411 Daerah Nol Insiden MBG

JAKARTA - Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejauh ini sudah berlangsung baik. Laporan Indonesia Food Security Review (IFSR) menunjukkan, sebanyak 411 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sukses menjalankan program ini tanpa satu pun insiden keamanan pangan alias nol insiden.
Capaian ini jadi tonggak penting dalam sejarah program gizi nasional. IFSR menilai, keberhasilan tersebut menandai lahirnya budaya baru dalam tata kelola keamanan pangan di tingkat daerah.
“Capaian nol insiden di 411 daerah menunjukkan sistem pengawasan mutu dan rantai pasok gizi berjalan efektif,” ujar Vice Executive Director IFSR, Alfatehan Septianta, Jumat (17/10/2025).
Sejak diluncurkan awal 2025, pelaksanaan MBG terus mengalami peningkatan. Hingga Oktober 2025, tercatat 35,4 juta penerima manfaat setiap hari di seluruh Indonesia, dengan dukungan 11.900 dapur yang beroperasi di 38 provinsi. Angka itu setara tujuh kali populasi Singapura, menjadikan MBG program gizi nasional terbesar di Asia Tenggara.
IFSR menilai, capaian ini tak mungkin terwujud tanpa sinergi lintas sektor antara Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat. “Keberhasilan ini bukti kolaborasi lintas sektor bisa menghasilkan perubahan nyata. Dari hulu sampai hilir, semua pihak menunjukkan tanggung jawab yang sama untuk memastikan anak-anak kita makan aman dan bergizi,” lanjut Alfatehan.
Dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, 411 daerah adalah zona hijau, yaitu yang konsisten menjalankan program tanpa laporan insiden pangan sejak awal tahun. Daerah-daerah itu tersebar dari Aceh hingga Papua Pegunungan. Aceh menjadi salah satu provinsi dengan capaian sempurna, diikuti Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Tengah.
IFSR menyebut, hasil ini diperoleh melalui evaluasi komprehensif, mulai dari pemantauan dapur, audit bahan baku, hingga penelusuran rantai pasok secara berkala. “Ke depan, sistem review MBG akan diperluas agar setiap dapur bisa diaudit secara real time. Standar nol insiden ini akan jadi tolok ukur nasional tata kelola keamanan pangan publik,” terang Alfatehan.
Menurut IFSR, keberhasilan nol insiden tak hanya hasil pengawasan, tapi juga perubahan perilaku dan kesadaran masyarakat. Pemerintah daerah kini lebih aktif mengontrol penyediaan pangan, sementara sekolah dan komunitas ikut mengawasi kualitas makanan harian.
“Keamanan pangan tak bisa hanya bergantung pada regulasi. Ia harus menjadi kesadaran kolektif,” tulis IFSR. dalam laporannya.
MBG merupakan program prioritas nasional yang bertujuan meningkatkan status gizi anak sekolah dan kelompok rentan, sekaligus mendorong pemerataan ekonomi lewat pemberdayaan dapur lokal dan petani kecil. Melalui capaian 411 daerah bebas insiden, pemerintah berhasil membangun sistem pangan sehat dan aman di tengah skala program yang sangat besar.
Ini bukan sekadar angka, tapi bukti bahwa daerah mampu memastikan setiap anak Indonesia makan dengan aman dan bergizi,” tutup Alfatehan.
Memperketat Standar
Badan Gizi Nasional (BGN) tak berpuas diri dengan capaian ini. Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan, pihaknya terus memperketat standar operasional di seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) demi menjaga target nol insiden.
“Kita sedang bekerja keras agar semua SOP dasar dipenuhi dan dilengkapi berbagai upaya tambahan,” ujar Dadan, Kamis (16/10/2025).
Setiap SPPG kini wajib didampingi juru masak bersertifikat minimal selama lima hari pertama operasional. Selain itu, tiap unit dilengkapi alat rapid test untuk bahan baku dan hasil olahan, serta alat sterilisasi khusus bagi peralatan makan.
“Kami juga mewajibkan SPPG menggunakan air yang sudah lolos uji dan memasang filter tambahan untuk mencuci bahan masakan,” tambahnya.
Dadan memastikan, BGN memperkuat kerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna menjamin keamanan pangan di seluruh daerah. “Semua pihak harus bergerak bersama agar tidak ada satu pun anak Indonesia dirugikan karena makanan yang tidak aman,” tegasnya.
Sementara, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan, status “bebas insiden” tak berarti persoalan gizi sudah tuntas. Menurutnya, keberhasilan daerah dalam menjaga keamanan MBG perlu ditinjau lewat tiga aspek lain.
“Kalau bebas insiden artinya tak ada keracunan. Tinggal dilihat tiga hal: apakah gizinya cukup, apakah ada dampak ekonomi setempat, dan apakah MBG-nya berpengaruh pada pendidikan di daerah,” jelas Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.
Prof. Tjandra menilai, nol insiden menunjukkan sistem distribusi yang baik, tapi belum tentu menggambarkan kecukupan gizi penerima manfaat. Ia menegaskan, ukuran utama keberhasilan MBG harus dikaitkan dengan penurunan angka stunting.
Adjunct Professor Griffith University itu menambahkan, bila data menunjukkan perbaikan status gizi anak, barulah bisa disimpulkan program MBG memberi dampak nyata.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu