Presiden Prabowo Soal Blok Ambalat Pilih Jalur Damai

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto tidak mau meributkan nama Blok Ambalat yang tidak diakui oleh Malaysia. Prabowo memilih jalur damai dengan Malaysia dalam menyelesaikan sengketa batas wilayah tersebut.
Sebelumnya, Pemerintah Malaysia menolak menyebut perairan yang mencakup Blok ND6 dan ND7 yang disengketakan dengan Indonesia itu, dengan nama Blok Ambalat. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Malaysia memilih menyebut blok kaya minyak itu, dengan nama Laut Sulawesi.
Presiden Prabowo bersikap arif dalam menanggapi hal ini. "Kita cari penyelesaian yang baik, yang damai," ucapnya, usai menghadiri Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, di Gedung Sabuga, Institut Teknologi Bandung (ITB), Kamis (7/8/2025).
Kepala Negara menyatakan, penyelesaian damai ini, perlu iktikad baik dari kedua negara. "Intinya kita mau penyelesaian yang baik," sambungnya.
Soal penamaan blok Ambalat, Malaysia mengacu pada Peta Baru 1979. Mereka menyebut, Blok ND6 dan ND7 sebagai Laut Sulawesi, bukan Ambalat seperti yang digunakan Indonesia.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia Mohamad Bin Haji Hasan mengklaim, Malaysia akan melindungi kedaulatan dan kepentingan bangsanya berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Dia juga menegaskan, putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 2002 tentang Kedaulatan Kepulauan Sipadan dan Ligitan semakin memperkuat posisi wilayah maritim Malaysia di Laut Sulawesi.
Menurut Hasan, setiap terminologi harus digunakan dengan benar. Karena mencerminkan posisi kedaulatan dan hak hukum Malaysia atas wilayah itu. Malaysia akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti Pemerintah Negara Bagian Sabah untuk mempertahankan kepentingan Malaysia di wilayah sengketa.
Meski demikian, Malaysia juga bersedia membuka jalur diplomasi untuk menyelesaikan persoalan itu. "Seluruh perundingan terkait masalah ini harus dilakukan dengan cara diplomatik, hukum, dan mekanisme teknis yang sesuai kerangka bilateral," tulis Wisma Putra, sebutan Kemenlu Malaysia.
Mengenai peluang pengembangan bersama Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia, Wisma Putra menyebut, sejauh ini belum ada kesepakatan yang dicapai antara Kuala Lumpur dengan Jakarta. Perundingan kerja sama pengelolaan Ambalat masih tahap eksplorasi.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menerima kunjungan PM Malaysia Anwar Ibrahim, 29 Juli 2025. Dalam pertemuan ini, kedua Kepala Negara sepakat menyelesaikan sengketa perbatasan, termasuk Blok Ambalat, secara diplomatik. Termasuk sepakat kerja sama dua negara untuk eksploitasi sumber daya alam yang disebut Joint Development.
Di masa kolonial, batas wilayah di Asia Tenggara tak jelas, hanya didasarkan pada perjanjian kolonial yang tak rinci mengatur zona maritim. Indonesia mengklaim Ambalat merujuk statusnya sebagai negara kepulauan berdasarkan hukum internasional, khususnya prinsip dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982. Klaim ini diperkuat peta historis, perjanjian, serta doktrin hukum yang mengakui karakter kepulauan Indonesia.
Sementara, Malaysia merujuk peta unilateral tahun 1979 yang memasukkan wilayah Ambalat dalam batas maritim mereka. Malaysia mengajukan dasar kedekatan geografis dengan pulau seperti Sipadan dan Ligitan, serta merujuk pernyataan diplomatik sebelumnya.
Blok Ambalat dikenal punya potensi sumber daya alam yang besar. Kementerian ESDM mencatat, salah satu titik di Blok Ambalat Timur, Lapangan Aster, memiliki kapasitas produksi minyak antara 30.000 hingga 40.000 barel per hari.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan pentingnya pengelolaan bersama agar potensi kekayaan alam di Blok Ambalat tak terbuang sia-sia. "Maka akan kerja sama antara BUMN Malaysia dan BUMN Indonesia, representasi untuk bidang migas adalah Petronas dari Malaysia dan Pertamina dari Indonesia," terang Bahlil.
Nasional | 2 hari yang lalu
Opini | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 7 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu