TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

ACT Diduga Tilep 100 M Donasi

Kasus Kakap Ketutup Drama Sambo, J dan E

Oleh: US/AY
Selasa, 09 Agustus 2022 | 09:02 WIB
Mantan Presiden ACT Ahyudin. (Ist)
Mantan Presiden ACT Ahyudin. (Ist)

JAKARTA - Drama kasus Brigadir Nofriansyah Yoshua (Brigadir J), Irjen Ferdy Sambo, dan Bharada Bharada Eliezer (Bharada E) menutup banyak berita besar, termasuk beragam kasus garong merampok uang rakyat.

Salah satu berita yang ketutup kasus drama Sambo, J dan E itu adalah kasus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga menilep duit sumbangan dari Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air yang mencapai Rp 107,3 miliar.

Dittipideksus Bareskrim Polri terus melakukan audit aliran dana ACT soal dugaan penyelewengan dana donasi Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air. Dari hasil audit tersebut, jumlahnya terus bertambah. Polisi mencatat, total donasi yang diselewengkan ACT mencapai Rp 107,3 miliar. Naik dari temuan awal yang hanya Rp 68 miliar.

“Dari hasil pendalaman penyidik Bareskrim Polri dan tim audit bahwa dana sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, diduga sebesar Rp 107,3 miliar,” kata Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Nurul Azizah, kemarin.

Berdasarkan hasil audit ditemukan, dana sosial Boeing yang digunakan untuk kegiatan pembangunan sarana sosial sesuai proposal ahli waris, hanya sebesar Rp 30,8 miliar. Rinciannya; pengadaan armada rice truk sekitar Rp 2 miliar, pengadaan armada program big food bus Rp 2,8 miliar, pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar.

Dana talangan kepada Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan kepada CV CUN Rp 3 miliar, dana talangan kepada PT MBGS Rp 7,8 miliar, dana operasional yayasan (gaji, tunjangan, sewa kantor, dan pelunasan pembelian kantor), dan dana untuk yayasan lain yang terafiliasi ACT.

Sementara berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sekitar 50 persen dana donatur yang dititipkan melalui ACT tak pernai sampai ke tangan penerima donasi. Dari Rp 1,7 triliun dana yang dihimpun ACT, hanya Rp 1 triliun yang benar-benar menyasar program sosial kemanusiaan mereka. Sisanya, uang itu mengalir deras ke kantong-kantong pribadi petinggi ACT.

“Kita melihat dari 50 persennya mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi gitu ya, dan itu kan angkanya masih Rp 1 triliun,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana.

Ironisnya, petinggi ACT menggunakan uang tersebut untuk membeli vila, rumah, dan beragam aset pribadi lainnya. Dana donasi juga digunakan untuk membangun usaha lain yang dimiliki secara pribadi oleh para petinggi ACT.

Ivan juga mengatakan, PPATK sudah memblokir 843 rekening yang diduga menerima aliran dana ACT dan juga rekening anak usaha lembaga tersebut. “Angkanya Rp 11 miliar,” tukas Ivan.

DPR pun mendorong Polri membongkar kasus ini sampai ke akar-akarnya. Anggota Komisi VIII DPR, MF Nurhuda Yusro menyebut, kasus ACT seperti fenomena gunung es.

Kasusnya besar, tetapi banyak yang belum terungkap. Sebab itu, Kementerian Sosial (Kemensos) harusnya bukan hanya memberi izin, tapi juga berwenang mengawasi.

Anggota Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka mengatakan, masalah serupa ACT sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Sehingga penting untuk diungkap dan diadili. Diah menilai, Kemensos harus membangun sistem pengawasan baru terhadap lembaga filantropi. Pasalnya, sistem yang ada saat ini sudah harus dievaluasi.

“Itu dimonitor nggak? Sekretariatnya, penyaluran ke mana? Harusnya ada yang membangun mekanisme audit dan ada sanksi kalau misal ditemukan persoalan. Lembaga ini harus dibangun sistem monitoring,” pesannya.

Politisi PDIP ini juga mengingatkan, lembaga filantropi harus transparan. Jumlah uang yang dikumpulkan dan penyalurannya harus diketahui publik.

Diah pun menyarankan agar Kemensos membuat divisi khusus untuk mengawasi lembaga filantropi.

“Hasil monitor dilaporkan ke publik. Penyakit orang kita kalau monitor, KKN lagi. Jangan sampai terjadi lagi,” pungkasnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Dua tersangka lainnya adalah Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan; serta Novariandi Imam Akbari (NIA), Ketua Dewan Pembina ACT. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo