TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Pemprov Banten Pastikan Bayar Gaji P3K

Reporter & Editor : AY
Selasa, 05 Agustus 2025 | 09:57 WIB
Sekda Prov Banten Deden Apri­andhi Hartawan. Foto : Ist
Sekda Prov Banten Deden Apri­andhi Hartawan. Foto : Ist

SERANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten memastikan menganggarkan pembayaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Akibat kebijakan itu, sebanyak 9 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Banten harus bersiap menerima penurunan pendapatan pada tahun depan.

 

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Deden Apri­andhi Hartawan mengatakan, berdasarkan perhitungan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), pengangkatan tenaga honorer menjadi P3K akan menambah persentase belanja pegawai pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten tahun 2026.

 

Menurut dia, anggaran gaji untuk P3K akan membuat postur belanja pegawai dalam APBD Provinsi Banten Tahun Ang­garan (TA) 2026, menjadi lebih dari 30 persen. Saat ini, belanja pegawai pada APBD masih di angka 24 persen.

 

Pak Gubernur sudah menga­jukan relaksasi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu), agar belanja pegawai bisa lebih dari 30 persen, karena ada tambahan anggaran untuk gaji P3K. Selain itu, beliau juga telah meminta bantuan, agar Pemerintah Pusat mengucurkan dana untuk gaji mereka," ujar Deden dalam keterangannya, dikutip Senin (4/8/2025).

 

Jika usulan Gubernur Banten, Andra Soni, ke Kemenkeu ter­kait relaksasi persentase belanja pegawai dan bantuan anggaran tak dikabulkan, lanjutnya, Pem­prov harus melakukan skema kedua. Pihaknya akan melaku­kan efisiensi belanja pegawai berupa pemotongan tunjangan kinerja (tukin) para ASN di Pemprov Banten.

 

"Agar persentase belanja pegawai dalam APBD tidak melebihi 30 persen, kami akan melakukan pemotongan tukin para ASN, sekitar 20 sampai 30 persen. Perhitungan itu berlaku dalam APBD Tahun Anggaran 2026," jelas dia.

 

Deden menegaskan, Pemprov Banten bukan tidak memiliki anggaran untuk menggaji P3K. Namun, pihaknya terbentur aturan dalam Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerin­tah Daerah, sehingga terpaksa menempuh langkah tersebut.

 

"Sebelum dijalankan, kebi­jakan itu harus disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten. Artinya, ada banyak pihak yang memberi kontribusi ter­hadap pengangkatan P3K di Provinsi Banten," tegasnya.

 

Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) Banten, A Dimyati Natakusumah menegaskan, pemenuhan hak P3K merupakan belanja wajib yang tidak bisa dihindari. Sebab itu, Pemprov Banten tetap menganggarkan pembayaran gaji P3K.

 

Yang namanya pekerja itu belanja wajib. Mau dia PNS, mau dia P3K, itu belanja wajib," ujar Dimyati di Serang, Banten, Senin (28/7/2025).

 

Sebab itu, lanjut dia, bila Pemerintah Pusat tidak memberi dukungan anggaran, Pemprov terpaksa menunda sejumlah kegiatan non-prioritas, dan mengalihkan alokasi belanja untuk menggaji 11.737 P3K di ling­kungan Pemprov Banten.

 

"Kalau pusat yang membiayai, bagus. Tapi kalau daerah, berarti ada kegiatan yang kita tunda. Yang tidak prioritas kami tunda, agar bisa membiayai P3K," imbuhnya.

 

Lebih lanjut, politisi PKS ini menyoroti penurunan target pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Dae­rah (APBD), yang sebelum­nya ditetapkan Rp 11 triliun menjadi sekitar Rp 10 triliun. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh kesalahan perhitungan dan perencanaan anggaran.

 

PAD nggak tercapai, malah berkurang. Saya berharap, di tahun 2026 nggak boleh ada begini lagi," tegasnya.

 

Sementara, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti menjelaskan, struktur belanja men­galami perubahan karena adanya penambahan tarif P3K yang sebelumnya masuk dalam be­lanja barang dan jasa, kini masuk dalam belanja pegawai.

 

"Berpindahnya dari barang dan jasa ke belanja pegawai berimplikasi terhadap manda­tory spending belanja pegawai yang maksimal 30 persen. Ini kita hitung kembali," ujarnya.

 

Dia menjelaskan, terdapat dua skenario yang harus dihitung se­cara cermat, untuk menjaga agar belanja pegawai tidak melam­paui ambang batas. Yakni, me­ningkatkan pendapatan daerah atau melakukan evaluasi dan pengurangan belanja pegawai.

 

"Rumusnya jelas, kalau tidak pendapatan yang ditambah, ya belanja pegawai yang dikuran­gi," imbuhnya.

 

Rina berharap, Pemerintah Pusat memberi kucuran dana tambahan dari Bendahara Umum Negara (BUN), agar beban belanja pegawai tidak menekan struktur APBD lebih lanjut. "Kalau pusat sharing, bisa menurunkan persentase belanja pegawai. Mudah-mudahan," tandasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit