Pasca Ditranslokasi Dua Hari Badak Cula Satu Mati
Balai TNUK Klaim Mustofa Idap Penyakit Kronis Bawaan
PANDEGLANG - Badak Jawa Cula Satu (Rhinoceros sondaicus) yang merupakan warisan dunia bernama Mustofa, dikabarkan telah mati pada Jumat, 7 November 2025. Kematian itu terjadi pasca dua hari (Rabu, 5 November 2025) ditranslokasi ke Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang-Banten.
Dalam siaran persnya Nomor: SP.544/T.12/TU.4/KSA.03.01/B/11/2025, tanggal 27 November 2025, pihak Balai (TNUK) mengklaim, kematian si cula satu (Badak Jawa) bernama Mustofa itu bukan karena faktor ditranslokasi, akan tetapi si cula satu telah mengidap penyakit kronis bawaan yang sudah lama diderita.
Kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono, upaya pelestarian Badak Jawa melalui translokasi individu untuk penguatan populasi kembali dihadapkan pada tantangan alamiah. Seekor Badak Jawa bernama Musofa yang menjalani perawatan intensif di JRSCA TNUK, dinyatakan tidak dapat diselamatkan akibat kondisi penyakit kronis bawaan yang sudah lama diderita.
Ardi Andono mengklaim, proses translokasi Musofa telah melalui perencanaan matang, melibatkan para ahli konservasi satwa liar dari dalam dan luar negeri, dokter hewan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta berbagai mitra konservasi.
Translokasi ini katanya, merupakan sesuatu kebutuhan konservasi jangka panjang bagi spesies ini mengingat kondisi DNA yang sudah tidak baik lagi, sehingga perlu upaya breeding sistematis, termasuk pendekatan Assisted Reproductive Technology (ART) dan biobank bahkan untuk gen editing.
Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian IPB University bahwa populasi Badak Jawa, DNA-nya hanya terdiri dari haplotype 1 dan haplotype 2, untuk haplotype 1 telah mengalami inbreeding 58,5 persen sedangkan haplotype 2 adalah 6,5 persen.
“Seluruh prosedur dilaksanakan sesuai standar konservasi internasional, dengan simulasi, penilaian etik, serta kesiapan logistik dan pengamanan. Musofa dipindahkan tanpa luka atau cedera, namun penyakit kronis yang lama diderita menjadi tantangan medis yang tidak dapat diatasi,” klaimnya dalam siaran pers yang diunggah di website resmi TNUK.
Menurut Ardi, translokasi ini merupakan tonggak penting dalam konservasi satwa liar Indonesia karena Musofa adalah Badak Jawa pertama yang ditranslokasi, bagian dari strategi jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan populasi di alam, memperkuat keanekaragaman genetik, dan mengelola habitat secara terukur dan aman.
Ardi menjelaskan kronologis peristiwa tersebut, dimulai saat Musofa berhasil masuk pit trap pada 3 November 2025. Kemudian, proses pemindahan dilakukan setelah mempertimbangkan faktor cuaca ekstrem dan keselamatan satwa.
Musofa tiba di JRSCA pada 5 November 2025 dengan kondisi stabil dan menunjukkan respons adaptasi yang baik pada fase awal. Tim dokter hewan memberikan observasi ketat dan penanganan kesehatan sejak hari pertama.
“Namun, pada 7 November 2025, Musofa mengalami penurunan kondisi klinis. Tim medis pun segera memberikan penanganan darurat sesuai standar penyelamatan satwa liar. Sayangnya pada sore di hari yang sama, Musofa dinyatakan tidak dapat diselamatkan,” jelasnya.
Nekropsi dilakukan oleh tim patologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University untuk memastikan penyebab kematian Musofa. “Pemeriksaan menunjukkan adanya penyakit kronis yang sudah berlangsung lama pada lambung, usus, dan otak, infeksi parasit dalam jumlah signifikan, serta tanda degenerasi jaringan,” paparnya.
“Ditemukan pula luka lama akibat perkelahian di alam, yang menjadi faktor tambahan, namun bukan penyebab utama,” sambungnya.
Temuan ini memberikan gambaran penting bagi peningkatan standar pengelolaan kesehatan Badak Jawa di habitat alaminya.
Balai TNUK bersama IPB University, akademisi lainnya, dan mitra konservasi akan menyiapkan langkah lanjutan berupa analisis komprehensif untuk penguatan deteksi dini penyakit, pengelolaan habitat, dan pemantauan kesehatan populasi.
“Kepergian Musofa merupakan kepedihan bagi kami dan tim di lapangan, namun juga menjadi momentum refleksi atas kompleksitas konservasi spesies langka. Semangat, dedikasi, dan ilmu pengetahuan yang telah dicurahkan dalam operasi ini akan terus menjadi fondasi bagi upaya perlindungan Badak Jawa, guna memastikan keberlangsungan spesies kebanggaan Indonesia bagi generasi mendatang,” tandasnya.
Laporan Pemeriksaan Patologi Anatomi
Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan di Institut Pertanian Bogor, tanggal pemeriksaan pada 8 November 2025.
Anamnese: Badak mengalami kelemahan umum dan mendadak mati pada Jumat, pukul 14.00 di TNUK. Sebelum mati terdapat indikasi perubahan tingkah laku berupa disorientasi ringan dan limbung saat penurunan Badak dari truk.
Pihak Institut Pertanian Bogor itu, telah melakukan pemeriksaan umum luar dan pemeriksaan jaringan dan organ. Ada tiga poin kesimpulan hasil pemeriksaan tersebut, pertama yakni berdasarkan temuan pemeriksaan saat nekropsi diduga Badak telah berusia lebih dari 45 tahun dari data gigi, dan kematian badak diduga akibat kelemahan umum yang kronis yang terjadi jauh sebelum penangkapan dan translokasi dilakukan.
Kedua, kematian badak lebih disebabkan kondisi hipoproteinemia parah akibat infestasi berat parasit di saluran pencernaan, dan juga otot yang menyebabkan timbunan cairan di otak menyebabkan gangguan koordinasi dan paru-paru menyebabkan penurunan kadar oksigen darah sehingga Badak mengalami kelemahan umum.
Ketiga, hasil pemeriksaan nekropsi menunjukkan tidak adanya aktivitas translokasi yang menyebabkan kerusakan jaringan/organ hingga membuat kematian. Termasuk dari hasil nekropsi dan histopat tidak ada indikasi kematian akibat gangguan organ sebab perlakuan sedasi (standing anestesi).
Hasil pemeriksaan yang ditandatangani Prof. drh. Bambang Pontjo P, MS. PhD. APVet. Telah memberikan dua poin saran, pertama yakni, Diupayakan target satwa yang akan ditangkap diketahui usianya yang muda dan produktif sesuai data yang dimiliki.
Dan kedua, melihat kondisi keparahan kasus infestasi cacing, apabila memungkinkan dilakukan pemberian obat cacing untuk program deworming secara non invasif, seperti menggunakan umpan pakan yang disi obat cacing.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
















