TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Siswa Terpapar Konten Kekerasan

Waspada Pengaruh Buruk Digital, Tunggu Anak Siap

Reporter & Editor : AY
Rabu, 03 Desember 2025 | 09:24 WIB
Menteri Komdigi Meutya Hafid . Foto : Ist
Menteri Komdigi Meutya Hafid . Foto : Ist

JAKARTA  - Ledakan di SMAN 72 Jakarta menjadi pengingat, rawannya anak-anak dan remaja terpapar konten kekerasan di sosmed. Pelaku ledakan, seorang siswa yang kerap mengakses konten kekerasan. Kasus ini memperlihatkan besarnya pengaruh dunia digital terhadap anak. Karena itu, banyak kalangan berharap implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tunas, berjalan cepat. Sehingga pelindungan anak di ruang digital dapat berjalan efektif. 

 

Paparan konten merupakan salah satu resiko anak mengakses konten internet. Dari olah TKP, polisi menyimpulkan pelaku F merakit bom berbahan potassium chloride yang ia pelajari dari tutorial di internet. 

 

Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyebut F merupakan remaja tertutup yang gemar mengakses konten kekerasan. Temuan itu didapat dari pemeriksaan 16 saksi. Termasuk orang tua, guru, hingga teman sekolah. Polisi menduga paparan negatif di dunia digital ikut mendorong perilaku F. 

 

Kasus ini menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Kepala Negara meminta jajarannya menekan pengaruh buruk dunia digital terhadap pelajar. Termasuk game online yang menormalisasi kekerasan. “Presiden meminta kita mencari jalan keluar terhadap pengaruh game online,” kata Mensesneg Prasetyo Hadi.

 

Kekhawatiran Presiden sangat berala san. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Eddy Hartono mengatakan, ruang digital kini menjadi medium propaganda, rekrutmen, dan pendanaan kelompok teror. 

 

Sepanjang 2024, puluhan ribu konten kekerasan terdeteksi. Sedikitnya 13 anak dari berbagai daerah terhubung melalui permainan daring Roblox. Interaksi yang awalnya hanya bermain bergeser ke platform tertutup seperti Telegram dan WhatsApp. Di ruang tertutup itulah doktrin ekstrem disebarkan. “Ini tantangan besar bagi semua pihak,” ujar Eddy.

 

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menyebut, ancaman terhadap anak kini bukan hanya dari pergaulan keliru. Namun juga dari layar ponsel. Internet membuka ruang tanpa batas, tetapi dunia maya juga bisa menuntun anak ke dunia gelap. 

 

Kawiyan menjelaskan, game online tanpa batas usia dan durasi sering memaparkan anak pada risiko besar. “Dalam banyak kasus, permainan yang berlebihan dan tidak sesuai batasan usia membuat anak terpapar dampak ne gatif,” kata Kawiyan, kepada Redaksi, Jumat (29/11/2025). Menurut dia, menghadapi situasi ini, implementasi PP Tunas dan Peta Jalan AI perlu segera dijalankan. 

 

“Saya yakin jika diimplementasikan dengan baik, kedua regulasi tersebut akan dapat memberikan pelindungan anak di ruang digital. Termasuk mencegah anak dari pengaruh negatif konten negatif semua sistem elektronik apakah itu game online, media sosial, serta paparan berbahaya lainnya,” paparnya. 

 

Kawiyan menyebut, yang tak kalah penting adalah edukasi kepada orang tua. “Banyak orang tua belum mampu mengedukasi, mendampingi, dan mengawasi anaknya di ruang online,” ungkapnya. 

 

PP Tunas, Tameng Baru Lindungi Anak 

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menerbitkan PP Tunas karena menyadari besarnya ancaman ruang digital terhadap anak. PP Tunas ditetapkan Presiden pada 28 Maret. Saat ini Komdigi sedang menyusun Peraturan Menteri yang mengatur lebih lanjut PP Tunas. Regulasi ini merupakan turunan UU Perlindungan Anak, UU Perlindungan Data Pribadi dan UU ITE. 

 

PP Tunas memuat lima poin penting. Pertama, keselamatan anak harus diutamakan dibanding kepentingan bisnis. Selama ini platform digital menikmati trafik dari anak-anak tanpa tanggung jawab memadai. PP Tunas mengubah logika itu. 

 

Kedua, larangan profiling data anak. Data pribadi anak tak boleh dijadikan komoditas, apalagi pintu masuk iklan atau konten berisiko. Ketiga, penerapan batas usia dan kewajiban persetujuan orang tua. Akun tidak bisa dibuat sembarangan. Konten yang tak sesuai usia bisa otomatis diblokir. Keempat, larangan menjadikan anak sebagai komoditas digital. Anak bukan target pasar, bukan angka impresi, dan bukan objek eksploitasi. Kelima, sanksi tegas bagi platform yang melanggar. 

 

Menteri Komdigi Meutya Hafid menyebut Indonesia menjadi negara kedua setelah Australia yang memiliki aturan khusus perlindungan anak di ranah digital. Pemerintah, kata dia, melihat paparan media sosial dan game dengan fitur komunikasi makin berisiko bagi anak. Data UNICEF menunjukkan anak Indonesia menghabiskan rata-rata 5,4 jam sehari di internet; 50 persen pernah terpapar konten dewasa; dan 45 persen mengalami perundungan digital. Tanpa pendampingan orangtua atau guru, risiko itu meningkat tajam. Karena itu, pembatasan akses media sosial bagi anak usia 13–18 tahun dinilai penting. 

 

Meutya menjelaskan PP Tunas sudah berlaku, meski implementasinya masih dalam masa transisi. “Kami berharap tahun depan PP Tunas bisa diterapkan 100 persen,” ujarnya di Gedung Sapta Pesona, Rabu (19/11/2025).

 

Komdigi memberi waktu bagi platform untuk menyesuaikan teknologi mereka. Setelah itu, aturan wajib dijalankan penuh. “Platform perlu mempercepat pembaruan teknologi agar bisa mengidentifikasi pengguna anak dan membatasi akses ke area berisiko tinggi,” tegasnya. 

 

Meutya menjelaskan, sejumlah platform sudah mulai bergerak. Roblox, Instagram, dan TikTok misalnya, dilaporkan menambah fitur perlindungan anak. Instagram misalnya menerapkan Teen Accounts otomatis untuk pengguna 13–17 tahun: akun dibuat privat sejak awal, interaksi diperketat, dan konten sensitif seperti kekerasan, nudity, serta promosi prosedur kecantikan difilter otomatis. Selain PP Tunas, Komdigi juga menerapkan Indonesia Game Rating System (IGRS) sejak Oktober. Sistem ini mewajibkan setiap game mencantumkan klasifikasi usia dan kategori konten. 

 

Sementara Dirjen Komunikasi Publik dan Media (KPM) Kemkomdigi Fifi Aleyda Yahya mengatakan, PP tunas mengatur platform digital wajib menyediakan fitur keamanan dan pengaturan yang disesuaikan dengan usia pengguna. “Jadi, aturan ini bukan untuk membatasi, tapi untuk melindungi anak-anak. Kami ingin mereka tumbuh sebagai anak yang hebat,” ujar Fifi. 

 

Dengan sistem pemilahan konten yang lebih ketat, anak-anak diharapkan tidak lagi terpapar konten negatif dan hanya mengonsumsi materi yang sesuai usia. PP Tunas, kata Fifi, menjadi dasar untuk membentuk generasi yang bukan hanya cerdas dan melek digital, tetapi juga beretika dan mampu memilah konten positif dan negatif. Namun, keberhasilan perlindungan anak di media sosial memerlukan kolaborasi luas. Mulai sekolah, pesantren, orangtua, hingga tenaga pendidik. “PP Tunas tidak mengambil alih peran orang tua, merekalah garda terdepan mendampingi anak memanfaatkan sisi baik dari dunia digital,” kata Fifi. 

 

Fifi mengajak semua pihak bersama-sama memastikan implementasi PP Tunas berjalan maksimal. Insiden di SMA 72 adalah alarm, bukan kasus tunggal, yang bisa saja terjadi di tempat dan waktu lain. Anak hari ini menjadi generasi paling terekspos konten berbahaya. “Setiap hari anak tanpa perlindungan, maka itu merupakan celah baru bagi resiko digital,” lanjut Fifi. 

 

Pengamat sosial Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menyambut baik hadirnya PP Tunas. Menurut dia, dengan aturan tersebut orangtua kini memiliki pegangan. Mereka tidak lagi berjuang sendirian menghadapi derasnya arus informasi. Negara ikut memagari, platform digital ikut bertanggung jawab, dan sekolah ikut membekali literasi. Dia berharap, PP Tunas diterapkan penuh. Di saat yang sama, dia mendorong kampanye sosial dilakukan secara masif. “Karena itu, PP Tunas harus dimanfaatkan sebagai alat kampanye dari tingkat daerah agar kesadaran publik mengenai etika digital meningkat,” ujarnya. 

 

Menurut dia, penerapan PP Tunas harus berjalan seiring dengan peningkatan kesadaran publik. Pelaksanaannya juga perlu melibatkan Polri serta regulasi lain terkait perlindungan anak dan teknologi informasi, agar tersedia sanksi administratif maupun pidana bagi pihak yang melanggar. 

 

Pendidikan paling dasar ada di keluarga. “Karena itu, pendampingan orangtua menjadi kunci dalam menyaring konten digital yang diakses anak,” pungkasnya. 

 

PP Tunas bukan soal mengontrol anak. Ini tentang memastikan bahwa dunia digital memperlakukan mereka dengan layak. PP TUNAS adalah pagar, bukan kurungan. Jadi, tunggu anak siap baru masuk ke dunia digital.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit