Banyak Negara Ngerem Ekspor Pangan
Jokowi: Ngeri!

JAKARTA - Presiden Jokowi kembali bicara soal ancaman krisis pangan. Kata Jokowi, kondisi pangan dunia saat ini sedang mengerikan. Banyak negara penghasil pangan memilih mengerem ekspornya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan di acara Rapat Kerja Nasional (Rekernas) IV PDI Perjuangan di Jakarta International Expo (JIE) Kemayoran, Jumat (29/9/2023). Kebetulan Rakernas IV PDIP kali ini mengangkat tema 'Pangan Sebagai Lambang Supremasi Kepemimpinan Indonesia Bagi Dunia'.
Jokowi hadir di lokasi sekitar pukul 13.46 WIB. Jokowi mengenakan baju batik merah hitam. Jokowi disambut Ketua DPP PDIP M. Prananda Prabowo, Seskab Pramono Anung, dan Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey.
Jokowi pun dibawa ke ke ruang tunggu. Di sana sudah ada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Wapres KH Ma’ruf Amin dan Capres PDIP Ganjar Pranowo.
Setelah berbincang sebentar, Mega mengajak Jokowi untuk ruang pameran pangan. Mereka melihat sejumlah booth yang ada dan berbincang dengan penjaganya. Setelah puas melihat-lihat, mereka menuju ruangan Rakernas. Di tempat Rakernas, Jokowi duduk diapit oleh Mega dan Ganjar.
Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung soal perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada masalah pangan. Mula-mulanya, Jokowi menceritakan pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tahun lalu. Ketika itu, kata Jokowi, Zelensky menyampaikan ada stok 77 juta ton gandum yang tertahan di Ukraina karena masalah keamanan.
Cerita serupa, sambung Jokowi, juga didapat ketika bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Kepada Jokowi, Putin bilang ada stok 130 juta ton gandum yang tidak bisa diekspor karena keamanan laut.
"Artinya total dari dua negara itu yang tidak bisa keluar gandumnya 207 juta ton. Sehingga yang terjadi adalah di Afrika, di Asia maupun di Eropa sendiri kekurangan pangan itu betul-betul nyata dan terjadi," kata Jokowi.
Parahnya lagi, dia mendapati banyak anak-anak sekolah yang tidak lagi sarapan lantaran melonjaknya harga bahan pangan. "Ini terjadi di negara maju di Eropa," ungkap eks Wali Kota Solo itu.
Selain itu, Jokowi mengatakan, kelangkaan pangan global saat ini terjadi lantaran terdapat 22 negara kini tak lagi mengekspor pangan, termasuk beras. Beberapa negara itu, lanjutnya, seperti Uganda, Rusia, India, Bangladesh Pakistan dan Myanmar terakhir. Bila kondisi ini berlanjut, kata dia, kemungkinan semua harga bahan pokok akan alami kenaikan.
"Ngeri sekali kalau melihat cerita semua negara mengerem semuanya. Mereka tidak ekspor pangan. Gandum sudah, beras sudah, gula sudah, semuanya sudah ngerem," imbuhnya.
Karena itu, menurut Jokowi, harus ada visi taktis untuk 5-10 tahun ke depan. Rencana kerja harus detil. Bukan sekadar visi misi yang terlalu bagus di awang-awang. Jadi harus jelas berapa waduk dan embung harus disiapkan. Juga, berapa kilometer irigasi yang harus dibuat.
"Rencana detil itu harus ada, dan kapan itu bisa kita selesaikan," cetus mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Apalagi, kata Presiden ke-7 RI ini, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Kini jumlahnya sudah mencapai 278 juta. Sementara penduduk dunia, sudah melebihi 8 miliar jiwa dan masih akan terus bertambah. Tahun 2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 310 juta jiwa, mengingat pertumbuhan penduduk per tahunnya ada di angka 1,25 persen.
Artinya, tegas Jokowi, pangan menjadi kunci. Jokowi pun menyetir ucapan Bung Karno, yang menyebut pangan merupakan hidup matinya suatu bangsa. "Itu betul sekali. Beliau sudah melihat kejadian yang saat ini kita alami," ujar Jokowi.
Di kesempatan sama, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengatakan, pangan bisa jadi supremasi Indonesia di dunia internasional. Menurut dia, Indonesia mesti berdaulat pangan agar berdiri di atas kaki sendiri dan bisa melewati ancaman krisis pangan global.
Rakernas ini penting arah masa depan untuk Indonesia yang berdaulat dalam pangan," kata Mega.
Menurut Mega, kondisi global sekarang dengan sejumlah negara penghasil sumber pangan mulai setop ekspor akan berdampak terhadap Indonesia. Dia bilang Indonesia tak boleh terjajah oleh makan impor agar tak terjadi krisis pangan. "Tidak boleh ada kemiskinan dalam buminya Indonesia merdeka," ujar Mega.
Menurut dia, seluruh desain politik nasional mesti menjadikan petani dan nelayan sebagai sentral kebijakan. Dia meminta, kader PDIP bisa sejahterakan petani dan nelayan.
Sementara, Capres PDIP Ganjar Pranowo dalam pidatonya mengatakan, akan menjadikan pangan sebagai supremasi kepemimpinan Indonesia di kancah dunia. "Tema Rakernas PDIP kali ini sangat relevan, di mana kita harus mewujudkan kedaulatan pangan. Pangan harus jadikan supremasi kepemimpinan Indonesia di kancah dunia," kata Ganjar.
Kedaulatan pangan, tambah Ganjar, tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Butuh peran serta Pemerintah untuk menjadikan Indonesia menjadi negara swasembada pangan. "Negara harus menjadikan petani dan nelayan sebagai tuan di negerinya sendiri. Kita harus jadikan sawah sebagai hamparan kesejahteraan dan laut sebagai hamparan kemakmuran," tegasnya.
Caranya, kata dia, sangat beragam. Yang pertama dilakukan adalah menggenjot riset dan teknologi di bidang pertanian dan perikanan. "Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan perguruan tinggi harus dilibatkan untuk mewujudkan inovasi di dua bidang itu. Sudah banyak inovasi yang ada saat ini, namun kita harus terus optimalkan itu," ucapnya.
Dia bilang, pengelolaan pangan harus dilakukan dengan baik dari hulu ke hilir. Selain mengembangkan inovasi teknologi dan modernisasi, pemenuhan sarana prasarana pertanian dan perikanan juga menjadi penting. Upskilling serta pemberian bantuan, insentif dan sarana lain juga harus tepat sasaran.
Apa tanggapan pengamat soal warning Jokowi itu? Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Andreas Santosa menilai, penyataan Jokowi sebagai bentuk kewaspadaan. Kata dia, Jokowi mengajak semua pihak untuk kembali aktif meningkatkan produksi pangan dalam negeri.
"Karena selama ini impor kita peningkatannya luar biasa," jelas Prof Andreas saat dihubungi Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) Jumat (29/9/2023).
Menurut hitungan Andreas, dalam 10 tahun terakhir ini impor komoditas pangan ke Indonesia meningkat. Begitupun yang terjadi pada defisit komoditas pangan domestik.
"Ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan itu semakin lama semakin membesar. Sehingga pernyataan Presiden itu tepat. Kalau kita tidak serius mengembangkan pangan dalam negeri, maka bisa berkibar fatal di masa yang akan datang," pungkas dia.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 17 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu