TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Surpres Sudah Di Meja Pimpinan DPR

RUU Koperasi Mau Hadirkan Lembaga Mirip OJK Dan LPS

Laporan: AY
Minggu, 26 November 2023 | 13:25 WIB
Anggota DPR Komisi VI Mufti Aimah Nurul Anam. Foto : Ist
Anggota DPR Komisi VI Mufti Aimah Nurul Anam. Foto : Ist

JAKARTA - Komisi VI DPR siap menggodog revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang telah berusia 30 tahun ini. UU lama ini dinilai minim perlindungan terhadap anggota sehingga malah menyuburkan koperasi-koperasi nakal.

Anggota Komisi VI DPR Mufti Aimah Nurul Anam mengatakan, perkoperasian saat ini memiliki banyak persoalan seperti kasus Koperasi Simpan Pinjam Indosurya dan sejumlah koperasi gagal bayar. “Atas dasar itu, kami sangat setuju, sangat semangat atas rencana inisiatif Pemerintah soal RUU Perkoperasian ini,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Mufti mengusulkan sejumlah aturan yang perlu ditambah dalam revisi ini Di antaranya, memperkuat kembali peran Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai lembaga yang khusus menaungi koperasi-koperasi di seluruh Indonesia. Sehingga kehadiran koperasi-koperasi nakal ini bisa dicegah.

“Dekopin ini harus tetap ada. Maka harapan kami, tidak perlu banyak lembaga yang menangani koperasi ini, cukup dinaungi Dekopin,” usul politisi Fraksi PDI Perjuangan ini.

Mufti berharap, Dekopin bisa menjadi lembaga yang fokus dan bertanggung jawab mengawal uang yang disalurkan anggota-anggota koperasi. Selain itu, RUU Koperasi ini hendaknya mengatur juga Lembaga Penja­min Simpanan (LPS) Koperasi. Perannya sama dengan LPS di perbankan, yakni, menjamin simpanan nasabah dan aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

LPS adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang nomor 24 tahun 2004. Tugas LPS ialah menjamin simpanan seluruh nasabah perbankan di Indonesia dan melakukan resolusi bank. “Jadi bisa menjamin atas keamanan dari uang anggota yang ada di koperasi,” usulnya

Peran LPS ini, sambungnya, bisa diperkuat melalui lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk koperasi. Dia yakin, pengaturan yang baik Dekopin, LPS Koperasi, dan OJK Koperasi, akan menjadikan penga­wasan terhadap koperasi di Indonesia menjadi jauh lebih baik. “Sejalan LPS, kami berharap juga ada OJK untuk koperasi,” tambahnya.

Anggota Komisi VI DPR Amin Ak berharap, pembahasan RUU Koperasi ini bisa disegerakan. Apalagi, Surat Presiden (Surpres) terkat RUU Perkoperasian ini sudah masuk ke meja Pimpinan DPR.

“Kami bersyukur Surpres ini sudah diterima (Pimpinan DPR) karena banyak juga praktisi koperasi yang selalu bertanya kepada kami, kapan mulai diba­has revisi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 ini,” ujarnya.

Amin menegaskan, para praktisi dan pelaku perkoperasian merasa, undang-undang eksisting sekarang ini tidak cu­kup memberikan perlindungan kepada mereka. Sejatinya, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkopera­sian ini sudah pernah mengalami satu kali perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012. Namun belakangan, undang-undang ini digugat oleh sejumlah kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2014.

Kemudian pada 28 Mei 2014, MK mengeluarkan putusan yang menyatakan membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Putusan MK ini membuat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan ber­laku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya undang-undang baru.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Mas­duki melaporkan, pihaknya telah menyelesaikan tahap pengharmonisan RUU tentang perubahan ketiga atas UU Ko­perasi.

“Tahap pengharmonisasian­nya telah diselesaikan dan su­dah disampaikan permohonan kepada Presiden melalui surat kami pada 16 Agustus lalu,” sebut Teten.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo