TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

L a w l e s s

Oleh: Dr. Muhadam Labolo, M.Si
Kamis, 25 Agustus 2022 | 21:11 WIB
Dr. Muhadam Labolo, M.Si. (Dok. Pribadi)
Dr. Muhadam Labolo, M.Si. (Dok. Pribadi)

SEBUAH novel karya Matt Bondurant yang diekstraksi menjadi film layar lebar berjudul Lawless tahun 2012 menarik dijadikan renungan di tengah turbulensi moral penegakan hukum yang kian mencemaskan. Film ini dibintangi aktor muda berbakat Jason Clarke yang pernah bermain di film Transformer.

Sinema itu mendeskripsikan para penegak hukum kehilangan trust dalam mendekatkan keadilan untuk sebuah keluarga miskin di desa terpencil. Kebuntuan meraih keadilan akibat merebaknya korupsi dalam tubuh institusi penegak hukum memicu lahirnya hukum jalanan sebagai alternatif (when the law became corrupt, outlaw became heroes).

Pelajaran pentingnya bahwa, ketika hukum sebagai manifestasi pemerintah mempertontonkan kemandulan, bahkan gagal menjamin keselamatan warganya, ia dengan sendirinya memberi ruang bagi munculnya pahlawan jalanan. Terlepas bahwa aksi yang dilakukan melawan hukum itu sendiri, namun inisiasi warga dapat dipahami hingga terciptanya tertib sosial yang disepakati.

Sebagai representasi hukum yang aktif, kehadiran pemerintah mutlak diperlukan. Tanpa aktivitas pemerintah menjalankan norma, hukum hanyalah kitab tebal yang pasif dalam rak lemari. Kita dapat berharap banyak jika pemerintah melalui organ hukumnya bertindak menjalankan norma di tengah persoalan hukum yang dihadapi. Tentu saja tanpa pandang buluh, bahkan tanpa tedeng aling-aling.

Presensi pemerintah membuktikan dirinya mewakili negara yang adil dan beradab. Keadilan yang diinginkan setidaknya pada tingkat minimal. Sementara keadaban yang diperlukan adalah penghargaan pada setiap kita sebagai human being yang dijamin hak-hak dasarnya oleh konstitusi. Di sini berlaku asas presumption of innocence.

Tugas pemerintah mengendalikan sifat-sifat egois, selfisis, soliter, kejam, keji, kasar, destruktif dan barbarian yang cenderung mengancam integrasi sosial. Manusia pada esensinya jahat. Di situ hukum perlu ditegakkan secara absolutis kata Hobbes (1651). Dengan kesadaran penuh bahwa kita bukan malaikat sehingga kehadiran pemerintah lewat perangkat hukumnya sangat dibutuhkan (Madison, 1751-1836).

Tentu saja kita boleh optimis bahwa kesadaran masyarakat dalam membangun konsensus pada akhirnya akan menetralisir kondisi chaos. Idealisme Godwin (1793) soal tak pentingnya pemerintah dalam hal ini dapat diterima sejauh manusia dapat melakukan perbaikan terus-menerus. Manusia pada dasarnya baik, dengan menyadari bahwa satu-satunya kepentingan tertinggi adalah kepentingan umum dibanding kepentingan individu.

Keadilan pemerintah melalui para penegak hukum diperlukan guna menghindari terciptanya negara alam (state of nature). Situasi itu dapat membawa kita ke dalam perangkap perang saudara (bellum contra omnes). Bahkan pada tingkat ekstrem mencipta homo homini lupus. Tanpa rasa takut, yang lemah pun akan bersatu melawan pemerintahan yang sah.

Menyadari ekses lawless itu, kita perlu menyelamatkan institusi hukum sebagai representasi negara. Meminjam perangkat teoritik hukum Lawrence Friedman (1986), reformasi penting dilakukan terkait tiga aspek utama, yaitu structure of law, subtance of law, dan legal culture. Ketiga aspek itu mesti dilakukan dengan hati-hati dan penuh keseriusan.

Struktur berfungsi menata kelembagaan berdasarkan fungsi penegakan hukum dalam negara. Substansi berkaitan dengan tugas pokok dan prosedur yang mesti diemban agar terhindar dari perilaku abuse of power. Sedangkan legal culture soal bagaimana membangun citra penegak hukum yang friendly dan humanis agar diterima tanpa syarat oleh masyarakat.(*)

*) Penulis adalah analis pada Pusat Kajian Strategis Pemerintahan Jakarta

 

Komentar:
Berita Lainnya
Prof. Dr. Muhadam Labolo.(Dok. Pribadi)
Menjaga Kehormatan
Minggu, 03 Maret 2024
Prof. Dr. Muhadam Labolo. (Dok. Pribadi)
Abstraksi dan Teknikalitas Pemimpin
Selasa, 26 Desember 2023
Prof. Dr. Muhadam Labolo. (Dok. Pribadi)
Dialektika Debat Calon Presiden
Rabu, 13 Desember 2023
Prof. Dr. Muhadam Labolo. (Dok. Pribadi)
Guru dan Kemajuan Jepang
Minggu, 19 November 2023
Prof. Dr. Muhadam Labolo. (Dok. Pribadi)
Menanti Negarawan
Rabu, 15 November 2023
Ilustrasi
Sarjana Joki, Profesor Joki
Sabtu, 27 April 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo