TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

PanAm Dan Ansett Airlines Tumbang

Indonesia Tak Boleh Lengah

Reporter & Editor : AY
Jumat, 17 Oktober 2025 | 09:24 WIB
Garuda Indonesia. Foto : Ist
Garuda Indonesia. Foto : Ist

JAKARTA - Sejarah industri penerbangan global mencatat tumbangnya dua maskapai legendaris: Pan American Airways (PanAm) di Amerika Serikat dan Ansett Airlines di Australia. Keduanya pernah menjadi simbol kejayaan nasional, namun akhirnya lenyap akibat ketidakhadiran negara saat krisis datang. Tanpa perlindungan, keduanya tak sempat bertransformasi dan akhirnya ditinggalkan pasar tanpa kembali.

 

Hari ini, Garuda Indonesia berada di persimpangan sejarah yang serupa dan bukan untuk pertama kalinya. Sebagai maskapai nasional, Garuda memikul peran yang jauh melampaui sekadar fungsi komersial. Ia menjadi wajah diplomasi udara Indonesia, membuka akses ke wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), serta menjembatani konektivitas ekonomi, logistik, dan sosial di seluruh penjuru Nusantara. 

 

Permohonan penyertaan modal sebesar Rp 30,31 triliun kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menandai langkah strategis untuk mengamankan kesinambungan operasional dan transformasi Garuda. Dalam konteks ini, dukungan terhadap Garuda tidak sekadar dimaknai sebagai keputusan investasi, melainkan bagian dari mandat negara untuk menjaga kedaulatan langit, memperkuat struktur industri penerbangan nasional, dan memastikan simbol negara tetap hadir dan berdaya saing di pentas internasional. 

 

Hendri Satrio, analis kebijakan publik, menyampaikan: “Danantara menjalankan mandat ini bukan semata demi menyelamatkan Garuda Indonesia, tetapi demi menjaga kehormatan negara. Langkah ini bukan hanya strategis, melainkan juga mencerminkan komitmen terhadap masa depan kebanggaan nasional. Kita tidak memiliki pilihan lain selain memastikan Garuda tetap mengangkasa lebih maju, lebih kompetitif, dan mampu bersaing secara sehat di tengah industri penerbangan global yang kian dinamis. Menjaga keberlangsungan Garuda Indonesia berarti menjaga simbol, marwah, dan kedaulatan kita sebagai bangsa.” 

 

Bisnis maskapai penerbangan sendiri bukanlah usaha yang mudah dijalankan, bahkan dalam kondisi ekonomi yang stabil. Dalam dua tahun terakhir, sejumlah maskapai besar di berbagai belahan dunia turut tumbang. Jetstar Asia, anak usaha Qantas di Singapura menutup operasinya pada Juli 2025. Air Belgium bangkrut pada April 2025 akibat tekanan biaya dan operasional. Flybe di Inggris kembali kolaps pasca-relaunch. Viva Air Colombia menghentikan operasinya pada Februari 2023 karena gagal merger dan lonjakan harga avtur. Di Brasil, Voepass Airlines kehilangan izin terbang karena masalah tata kelola dan keselamatan. 

 

Fenomena ini memperkuat bukti bahwa negara-negara di dunia tetap memberikan dukungan pada flag carrier mereka bukan karena semata-mata mengejar keuntungan, tetapi karena perannya yang strategis. Flag carrier adalah wajah negara. Mereka memba­wa turis, pelaku bisnis, dan diplomasi luar negeri. Menjaganya adalah bagian dari menjaga daya saing nasional dan menjaga aliran devisa masuk. 

 

Gatot Rahardjo, analis aviasi senior dan mantan anggota tim restrukturisasi Garuda, menyatakan, “Yang dibutuhkan Garuda bukan sekadar pendanaan, tetapi mitra yang mampu mendorong restrukturisasi menyeluruh.” Ia menambahkan bahwa banyak armada Garuda Indonesia masih tidak aktif karena keterbatasan biaya perawatan. Dukungan dari Danantara bisa mengaktifkan armada, menambah kapasitas produksi, dan memperkuat efisiensi operasional berbasis teknologi. 

 

Liza C. Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, memperkirakan bahwa suntikan modal Danantara akan memperbaiki struktur keuangan Garuda secara signifikan, “Ekuitas bisa meningkat menjadi sekitar 350 juta dolar AS, current ratio mencapai 1,5 kali, dan liabilitas berkurang melalui konversi pinjaman pemegang saham.” 

 

Rencana penyertaan modal mencakup dua skema: setoran tunai dan konversi pinjaman pemegang saham menjadi saham baru. Garuda juga telah menyiap­kan rencana alokasi penggunaan dana secara terstruktur mulai dari kebutuhan operasional dan perawatan armada, penguatan modal anak usaha Citilink, ekspansi armada, hingga pelunasan utang pembelian bahan bakar. 

 

Dengan langkah-langkah tersebut, sinyal pemulihan sudah mulai terlihat. Data semester I-2025 menunjukkan bahwa meskipun jumlah armada operasional masih terbatas, pendapatan rata-rata per armada meningkat 1,3 persen menjadi 15,88 juta dolar AS. Kinerja ini menjadi indikasi bahwa Garuda Indonesia tetap memiliki daya tahan bisnis dan akan mampu bangkit lebih cepat jika struktur pendanaannya diperkuat. 

 

Restrukturisasi Berkelanjutan: Dimulai dari Puncak 

 

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 15 Oktober 2025 menjadi momen penting dalam tahapan restrukturisasi Garuda. Dalam agenda tersebut, pemegang saham menyetujui susunan manajemen baru yang memperkuat dimensi tata kelola dan profesionalisasi baik dari sisi kapasitas finansial, operasional, maupun transformasi budaya perusahaan. 

 

Dua nama asing di jajaran direksi Balagopal Kunduvara (Direktur Keua­ngan dan Manajemen Risiko) dan Neil Raymond Mills (Direktur Transformasi menjadi simbol keseriusan arah baru ini. 

 

CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa penempatan ekspatriat ini bukan kebetulan atau tren semata, melainkan keputusan strategis berbasis analisis kebutuhan dan manfaat jangka panjang. 

 

“Ya memang ini berkaitan tentunya dengan ekspat yang kita tempatkan di dalam Garuda. Ya karena ini kita mau menunjukkan bahwa kita serius,” ungkap Rosan dalam pernyataan publik pada Kamis, 16 Oktober 2025. Ia menjelaskan bahwa figur-figur tersebut memiliki rekam jejak panjang di maskapai global seperti Singapore Airlines dan Iberia Airlines. 

 

Rosan juga membuka peluang bahwa pendekatan serupa akan diterapkan di sejumlah BUMN lain. “Kita akan analisa, kita juga tidak akan ‘oh ini perlu ekspat’. Tapi kita benar-benar analisa bahwa ekspat yang kita bawa ini di BUMN-BUMN itu memang bisa memberikan transfer of technology, knowledge,” ujarnya. 

 

Kebijakan ini sejatinya bukan inisiatif parsial hanya untuk Garuda. Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menyatakan bahwa regulasi sudah diubah untuk memberi ruang legal bagi WNA menempati posisi direksi di BUMN. Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa reformasi ini bertujuan untuk menghadirkan manajemen BUMN yang profesional, efisien, dan bertaraf internasional. Bahkan, beliau menginstruksikan pemangkasan jumlah BUMN secara drastis dari sekitar 1.000 menjadi hanya 200 agar lebih fokus dan kompetitif di pasar global. 

 

Pernyataan ini menandai terbukanya babak baru dalam profesionalisasi BUMN yang tidak hanya dilihat dari sisi efisiensi atau laba semata, melainkan dari kemampuan untuk menciptakan standar baru dalam kepemimpinan, kultur kerja, dan tata kelola korporat. Garuda menjadi pionir dalam eksperimen berani ini dan waktu akan membuktikan sejauh mana model ini dapat direplikasi secara efektif di sektor-sektor BUMN lainnya. 

 

Lebih dari sekadar penyelamatan korporasi, inisiatif ini adalah pilihan strategis sebuah bangsa: apakah Indonesia akan menjaga Garuda tetap mengudara sebagai simbol kedaulatan, diplomasi, dan jembatan Nusantara atau membiarkannya menjadi bagian dari daftar panjang maskapai legendaris yang hilang ditelan waktu.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit