TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Wawancara Eksklusif Dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa

Kecepatan Saya Baru Gigi Tiga, Belum Full Speed Lho

Reporter & Editor : AY
Jumat, 03 Oktober 2025 | 08:58 WIB
Menkeu Purbaya (baju putih) saat wawancara eksklusif dengan Tim Rakyat Merdeka Group dipimpin Kiki Iswara (baju biru). Foto : Ist
Menkeu Purbaya (baju putih) saat wawancara eksklusif dengan Tim Rakyat Merdeka Group dipimpin Kiki Iswara (baju biru). Foto : Ist

JAKARTA - Belum sebulan duduk di kursi Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa langsung bikin gebrakan. Kebijakan perdananya adalah menggelontorkan Rp 200 triliun dana pemerintah ke Bank-bank Milik Negara (Himbara), empat hari setelah dia dilantik Presiden Prabowo pada 8 September 2025.

 

Dana jumbo itu diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang disimpan di Bank Indonesia (BI). Tujuannya, meningkatkan likuiditas perbankan agar penyaluran kredit bisa lebih deras. 

 

“Dampaknya langsung terasa. Likuiditas di bank bertambah, bunga turun, kredit akan tumbuh, dan ekonomi lebih cepat berputar,” ujar Purbaya saat menerima tim Rakyat Merdeka Group di Prosperity Tower, Jakarta, Selasa (30/9/2025) malam.

 

Tak hanya itu, Purbaya juga membuat sejumlah gebrakan lain. Seperti mengejar para pengemplang pajak, dan memutuskan tidak menaikkan cukai rokok. 

 

Gaya bicara Purbaya sangat taktis dan ceplas-ceplos. Ada yang khawatir gaya komunikasi ini akan mengguncang pasar. Tapi Purbaya santai saja. “Kalau mengguncang, ya saya mengguncang yang positif,” seloroh peraih gelar doktor ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat ini. 

 

Malam itu, Purbaya tampil sederhana dengan kemeja putih lengan panjang dipadu jaket hitam. Selam dua jam, lulusan S1 Teknik Elektro ITB ini menjelaskan soal ekonomi tanpa bikin dahi berkerut. Omongannya lugas, penuh semangat dan percaya diri. Sesekali, menyelipkan humor dan umpatan kecil yang membuat tawa seisi ruangan. Obrolan santai malam itu, dilakukan sambil makan malam. Menunya: nasi kuning dibungkus daun kelapa dengan lauk telur, daging sapi, dan tempe orek. 

 

Dari Rakyat Merdeka, hadir Direktur Utama/CEO Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara, Direktur Pemberitaan Ratna Susilowati, Wakil Pemimpin Redaksi Kartika Sari, Pemimpin Redaksi RM Digital Firsty Hestyarini, dan Asisten Redaktur Eksekutif Bambang Trismawan. 

 

Berikut petikan wawancaranya. 

 

Begitu dilantik sebagai Menteri Keuangan, Bapak langsung berlari. Kecepatan Bapak sekarang berapa? Atau kalau mobil itu ibaratnya sudah gigi berapa? 

 

Ya, baru gigi tiga. Belum full speed lho. Nanti kalau istri saya sudah pulang, baru full speed ha…ha…ha… Yang penting istri ada, karena kalau nggak ada istri, saya susah tidur. (Istri Menteri Purbaya, Ida Yulidina, sedang berada di luar negeri). 

 

Mengapa pertumbuhan ekonomi setahun terakhir melambat dan langkah konkret apa yang Bapak ambil untuk mengatasinya? 

 

Salah satu alasan utama ekonomi melambat setahun terakhir adalah karena likuiditas yang minim. Ekonomi seolah dicekik. Pertumbuhan susah sekali, seakan tinggal tunggu runtuh saja. Ketika saya ditugaskan menjadi Menteri Keuangan, saya ubah sedikit. Kita injeksikan Rp 200 triliun ke sistem perekonomian. 

 

Dampaknya langsung terlihat. Likuiditas di perbankan bertambah signifikan. Bank-bank kecil yang biasanya kesulitan likuiditas di akhir September menuju Oktober, sekarang lebih mudah. Itu dampak pertama dari gelontoran dana tadi. 

 

Lalu bunga bank mulai turun, deposito turun. Nanti bunga pinjaman juga ikut turun. Kredit pasti akan tumbuh. Biasanya kalau bank punya dana besar, mereka terpaksa menyalurkannya ke sektor produktif. Kalau nggak, bank akan rugi. Itu mendorong ekonomi lebih cepat. 

 

Bagaimana mengawasi dana Rp 200 triliun yang ditempatkan di Himbara? Ada kekhawatiran, bank kebanjiran likuiditas... 

 

Itu kita serahkan ke bank. Sebenarnya sukasuka bank mau ditaruh di mana. Mereka lebih tahu menyalurkan ke sektor mana yang optimal. Mereka pasti lebih jago dari saya. Yang penting kredit mengalir, bukan dipakai untuk beli dolar. Kita pantau pertumbuhan base money (uang tunai yang beredar di masyarakat, Red) tiap bulan. Semua ada ilmunya, tidak asal. 

 

Selanjutnya injeksi dana Rp 200 triliun itu akan kita monitor terus berapa pertumbuhan base money di sistem perekonomian, sehingga tidak kepanasan atau tidak menimbulkan inflasi yang berlebihan atau tidak menimbulkan tekanan ke rupiah. Akan kita monitor dari bulan ke bulan. Nanti uangnya juga akan kita adjust sesuai dengan kondisi pertumbuhan ekonominya. Jadi itu ada ilmunya, tidak sembarangan. 

 

Jadi teman-teman yang ribut bilang, oh nanti kebanyakan likuiditas, ya itu pesan sponsor dari bank aja kali. Supaya uang ditarik lagi, supaya mereka bisa main golf lagi. Sekarang mereka nggak berani main golf. Takut saya datang ke lapangan golf ha…ha…ha… 

 

Kapan publik bisa merasakan dampak nyata dari kebijakan injeksi likuiditas ini? Apakah ada jaminan ekonomi segera membaik? 

 

Saya berharap akhir Oktober sudah terlihat pertumbuhan kredit lebih tinggi. Tapi dampak ke perekonomian secara agregat biasanya butuh waktu. Di Amerika Serikat delay-nya 14 bulan. Di Indonesia kira-kira 4 bulan. Jadi Januari kita sudah bisa melihat kondisi ekonomi yang lebih baik. Dengan kebijakan ini, saya yakin kuartal IV akan lebih bagus dibanding kuartal III. Jadi jangan kaget kalau data kuartal III masih melambat. Karena sebelumnya ekonomi memang “dicekik”. Tapi tren kuartal IV akan membaik signifikan. Di kuartal IV kita akan lihat pertumbuhan yang lebih bagus dari kuartal III. 

 

Sambil menunggu pemulihan, kita pastikan program pemerintah untuk masyarakat miskin seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), MBG (Makan Bergizi Gratis), dan lain-lain tetap jalan. Jadi stabilitas tetap terjaga sambil menunggu recovery masyarakat bawah masih bisa hidup dengan baik. Tahun depan, kalau fiskal dan moneter jalan bersamaan, tumbuh 6 persen nggak susah-susah banget. Tapi mungkin baru terlihat di semester II-2026. 

 

Apakah semester II tahun depan pertumbuhan ekonomi sudah bisa mencapai 6 persen? 

 

Iya, semester dua tahun depan. Bisa juga lebih cepat, tapi saya nggak boleh terlalu optimis ha…ha…ha… Yang penting, sekarang kita melihat pembalikan arah ekonomi yang kemungkinan akan terjadi atau terlihat di data bulan triwulan keempat tahun ini. 

 

Harapannya nanti Januari, Februari tahun depan sudah kelihatan? 

 

Januari, Februari orang akan merasakan suasana ekonomi yang berbeda. Sekarang kalau kita jalan-jalan muter-muter sudah beda kan? Saya lihat orang-orang sudah berani jajan dan jalan di mall. Mereka merasa keadaan sudah lebih stabil. 

 

Agar ekonomi bisa tumbuh 7-8 persen seperti target Presiden, strategi apa yang akan ditempuh? 

 

Paling sederhana, perbaiki dulu moneter dan likuiditas. Setelah itu, kita percepat investasi. Saya bentuk tim “debottlenecking”. Tim ini akan menyelesaikan segala hambatan di bidang investasi. Nanti setiap Senin, saya terima laporan 7–8 kasus hambatan investasi dan kita selesaikan cepat. Sekarang lagi diproses Kepres (Keputusan Presiden)-nya. Mungkin saya Menteri Keuangan pertama yang tiap minggu undang pengusaha. Biar saya nggak nganggur juga. 

 

Kalau nggak gitu saya nganggur ha…ha…ha… Kalau pertumbuhan ekonomi naik, bagaimana dengan inflasi? 

 

Banyak orang salah kira. Pertumbuhan ekonomi itu tidak otomatis bikin inflasi tinggi. Ada batas namanya “potential growth rate” (tingkat pertumbuhan ekonomi maksimum yang bisa dicapai, tanpa menimbulkan inflasi, Red). Hitungan saya, sekitar 6,5-6,7 persen. Selama pertumbuhan di bawah itu, inflasi tidak akan melonjak. Jadi jangan takut. 

 

Kalau kita lihat pengalaman sebelumnya, inflasi tinggi itu bukan karena pertumbuhan, tapi gara-gara harga minyak (dunia) melonjak, biaya produksi naik, atau karena perang. Jadi, menaikkan uang untuk memacu ekonomi tidak otomatis bikin inflasi berlebihan. Banyak orang keliru di situ. 

 

Mereka sering tanya, apakah pertumbuhan memicu inflasi? Jawabannya, tidak selalu. Memang ada teori yang bilang begitu, tapi itu hanya terjadi kalau pertumbuhan ekonomi melewati laju pertumbuhan potensial. Kalau tidak, ekonomi bisa tetap tumbuh tanpa inflasi meledak. Tentu saja, itu butuh proses, tidak bisa instan. 

 

Bagaimana dampaknya ke lapangan kerja? 

 

Kalau berdasarkan hitungan konservatif, setiap 1 persen pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) menciptakan 400 ribu pekerjaan. Jadi kalau tumbuh 5 persen, ada 2 juta lapangan kerja baru. Kalau 6 persen, ada 2,4 juta, dan kalau 7 persen, ada 2,8 juta. Itu lapangan kerja formal, bukan sekadar informal seperti ojek online. Bukan berarti yang informal jelek, tapi kita harus ciptakan pekerjaan yang lebih baik dan berkelanjutan. 

 

Bapak dikenal bergaya “cowboy”. Sementara menteri keuangan di banyak negara biasanya dikenal konservatif, berbicara hati-hati, karena takut mengguncang pasar. Bagaimana bapak menanggapi ini? 

 

Saya nggak pernah bilang saya cowboy. Orang-orang yang bilang saya kayak cowboy. Tapi semua pernyataan saya sudah dihitung sebetulnya. Kalau mengguncang pasar pun, saya pastikan guncangannya positif. Kayaknya sembarangan, tapi sebetulnya nggak. Sudah kami hitung semua. Karena pengalaman saya sudah cukup lama di pasar dan di ekonomi juga sudah muter-muter. Jadi sudah tahu ilmunya. 

 

Saya pernah bertugas di tiga Kemenko. Kemenko Perekonomian, Kemenko, Polhukam, dan Kemenko Maritim dan Investasi. Dulu saya pernah pimpin tim debottlenecking (2016–2019). Dari 300 kasus, 193 berhasil diselesaikan, terkait investasi Rp 894 triliun. Jadi pengalaman itu sudah ada. 

 

Gaya Bapak sangat unik. Dapat Inspirasinya dari mana ya? 

 

Nggak ada inspirasi khusus. Yang saya sampaikan itu kan hanya basic pengetahuan ekonomi yang memang harus dimiliki seorang menteri di bidang ekonomi. Kalau saya bicara soal ilmu ekonomi, itu bukan hal yang aneh. Ilmu ekonomi itu kan sederhana. Ekonomi itu kan ilmu tentang mempelajari perilaku manusia, yang relatif nggak akan berubah. Kecuali ada perubahan drastis dalam kehidupan masyarakat. Butuh satu atau dua generasi untuk benar-benar berubah. Nah, yang saya omongkan itu ya esensi dari economic knowledge. 

 

Sekarang Bapak juga Ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), memimpin koordinasi dengan BI, OJK, dan LPS. Bagaimana sinerginya? 

 

Saya belum genap sebulan menjabat. Rapat KSSK dilakukan tiga bulan sekali. Hubungan saya dengan BI (Bank Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) baik. Yang jelas, saya pastikan rapatnya nanti tidak akan membosankan. Saya tidak akan hanya bicara angka-angka, tapi juga interpretasi kondisi ekonomi nyata. Kalau hanya angka-angka, kita seperti tidak sedang mengamati ekonomi yang betul-betul terjadi. 

 

Satu lagi Pak, Bagaimana komunikasi Bapak dengan Pak Prabowo? 

 

Baik. Sangat baik.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit