBN. Adapun RAPBN tidak akan bisa disusun kalau tidak memiliki RKP. Sementara RKP ini berdasar hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbang) dan Renstra.

Undang-Undang Keuangan Negara juga di pasal 12 ayat 2 menyebut bahwa APBN tidak bisa kecuali ada RKP-nya," tambah dia.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemdikbudristek Suharti mengakui, ada beberapa pejabat eselon I dan II yang belum dapat diisi. Namun, dia memastikan pihaknya selalu melakukan koordinasi terkait penugasan seleksi pegawai di kementerian. (RM.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo