TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kurangnya Sosialisasi, Banyak Masyarakat Belum Tahu Soal Pemilu

KPU Ngapain Aja

Laporan: AY
Rabu, 17 Januari 2024 | 08:00 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Hari pencoblosan kurang dari sebulan lagi. Namun, di sisa waktu yang sudah mepet begini, ternyata masih banyak masyarakat yang belum tahu soal Pemilu. Banyak masyarakat yang masih bingung dengan teknis pemungutan suara, termasuk jumlah surat suara yang akan dicoblos. Duh, KPU ngapain aja ya...
Waktu pencoblosan Pemilu Serentak akan digelar pada 14 Februari 2024 atau tinggal kurang dari sebulan lagi. Namun, banyak pihak yang mengeluhkan soal minimnya sosialisasi yang dilakukan KPU kepada masyarakat.
Sejumlah masyarakat yang ditemui Redaksi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi mengakui, sudah tahu bahwa Pemilu 2024 akan digelar tanggal 14 Februari. Namun, terkait detail soal Pemilu, seperti parpol peserta pemilu, caleg DPR dan DPD, jumlah kertas suara, mayoritas masyarakat tidak tahu.

“Saya tahunya Pilpres ada 3 calon. Kalau caleg, bingung. Nggak kenal juga. Dengar-dengar nanti ada akan banyak kertas suara di TPS,” ungkap Roni, pedagang Nasi Goreng di Bekasi.

Calon Senator DPD dari Dapil Jakarta Fahira Idris menilai, sosialisasi pemilu harus ditingkatkan lagi. Khususnya, sosialisasi pemilu kepada pemilih pemula.
“Populasi pemilih pemula atau mereka yang baru pertama kali memilih pada Pemilu 2024, cukup besar sehingga harus ada sosialisasi khusus bagi mereka soal tata cara pencoblosan agar suaranya tidak sia-sia,” ujar Fahira dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Anggota DPD RI ini mengungkapkan, pemilu di Indonesia paling rumit dan kompleks di dunia. Selain karena harus mencoblos banyak surat suara dalam satu pemilihan, tata cara pencoblosannya juga rentan membuat suara tidak sah.
“Misalnya saja, jika ada pemilih pemula yang mencoblos lebih dari satu caleg atau parpol yang disukainya karena tidak paham bahwa hanya boleh mencoblos satu kali, maka suara tidak akan sah,” tuturnya.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah menuturkan, perhatian publik saat ini lebih dominan pada kampanye capres dan cawapres. Pemberitaan media massa juga lebih masif pada aktivitas capres-cawapres, sementara porsi pemberitaan caleg sedikit.

“Kampanye caleg tenggelam dalam ingar bingar kampanye dan pemberitaan capres-cawapres,” kata Hurriyah.

Disisi lain, caleg ditugaskan untuk ikut mengampanyekan calon presiden yang diusung partainya. Kondisi ini, menurut Hurriyah, membuat beban kampanye caleg semakin besar. ”Caleg harus bekerja untuk kampanye presiden, partai, dan dirinya. Kondisi ini membuat caleg membutuhkan energi lebih besar,” katanya.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan, pelaksanaan pemilu serentak membuat publik tidak antusias terhadap pemilihan DPR dan DPD. Firman khawatir, saat hari pencoblosan, warga belum menentukan pilihan pada calon DPR dan DPD.
“Masuk bilik suara terus blank (kosong), tidak tahu mau mencoblos siapa dan akhirnya dipilih caleg yang tidak mereka kenal secara mendalam,” ujar Firman.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menyebut, masih banyak kelompok masyarakat yang belum menentukan pilihan dan akan menggunakan hak pilih. Dari survei yang dimilikinya, Ray memprediksi tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 akan berkisar di 70 persen.

Saat ini saya melihat tingkat partisipasinya masih datar-datar saja. Paling tinggi mungkin 70 persen,” kata Ray.
Ia lalu membeberkan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilpres 2014 sebesar 69,6 persen. Angka tersebut naik menjadi 81,9 persen pada Pilpres 2019. Menurut dia, tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 tinggi lantaran muncul isu hoaks yang membuat pemilih bersemangat datang ke TPS.

Saat ini, kata Ray, semangat pemilih untuk datang ke TPS dinilai masih biasa saja. Menurut dia, ada beberapa alasan yang membuat tingkat partisipasi masih datar. Ada kelompok yang belum tahu ada pemilu, termasuk soal batas waktu pindah TPS yang tenggatnya habis pada 15 Januari 2024.
Tak hanya pemilih yang tinggal di daerah, mereka yang di kota juga banyak yang belum tahu soal persyaratan yang harus dilengkapi untuk mengurus pindah TPS. Kelompok lain, ada juga yang mengganggap pemilu tidak berdampak langsung pada kehidupannya.

Bukan tidak aware terhadap pemilu. Namun mereka menganggap siapapun yang menang akan sama saja,” ujarnya.

Ia mengungkapkan Litbang Kompas pada Desember lalu yang menunjukkan sebanyak 89,2 persen responden menyatakan akan menggunakan hak pilihnya. Sisanya, 10,4 persen masih ragu-ragu atau belum menentukan.

Dalam survei Pilpres, sebanyak 28,7 persen responden belum menentukan pilihan undecided voters. Kelompok ini terdiri dari mereka yang tidak memiliki ikatan ideologis dengan capres-cawapres, dan sebagian lagi tidak menggunakan atau merahasiakan pilihannya.
Menurut Ray, KPU harus melakukan strategi khusus untuk meningkatkan antusiasme pemilih yang didominasi pemilih muda. Kata dia, bukan hanya KPU sosialisasi juga harus dilakukan oleh pemerintah dan peserta pemilu. Jangan sampai, semangat anak muda untuk datang ke TPS menjadi luntur.
Senada disampaikan Direktur Eksekutif Perludem Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, penyelenggara pemilu harus transparan terkait dara dan informasi pemilu.

“Karena transparansi akan menumbuhkan partisipasi publik,” kata Khairunnisa, saat dikontak Redaksi, Selasa (16/1/2024).

Soal partisipasi pemilih, Khairunnisa menyebut dari hasil sejumlah survei disebutkan pemilih mau hadir ke TPS. Ini pertanda baik. KPU harus mampu menjaga tingginya partisipasi pemilu pada 2019 yang mencapai angka 80 persen.
Selain itu, kata dia, yang juga penting adalah pemilih berpartisipasi tidak hanya pada hari H saja, tapi juga di seluruh tahapan pemilu. Misalnya, ikut memantau tahapan-tahapan pemilu.

Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menyampaikan, kesuksesan pemilu memang sangat tergantung dari partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak politiknya. Karena itu, ia berharap KPU terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat menyalurkan hak pilihnya.
“Saya berharap KPU terus melakukan sinergi dengan berbagai kelompok masyarakat, kelompok pemerhati pemilu serta stake holder lainnya, agar dapat membantu KPU melakukan sosialisasi sampai ditingkat Desa bahkan RT dan RW,” harap Guspardi, saat dikontak, Selasa.

Sementara itu, Anggota KPU August Mellaz mengkalim pihaknya sudah secara masif melakukan sosialisasi kepada masyarakat termasuk bagi masyarakat yang mengajukan pindah memilih untuk Pemilu 2024.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo