TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Siapa Yang Diuntungkan, Bila Pilkada Dipercepat

Oleh: Farhan
Rabu, 27 Desember 2023 | 09:25 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Jadwal Pilkada serentak tahun 2024 diusulkan untuk dimajukan, dari November ke September. Usulan mempercepat jadwal Pilkada datang dari pihak Pemerintah. Pertanyaannya, bila Pilkada dimajukan, siapa yang bakal diuntungkan?

Awalnya, usulan untuk memajukan jadwal Pilkada serentak 2024 datang dari Pemerintah lewat payung hukum Perppu. Belakangan rencana itu berubah. Percepatan jadwal dilakukan melalui revisi Undang-Undang Pilkada.

Revisi UU Pilkada ini kemudian menjadi inisiatif DPR dan sudah disetujui dalam rapat paripurna, Selasa 21 November 2023. Tercatat, 6 fraksi setuju dengan revisi UU Pilkada. Sedangkan 2 fraksi, yakni Demokrat dan PKB setuju dengan catatan. Sementara PKS jadi satu-satunya fraksi yang menolak revisi tersebut.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, alasan untuk memajukan jadwal Pilkada dari November ke September. Pertama, saat ini ratusan daerah dipimpin Penjabat (Pj) sejak 2022 dan terjadi kekosongan kepemimpinan per 1 Januari 2025. Pertimbangan lainnya, mengantisipasi irisan tahapan krusial antara Pemilu dan Pilkada. Termasuk potensi Pilpres 2024 digelar dua putaran pada Juni tahun depan.

Tito pun mengusulkan waktu kampanye calon kepala daerah dipersingkat menjadi 30 hari. Selain itu, kewenangan Penjabat tidak sebesar kepala daerah definitif.

"Kepala daerah hasil pilkada, yang mendapatkan legitimasi, lebih kuat karena dipilih oleh rakyat," jelas Tito.

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera masih ngotot agar Pilkada serentak dilaksanakan sesuai jadwal, yakni November 2024. Hal ini untuk mengantisipasi beban kerja penyelenggara Pemilu, bila Pilpres berlangsung 2 putaran.

"September akan banyak tahapan yang beririsan. Semua perlu dijalankan dengan seksama dan penuh ketekunan," kata Mardani saat dihubungi, Selasa (26/12/2023), malam.

Baginya, alasan Mendagri agar Pilkada dimajukan kurang masuk akal. Misalnya, soal alasan Tito tentang terjadinya kekosongan kekuasaan di daerah.

Padahal, lanjut Mardani, soal kekosongan kekuasaan itu sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Kata dia, semua kepala daerah yang berakhir 2025 tetap bisa menjabat. "Sehingga alasan kekosongan bisa dipatahkan. Tetap saja November 2024," tegasnya.

Menurutnya, jika Pilkada dimajukan, akan menguntungkan mereka yang dekat dengan para penguasa. "Jika September 2024, masih dalam kekuasaan rezim Jokowi. Lebih baik dilaksanakan pada ke masa kepresidenan yang baru," usul politisi PKS ini.

Juru Bicara Fraksi PKB Abdul Wahid mengatakan, percepatan Pilkada 2024 akan memicu kompleksitas masalah hukum dan politik. Kalau ini terjadi, jelas yang akan dirugikan adalah kepentingan masyarakat.

Wahid lantas menyindir soal keputusan paripurna untuk menyetujuinya dilakukannya revisi UU Pilkada. Kata dia, proses pengambilan keputusan dan kesimpulan atas pendapat masing-masing fraksi terkesan grasa-grusu. Sehingga tak menangkap aspirasi dari masing-masing fraksi secara utuh.

Hingga saat ini, kata Wahid, PKB masiu keberatan jika Pilkada dimajukan menjadi September 2024. "Kesepakatan pelaksanaan di November 2024 itu telah diatur dalam undang-undang yang dahulu diputuskan secara matang dan telah menjadi kesepakatan fraksi-fraksi di DPR dengan Pemerintah. Termasuk Presiden RI," tegasnya.

Wahid menilai, saat ini tidak ada kegentingan maupun urgensi dari percepatan pelaksanaan Pilkada 2024. Begitu pula dengan alasan yang diajukan Pemerintah agar kepala daerah bisa lebih cepat bekerja pada Januari 2025.

“Kalau saat ini pembahasan RUU terkait isu yang sama maka bisa memunculkan kerancuan,” tuturnya.

Wahid khawatir, jika Pilkada 2024 dipercepat akan memicu berbagai dampak negatif. Termasuk anggapan adanya kepentingan politik dari penguasa. "Kami khawatir keputusan-keputusan besar termasuk percepatan atau pemunduran waktu Pilkada akan kian memanaskan situasi politik jelang Pemilu 2024," urainya.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai, penguasa paling diuntungkan bila Pilkada serentak dimajukan. Sebab, pemerintah yang ada sekarang, yakni Presiden dan para menterinya, masih berstatus sebagai penguasa.

"Sekarang rakyat sensitif karena banyak perubahan regulasi yang ditengarai untuk mendukung kepentingan tertentu," ungkap Adi.

Adi juga mengkritik alasan Pemerintah yang ingin Pilkada dimajukan hanya mengada-ada. Kalau terjadi kekosongan, kata dia, jabatan Pj daerah masih bisa diperpanjang.

Soal siapa yang diuntungkan dari memajukan jadwal Pilkada, Adi menjawab tentu Pemerintah. "Mereka yang punya akses terhadap kekuasaan saat ini. Berlaku umum terhadap semua partai dan calon," tuturnya.

Sementara, pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, rencana Pilkada dimajukan dari November ke September 2024 sarat dengan kepentingan penguasa rezim.  Dia curiga, Presiden Jokowi masih berpeluang untuk cawe-cawe dalam urusan Pilkada.

"Kalau pada September terselenggaranya, maka Pak Jokowi masih jadi Presiden, karena belum selesai. Dalam konteks tertentu, Pak Jokowi masih bisa memenangkan anak dan menantunya kalau mau maju menjadi wali kota maupun gubernur," pungkas Ujang.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo