Antrean Haji Diusulkan Sama Untuk Seluruh Indonesia
Dahnil Anzar Simanjuntak: Penyamarataan Antrean Untuk Keadilan Jemaah

JAKARTA - Usulan Kementerian Haji dan Umrah agar masa antrean jemaah haji di seluruh provinsi disamaratakan menjadi 26,4 tahun menuai perbincangan publik. Usulan ini disebut akan menghapus ketimpangan masa tunggu antar daerah.
Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf mengungkapkan, usulan tersebut diajukan ke Komisi VIII DPR RI dalam rapat tertutup pada Selasa (30/9/2025).
Menurut Irfan, mekanisme pembagian kuota yang baru diharapkan bisa menghapus ketimpangan masa tunggu antar daerah, sekaligus menyamakan besaran nilai manfaat yang diterima jemaah.
Dengan menggunakan antrean itu, maka akan terjadi keadilan yang merata baik dari Aceh sampai Papua, antreannya sama, 26,4 tahun,” kata Irfan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Irfan menambahkan, mekanisme pembagian kuota ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain memangkas antrean daerah-daerah yang sangat panjang, dengan mekanisme ini, pembayaran nilai manfaat juga akan disamakan.
“Kita menyampaikan usulan itu kepada Komisi VIII DPR, dan mudah-mudahan dalam waktu segera kita akan mendapat kepastian mana yang akan kita pakai,” tutur Irfan.
Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menambahkan, bahwa penetapan kuota per provinsi sebelumnya menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Untuk itu, lanjut Dahnil, ke depan pembagian kuota harus sesuai dengan perintah Undang-Undang.
“Setelah kami kaji mendalam, pilihan penentuan kuota berdasarkan lama tunggu di provinsi masing-masing, menghasilkan prinsip berkeadilan,” ujar Dahnil kepada Redaksi, Rabu (1/10/2025).
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Andhyka Muttaqin menilai usulan penyamarataan masa tunggu haji 26,4 tahun ini bertujuan mengurangi ketimpangan antrean dan membawa unsur keadilan. Namun, kata dia, pelaksanaannya sangat sensitif dan berisiko menimbulkan kegaduhan, jika dilakukan tiba-tiba tanpa aturan turunan, sosialisasi, dan perlindungan transisi.
Karena undang-undang dan aturan turunannya, mengatur pembagian kuota serta prioritas, perubahan seperti ini memerlukan penyesuaian dan sosialisasi yang jelas, agar tidak menimbulkan pertentangan teknis,” jelas Andhyka kepada Redaksi, Rabu (1/10/2025).
Untuk mengetahui pandangan Dahnil Anzar Simanjuntak mengenai penyamarataan masa tunggu haji, berikut wawancaranya.
Apa dasar pertimbangan Kementerian Haji dan Umrah mengusulkan penyamarataan masa tunggu haji menjadi rata-rata 26,4 tahun untuk seluruh provinsi?
Amanat Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Nomor 8 Tahun 2019 perubahan ke-3, Pasal 13. Terang dan jelas disebut dan diatur, terkait penentuan atau pembagian kuota haji per provinsi dengan menggunakan dua pendekatan.
Apa saja itu?
Pertama, jumlah penduduk muslim di provinsi. Kedua, berdasarkan daftar tunggu jemaah haji di provinsi tersebut, atau gabungan di antara keduanya. Jadi kami merujuk dan patuh melaksanakan Undang-Undang.
Memang selama ini bagaimana?
Karena selama ini pembagian kuota per provinsi mengabaikan Undang-Undang. Sejak 2022 hal ini menjadi temuan dan rekomendasi BPK RI untuk dibenahi dan harus taat Undang-Undang.
Sebenarnya bagaimana kesenjangan masa tunggu antar provinsi saat ini?
Setelah kami kaji mendalam, pilihan penentuan kuota berdasarkan lama tunggu di provinsi masing-masing menghasilkan prinsip berkeadilan. Karena secara waktu, semua provinsi di Indonesia lama tunggunya untuk berangkat haji akan sama, yakni 26 tahun.
Kalau selama ini?
Nah, selama ini, dengan formulasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara Undang-Undang, ada yang lama tunggu 48 tahun seperti di Sulawesi, ada yang 35 tahun, ada yang 15 tahun, ada juga yang 19 tahun. Itu tidak adil. Sehingga, dengan merujuk Undang-Undang menggunakan pendekatan jumlah daftar tunggu, maka semuanya jadi sama lama tunggunya.
Ada manfaat lainnya?
Tentu, dari sisi uang nilai manfaat yang diterima jemaah juga jadi berkeadilan, karena jemaah mendapat nilai manfaat yang sama karena lama tunggu yang sama, tidak seperti saat ini.
Jika penyamarataan masa tunggu diterapkan, bagaimana mekanisme teknisnya akan dijalankan agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi calon jemaah?
Di tahap awal, pasti akan menyebabkan turbulance atau goncangan karena kesemrawutan selama ini. Kami benahi agar sesuai dengan amanat Undang-Undang. Pasti akan menyebabkan perubahan signifikan, karena akan berdampak ada provinsi yang kuota hajinya naik drastis, namun ada juga yang turun drastis. Ini berdampak terhadap persiapan teknis penyelenggaraan haji dan psikologis. Makanya, kami akan bicara lebih lanjut untuk memitigasi semua dampak tersebut.
Hukum | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu