TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Genjot Produksi Nasional Dan Tekan Impor Beras

Kementan Gencarkan Akselerasi Tanam Dan Optimasi Lahan Rawa

Laporan: AY
Selasa, 21 November 2023 | 13:00 WIB
Menteri Pertanian Andi Amran. Foto : Ist
Menteri Pertanian Andi Amran. Foto : Ist

JAKARTA -  Kementerian Pertanian (Kementan) tengah gencar melakukan akselerasi tanam padi sebagai upaya menggenjot produksi pertanian yang sebelumnya terkendala akibat dampak kekeringan yang sangat panjang atau El Nino.

Salah satu terobosan yang telah disiapkan Kementan adalah dengan dengan akselerasi luas areal pertanaman nasional me­lalui optimalisasi dan peman­faatan lahan rawa mineral baik di lahan pasang surut maupun lahan lebak. Terobosan tersebut diharapkan dapat meletakkan kembali pondasi yang kuat untuk mewujudkan swasembada.

“Kebijakan akselerasi tanam ini sangat penting kita lakukan untuk menekan impor yang di­lakukan akibat dampak El Nino. Hari ini kita letakan pondasinya agar ke depan kita bisa swasem­bada,” tegas Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, di Jakarta, kemarin.

Amran mengatakan, kemarau panjang yang terjadi sepanjang tahun ini memaksa Pemerintah impor beras sebanyak 3,5 juta ton pada tahun ini. Impor beras untuk memperkuat Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini, sebagai upaya antisipasi dampak kemungkinan turunnya produksi beras nasional di tahun 2023 sebesar 30 juta ton, dari sebe­lumnya 31 juta ton pada tahun 2022.

“Padahal dulu kita pernah swasembada. Sekarang terpaksa harus impor,” ujarnya.

Karena itu, pihaknya telah menyiapkan upaya khusus untuk peningkatan dan percepatan produksi pangan nasional. Me­lalui kebijakan ini, menteri asal Bone, Sulsel ini yakin, swasem­bada beras dapat kembali diraih. Toh, bangsa ini sudah pernah memiliki pengalaman mengha­dapi dampak El Nino pada 2015 yang merupakan iklim ekstrem terparah, dengan angka kenaikan suhu mencapai rata-rata 2,9 de­rajat celcius di atas permukaan laut, tertinggi dalam puluhan tahun terakhir.

Pada kondisi tersebut, Indonesia berhasil menyelamat­kan produksi dengan berbagai gerakan di lapangan. Seperti memompa air, membagi dan menjaga di pintu pintu air di Cimanuk, pompanisasi air sungai Bengawan Solo, menyiapkan benih tahan kekeringan, bahkan bertanam di rawa yang sedang surut airnya di sejumlah daerah, diantaranya Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Se­latan (Kalsel).

“Hasilnya 2017, 2019, 2020 dan 2021 kita juga berhasil swasembada beras, tidak ada impor. Hal yang sama pada 1984 kita swasembada beras. Kondisi beras 2018 sangat kuat karena produksi 34 juta ton, konsumsi 30 juta ton, tetapi seiring berang­sur waktu kini terpaksa impor,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Hasanuddin ini pun terjun langsung ke lapangan dengan mendatangi daerah sentra di 10 hari per­tama kerja. Diantaranya, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Sum­sel, Kalsel, dan dalam waktu dekat menyisir seluruh Pulau Jawa. Amran ingin memastikan kebutuhan petani untuk ber­produksi di seluruh-seluruh sentra itu tersedia, tanpa ada hambatan berarti.

Upaya tancap gas ala Men­tan ini juga dilakukan sebagai bukti kongkrit dalam menekan kebijakan impor. “Alhamduli­lah 10 hari ini saya tancap gas cek lahan, petani dan penyuluh. Kesiapan mereka sangat penting untuk strategi pangan nasional. Kita berharap 2024 tidak ada lagi impor pangan khususnya beras. Dan saya optimis,” sambungnya.

Dijelaskan pria yang digelari Bapak Mekanisasi Pertanian oleh Perhimpunan Teknologi Pertanian karena kebijakannya mendorong modernisasi pertanian ini, saat ini ada lebih dari 10 juta hektare lahan rawa yang berpotensi menambah daya gedor produksi nasional. Dari semua lahan tersebut, beberapa di antaranya sudah menghasil­kan produktivitas sebanyak 5 ton per hektare. Ke depan, produktivitas lahan tersebut akan ditingkatkan menjadi 7 ton per hektare.

Selain itu, pihaknya juga men­dorong optimalisasi lahan rawa dengan meningkatkan Iindeks Pertanaman (IP). “Jadi yang IP-nya 1 (tanam dan panen satu kali setahun), kita naikan jadi 2 atau menjadi 3. Semuanya perlu kolaborasi dan kerja keras untuk memaksimalkan lahan rawa yang ada,” sambungnya.

Salah satu daerah yang potensi lahan rawa cukup besar adalah Sumsel. Sayangnya, luasan la­han rawa yang baru bisa digarap para petani baru mencapai 128 ribu hektare untuk produksi padi.

Menteri Andi mengatakan saat ini potensi keseluruhan di Sumsel mencapai 500 ribu hektare dengan rata-rata IP 1. Jika IP tersebut bisa dinaikkan menjadi dua kali panen, maka produksi yang ada bisa mencapai 3 juta ton.

“Yang terpenting Sumsel su­dah melakukan di tahun-tahun sebelumnya di periode pertama sebanyak 68.000 hektare dan ini sudah dikerjakan tinggal dilanjutkan. Produksinya be­sar sekali karena di atas rata-rata nasional yakni 5,4 ton per hektare. Dengan demikian kita harus optimis Indonesia bangkit dan bisa swasembada pangan,” katanya.

Selain di Sumsel, Kalsel juga memiliki potensi lahan rawa yang cukup luas. Disana, Andi Amran akan menyulap lahan rawa seluas 200 ribu hektare untuk penanaman komo­ditas strategis dalam menopang produksi nasional. Upaya yang dilakukan dalam optimasi lahan rawa tersebut bisa melalui reha­bilitasi dan selebihnya dibangun menjadi lahan sawah.

“Indeks pertanaman lahan sawah rawa di sana satu kali setahun, kita akan naikkan men­jadi dua kali. Maka, kita akan membangun tanggul sepanjang sungai, agar tersedia air dan tidak terjadi banjir,” katanya.

Dia optimis dapat membangun dan mengoptimalkan lahan rawa di Kalsel melalui pro­gram Selamatkan Lahan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi). Lokasi tersebut dulunya mengalami kendala yang menghambat pertanaman. Namun dengan program Serasi, manajemen air ditingkatkan dan memungkinkan pertanaman pada musim hujan, yang sebelumnya sulit karena risiko banjir.

Lebih lanjut, Amran menegas­kan, kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak juga terus dilakukan. Di antaranya dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk melakukan Gerakan Nasional Ketahanan Pangan 2023 untuk Indonesia Maju.

Menurutnya, kolaborasi dengan TNI penting dilakukan karena pangan merupakan aspek yang paling strategis bagi sebuah negara. Kolaborasi ini penting untuk menjaga dan memastikan petani tetap semangat untuk berproduksi.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo