TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

KPK Sita Kembali Aset Mantan Dirjen Kemenaker

Reporter: Farhan
Editor: AY
Senin, 29 September 2025 | 10:05 WIB
Para tersangka kasus di Kemenaker. Foto : Ist
Para tersangka kasus di Kemenaker. Foto : Ist

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita aset milik mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berinisial HAR, pekan lalu.

 

Penyitaan aset ini terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemenaker periode 2019–2023. Aset tersebut berupa dua bidang tanah dan bangunan. 

 

“Yaitu kontrakan seluas 90 meter persegi (m2) di wilayah Cimanggis, Kota Depok dan rumah seluas 180 m2 di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangannya, Minggu (28/9/2025). 

 

Dia membeberkan, kedua aset yang dibeli secara cash atau tunai tersebut diatasnamakan kerabat HAR. “Diduga menggunakan uang dari hasil pemerasan kepada para agen TKA,” tuturnya. 

 

Selain itu, penyidik menemukan fakta bahwa HAR juga meminta dibelikan satu unit mobil Toyota Innova di sebuah dealer di Jakarta kepada seorang agen TKA. Mobil itu kini juga telah disita. 

 

Budi mengungkapkan, penyitaan terhadap sejumlah aset ini dilakukan untuk proses pembuktian perkara, sekaligus upaya awal dalam optimalisasi pemulihan kerugian negara melalui asset recovery. 

 

Selain upaya penindakan ini, KPK juga terus mendorong berbagai langkah pencegahan korupsi di Kemenaker. 

 

“Hal ini untuk menutup adanya peluang bagi oknum-oknum melakukan tindak pidana korupsi, yang ujungnya menciderai kualitas pelayanan bagi publik,” imbuhnya. 

 

Sebelumnya, pada Selasa (2/9/2025) lalu, KPK juga menyita 18 bidang tanah dengan total luas 4,7 hektare (ha). Belasan aset itu disita dari HAR dan JMS, staf Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Ditjen Binapenta & PKK. 

 

“Tanah-tanah yang disita tersebut berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah,” ungkap Budi, Rabu (3/9/2025) lalu. 

 

Aset-aset itu juga diduga dibeli dari hasil pemerasan terhadap para agen TKA, yang dikumpulkan kedua tersangka. Seluruh tanah yang disita diatasnamakan keluarga dan kerabat mereka. 

 

Pada Selasa (19/8/2025), KPK juga telah menyita empat bidang tanah milik Haryanto di Banyumas, Jawa Tengah. Rinciannya berupa 1 bidang tanah dan bangunan seluas 954 meter persegi (m2); 1 bidang tanah serta tanaman tumbuh seluas 630 m2; serta 2 bidang tanah dengan total luas 1.336 m2. Aset-aset tersebut, juga diatasnamakan keluarga, kerabat, dan pihak lainnya. 

 

Kemudian pada (9/7/2025), sejumlah aset juga telah disita. Budi memerinci, aset-aset yang telah disita tim penyidik KPK yaitu, 2 unit ruko di Jakarta senilai Rp 1,2 miliar, 1 unit rumah di Jakarta Selatan sekitar Rp 2,5 miliar dan 1 unit rumah di Depok senilai Rp 200 juta. 

 

Berikutnya, 1 bidang sawah di Cianjur, Jawa Barat senilai Rp 200 juta; serta 2 bidang tanah kosong di Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 800 juta. 

 

Sehari sebelumnya, tim penyidik komisi antirasuah telah menyita 11 aset serta uang tunai dari para tersangka. Total nilai aset dan uang yang disita sejumlah Rp 6,6 miliar. 

 

Budi memerinci, aset yang disita terdiri atas 2 unit rumah senilai Rp 1,5 miliar, 4 unit kontrakan dan kos-kosan senilai Rp 3 miliar, 4 bidang tanah dengan nilai taksiran Rp 2 miliar, serta uang tunai sebesar Rp 100 juta. Aset-aset itu tersebar di wilayah Depok dan Bekasi, Jawa Barat. 

 

Dari para tersangka, penyidik turut menyita 13 unit kendaraan, terdiri atas 11 unit mobil dan 2 unit sepeda motor, yang didapat dari hasil penggeledahan di kediaman para tersangka. 

 

Kemudian, KPK menyita bidang tanah dan bangunan dengan luas total 2.694 meter persegi (m2) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dari tersangka WP. 

 

Kemudian, dari HAR berupa 2 bidang tanah dan bangunan seluas 227 m2, dan 2 bidang tanah seluas 182 m2 di Kota Depok, Jawa Barat; dari DA berupa 1 bidang tanah seluas 802 m2 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan 1 bidang tanah dan bangunan seluas 72 m2 di Kota Depok, Jawa Barat. 

 

Lalu, dari GW berupa 2 bidang tanah dan bangunan seluas 188 m2 di Jakarta Selatan; dari PCW berupa 2 bidang tanah seluas 244 m2 di Kota Bekasi, Jawa Barat, dan 3 bidang tanah dan bangunan seluas 172 m2 di Jakarta Selatan; dan dari JS berupa 9 bidang tanah dengan total luas 20.114 m2 di Karanganyar, Jawa Tengah. 

 

KPK menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta PKK) periode 2024-2025, H; Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020-2023, S; Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) periode 2017-2019, WP; Direktur PPTKA periode 2024-2025, DA. 

 

Selanjutnya, Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK tahun 2019-2021 sekaligus PPK PPTKA tahun 2019-2024 dan Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA tahun 2021-2025, GW; serta tiga Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK tahun 2019-2024 PCW, JMS, dan ALF. 

 

Selama periode 2019-2024, jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai Direktorat PPTKA dari pemohon RPTKA berjumlah sekitar Rp 53,7 miliar. 

 

Dari jumlah itu, para tersangka menerima besaran uang pemerasan bervariasi. HAR menerima Rp 18 miliar, S menerima Rp 460 juta, WP Rp 580 juta, dan DA Rp 2,3 miliar. 

 

Kemudian, yakni PCW menerima Rp 13,9 miliar, GW Rp 6,3 miliar, AE Rp 1,8 miliar, dan JS Rp 1,1 miliar. 

 

Selain itu, KPK mencatat adanya dana tambahan sebesar Rp 8,94 miliar yang diduga dibagikan kepada sekitar 85 orang pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk uang ‘dua mingguan’. 

 

Para tersangka menggunakan uang hasil korupsinya untuk keperluan pribadi, termasuk pembelian aset atas namanya sendiri maupun keluarganya. 

 

Sejauh ini, KPK telah menerima pengembalian uang dari para tersangka sebesar Rp 8,61 miliar. Uang-uang itu disetorkan para tersangka ke rekening penampungan. 

 

Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit