Sri Mulyani Buka Blokir Anggaran 86 T

JAKARTA - Menteri Keuangan buka blokir anggaran senilai Rp 86,6 triliun. Sekarang para menteri silakan belanja.
Pembukaan blokir anggaran diungkap Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara saat konferensi pers APBN KiTa, Rabu (30/4/2025). Pembukaan blokir ini dilakukan agar kementerian/lembaga dapat menjalankan program prioritas pemerintah.
Suahasil menjelaskan, hingga 25 April 2025, Kementerian Keuangan dengan seluruh kementerian/lembaga telah melakukan pengkajian, relokasi, dan membuka blokiran anggaran sebesar Rp 86,6 triliun.
"Sesuai dengan hasil efisiensi belanja. Sesuai arahan Presiden reprioritas pembangunan besarnya Rp 86,6 triliun sudah dilakukan buka blokir," kata Suahasil.
Ia juga memastikan, pembukaan blokir anggaran telah mendapatkan restu Presiden Prabowo Subianto. Tepatnya, setelah Menkeu memberikan laporan, Jumat (7/3/2025).
"Bu Menkeu melaporkan ke Presiden untuk meminta izin melakukan refocusing, pembukaan blokir supaya belanja K/L lebih tajam, lebih prioritas, sesuai dengan prioritas pemerintah," ungkap Suahasil.
Rinciannya, 76 kementerian/lembaga anggarannya telah dibuka lebih dulu senilai Rp 53,49 triliun. Kemudian 23 kementerian/lembaga senilai Rp 33,1 triliun.
Terkait pemblokiran anggaran atau efisiensi, Suahasil mengatakan telah tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 mengatur tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025.
"Kita lakukan amanat Inpres efisiensi belanja di 2025 pada 99 kementerian/lembaga diefisiensikan Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp 50,6 triliun," urai Suahasil.
Pembukaan blokir ini pun meningkatkan angka belanja kementerian/lembaga hingga Maret 2025. Jika dilihat alokasi anggara Januari 2025, belanja kementerian/lembaga tercatat Rp 24,4 triliun.
"Kemudian Februari naik menjadi Rp 83,6 triliun, pada akhir Maret sudah Rp 196,1 triliun, sehingga bulan Maret itu sendiri total belanja Rp 113 triliun," terang Suahasil.
Sebagai catatan, realisasi belanja negara secara keseluruhan tercatat sebesar Rp 620,3 triliun atau 17,1 persen dari target Rp 3.621,3 triliun per 31 Maret 2025.
Realisasi melalui belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 413,2 triliun atau 15,3 persen dari target. Lalu transfer ke daerah Rp 207,1 triliun atau 22,5 persen dari target.
Untuk BPP, sebesar Rp196,1 triliun atau 16,9 persen dari pagu, disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L. Kemudian, ads Rp 217,1 triliun atau 14,1 persen dari pagu disalurkan melalui belanja non-K/L.
Sementara itu, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 516,1 triliun atau 17,2 persen dari target Rp 3.005,1 triliun. Penerimaan berasal dari perpajakan tercatat sebesar Rp 400,1 triliun atau 16,1 persen dari target. Terdiri dari Rp 322,6 triliun dari penerimaan pajak dan Rp 77,5 triliun dari kepabeanan dan cukai. Kemudian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat senilai Rp 115,9 triliun.
Dengan demikian, defisit per Maret sebesar Rp 104,2 triliun atau 0,43 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), setara dengan 16,9 persen dari target APBN 2025.
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengapresiasi kerja Menkeu. Menurutnya, pembukaan blokir terhadap anggaran kementerian/lembaga sebagai progres yang positif.
"Artinya, Kemenkeu musti yakin dengan kondisi penerimaan dan cash flow Pemerintah. Setelah tiga bulan pertama mengalami masalah akibat Coretax dan perlambatan ekonomi," ulasnya saat dihubungi, tadi malam.
Wijayanto berpesan agar para menteri segera membelanjakan anggaran ini. Sebab, akan sangat berdampak bagi perekonomian. Anggaran sebesar Rp 86,6 triliun bisa menahan laju perlambatan ekonomi.
Khususnya, jika belanja Pemerintah diprioritaskan untuk program-program yang berorientasi jangka pendek yang mendorong penciptaan lapangan kerja, dan mengerek daya beli masyarakat. "Misalnya proyek konstruksi padat karya, transfer ke daerah, dan pelonggaran pengeluaran perjalanan dinas," kata Wijayanto.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, belanja Pemerintah merupakan salah satu komponen yang akan mempengaruhi perekonomian. Harapannya, pembukaan blokiran terjadi pada kementerian/lembaga strategis terhadap perekonomian.
Sehingga, ketika para menteri mulai membelanjakan anggaran tersebut, efeknya tidak hanya ke ekonomi. Menurutnya, belanja kementerian dapat membantu Pemerintah dalam menarik pajak dari peningkatan aktivitas ekonomi.
"Sudah tentu ketika pemerintah membuka blokir ini potensi pelebaran defisit anggaran akan terjadi," kata Yusuf.
Jika sebelumnya kementerian/lembaga sudah memiliki daftar belanja, sebenarnya pembukaan blokir hanya memindahkan realisasi yang tadinya bisa dilakukan di awal tahun. Namun, karena efisiensi anggaran, ini dilakukan di bulan Maret atau bulan setelahnya.
Meski demikian Yusuf juga melihat realisasi antar kementerian/lembaga akan cukup bervariatif. Apalagi jika melihat dari pola historis selama ini. Misalnya, ada kementerian/lembaga yang memang punya record cukup baik dalam melakukan realisasi anggaran.
"Namun ada juga kementerian/lembaga yang harus atau membutuhkan waktu dalam mendorong peningkatan realisasi belanja mereka," pungkas Yusuf.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 20 jam yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu