TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Belajar Jauh Di Negara Orang

Jangan Lupa Pulang, Bangun Negeri Kita

Laporan: AY
Senin, 20 Februari 2023 | 10:35 WIB
Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji. (Ist)
Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji. (Ist)

JAKARTA - Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya…”

Petikan salah satu bait dari lagu kebangsaan Indonesia Rayaciptaan WR Supratman ini mungkin bisa menjadi pengingat,bahwa membangun Tanah Air tak hanya dilakukan secara fisik. Namun, dilakukan juga non-fisik, yakni melalui Sumber Daya Manusia (SDM) unggul.

SDM unggul dan berkualitas, menjadi modal penting mem­bangun suatu negara untuk maju dan sejahtera. Kualitas SDM yang baik, adalah salah produk atau output dari pendidikan yang baik pula.

Sayangnya, dari data World Bank tahun 2020, Human Capital Index atau HCI (Indeks Sumber Daya Manusia) Indonesia masih berada pada peringkat 87 dari 174 negara dengan nilai HCI sebesar 0,54, yang notabene masih tertinggal dari beberapa negara di Asia Tenggara.

Presiden Joko Widodo dalam pidato nota keuangan pada 16 Agustus 2020 di Gedung DPR/MPR mengakui, banyak tan­tangan yang dihadapi dalam mewujudkan SDM berkualitas di Indonesia.

Dia memastikan, Pemerintah memprioritaskan SDM berkuali­tas, yang dibuktikan dengan ang­garan pendidikan 20 persen dari APBN yang naik menjadi Rp 608,3 triliun untuk tahun 2023, dari sebelumnya Rp 541,7 triliun di tahun 2022.

Lantas, bagaimana peran negara untuk menciptakan SDM unggul? Mengutip Peraturan Presiden (Perpres) 68/2022, menjadi momentum dalam upaya membangun SDM Indonesia yang berkualitas, terutama me­lalui Pendidikan dan Pelatihan Vokasi.

Menyoal ini, pengamat pendidikan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji berpandangan, Pemerintah memang memberikan banyak program beasiswa pen­didikan untuk berbagai macam kategori.

Namun, masih memiliki banyak keterbatasan. Salah satunya pem­baruan data calon siswa penerima dan kategorinya. Hingga muncul fakta adanya perguruan tinggi yang menghindari atau menolak penerima beasiswa.

Selain itu, jangkauannya, hanya membolehkan mengambil pendidikan di Indonesia saja, baik di perguruan tinggi negeri atau pun swasta.

Jika ingin memperoleh beasiswa sampai ke luar negeri, sebenarnya Pemerintah juga sudahpunya programnya. Salah satunya lewat LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan).

“Tetapi nyatanya di lapangan, LPDP banyak yang tidak tepat sasaran,” keluh Indra, saat di­hubungi Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) 

Indra mengatakan, dalam membangun generasi unggul untuk kemajuan Indonesia, dibutuhkan komitmen yang sangat besar. Tak hanya dari sisi kebutuhan anggaran yang tak sedikit, juga waktu yang lama.

Tidak ada salahnya belajar dari negara lain dalam menerapkan kurikulum yang tepat dan efektif dalam mengembangkan kapasitas SDM.

Sebagai contoh, pendidikan kurikulum di Amerika Serikat (AS). Harus diakui, Amerika menjadi salah satu negara dengansistem pendidikan yang banyak menjadi acuan. Banyak lahir kajian dan keilmuan yang diterapkan dalam berbagai bi­dang.

Di Indonesia, kurikulum in­ternasional yang sudah ada, yakni Cambridge International, Montessori, International Primary Curriculum (IPC) dan beberapa lagi, yang diterapkan di sekolah dasar hingga atas.

Sementara di tingkat perguruan tinggi, ada Sampoerna University yang telah menerapkan kuriku­lum di University of Arizona, dengan mengedepankan analytical and critical thinking.

“Pendidikan di Amerika lebih mengedepankan analis, dan pengembangan bakat dari siswa. Kita dibiarkan untuk berpikir kritis, dan mencari jawabannya lewat diskusi. Ini contoh baik yang bisa diterapkan dalam pendidikan di Tanah Air,” jelas Indra.

Di Indonesia, banyak sekali mahasiswa yang menempuh pen­didikan di Amerika dan kembali ke Indonesia untuk membangun negaranya menjadi negara maju dan berdaya saing global.

Tapi tak sedikit pula yang mesti menelan ludah saat kembali ke Indonesia, tak memiliki akses untuk menerapkan keilmuannya, dan memutuskan kembali ke Amerika. Kenyataan itu men­jadi mayoritas alasan mengapa mahasiswa Indonesia tak ingin kembali ke Tanah Air.

“Di koran dan televisi, saya selalu membaca, melihat, dan mendengar bahwa Indonesia sangat banyak masalah. Itu yang mendorong saya pulang ke Indonesia,” ujar Indra, bercerita sedikit soal kisahnya.

Padahal, Indra saat itu sudah hidup cukup mapan bersama keluarganya di Amerika. Tapi, hal itu ditinggalkan semua demi mewujudkan cita-citanya mem­perbaiki sistem pendidikan di Indonesia.

Kiprahnya di Indonesia dimulaidengan memperkenalkan CALL (Computer-Assisted Language Learning) atau pembelajaran bahasa dengan bantuan komputer, untuk pertama kalinya di berbagai lembaga pendidikan.

Sistem pendidikan kita itu perlu direvolusi. Dimulai dari pemimpin yang komit hingga perencanaan pendidikan yang jelas dan terarah. Termasuk peran dari semua stakeholder, swasta maupun komunitas un­tuk mendukung pendidikan Tanah Air yang berkeadilan dan berdaya saing global menuju Indonesia Emas 2045.

Sampoerna University Jadi Kampus Merdeka.

Melalui program Kampus Merdeka, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim membuat gebrakan dengan memberikan kesempatan bagi mahasiswa memilih mata kuliah sesuai minat.

Kampus Merdeka menjadi wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel, sehingga tercipta kul­tur belajar yang inovatif. Bahkan bisa dianggap meruntuhkan metode pembelajaran di perguruan tinggi yang selama ini terkesan mengekang.

Yang menarik, mahasiswa diberikan kebebasan untuk men­gambil berbagai bentuk kegiatan belajar di luar perguruan tinggi.

Misalnya, melakukan ma­gang/praktik kerja di Industri atau tempat kerja lainnya, mengikuti pertukaran mahasiswa, penelitian, melakukan kegiatan kewirausahaan, membuat studi/proyek independen, hingga mengikuti program kemanusisaan, namun tetap dalam bimbingan dosen.

Sampoerna University men­jadi salah satu universitas yang menerapkan pembelajaran Kampus Merdeka yang komprehensif.

Bahkan sebelum itu, Sampoerna University telah memiliki program yang memungkinkan bagi mahasiswa mendapatkan program seperti Kampus Merdeka, melalui program Double Degree.

Sampoerna University sudah bekerja sama dengan University of Arizona, memberikan kesempatan bagi mahasiswa mendapatkan dua titel dari dua kampus tersebut dalam waktu empat tahun.

Dalam konferensi pers Sampoerna University bekerja sama dengan PWI bertajuk Bright Future: Generasi Indonesia yang Mampu Berdaya Saing Global, Senin (16/1), Rektor Sampoerna University Wahdi Yudhi menekankan, kampusnya menjadi satu-satunya universitas di Indonesia yang menawarkan kurikulum berstandarkan pen­didikan di Amerika.

Dengan standar nasional dan internasional, Sampoerna University berkomitmen memberi­kan kontribusi substantif kepada masyarakat Indonesia melalui pendidikan.

“Ini selaras dengan misi kami mendorong akselerasi pengem­bangan pemimpin masa depan Indonesia yang siap berkompe­tisi di kancah global,” ungkap Wahdi.

Sampoerna University menga­plikasikan sistem pembelajaran khas Amerika yang berlangsung dua arah, serta menggunakan project and case study.

Kurikulum Amerika menggabungkan pengetahuan umum dan interdisiplin menjadi lan­dasan bagi seluruh jurusan.

Dari data US Bureau of Labor Statistics, Amerika menempati urutan pertama sebagai negara yang memiliki sistem pendi­dikan, serta kurikulum terbaik di dunia. Selain itu, The World University Rankings 2023 juga menyebutkan 7 dari 10 universitas terbaik di dunia ada di Amerika.

“Ini membuktikan bahwa sistem pendidikan dan kuriku­lum yang ada di Amerika relevan dengan kebutuhan industri saat ini dan masa mendatang,” katanya.

Diamini Founder & Chief Executive Officer (CEO) Deall Jobs dan Sejuta Cita Andhika Sudarman, yang juga alumni Sampoerna University double degree Universitas di Amerika Serikat ini, dasar kurikulum Amerika adalah analytical and critical thinking.

“Kurikulum Amerika tidak mengutamakan pelajaran ha­falan tanggal dan tahun. Tapi mengutamakan analytical and critical thinking terhadap suatu kasus permasalahan. Mengapa ini sampai terjadi dan bagaima­na,” ungkap Andhika.

Berkat menempuh pendidi­kan di Sampoerna University, Andhika diberi bahkan diberi kesempatan oleh salah satu ivy league university di Amerika untuk memberikan pidato kelu­lusan pada 2020. Dia menjadi satu-satunya orang Indonesia yang memperoleh kesempatan tersebut.

Sampoerna University mem­beri kesempatan bagi mahasiwa untuk penyelesaian kredensial di Indonesia atau melakukan transfer kredit.

Mahasiswa bisa belajar dari Arizona Sampoerna University. Serta bisa mengakses sumber da­ya keduanya secara bersamaan. Dan, menjadi bagian jaringan atau network 295 ribu alumni Arizona di seluruh dunia.

Berdasarkan Center for World University Rankings, University of Arizona saat ini berada di rangking ke-69 dari 20 ribu lebih universitas di dunia. Kemudian, Arizona’s Eller College of Management juga masuk top 20 Universitas S1 di Amerika, untuk program public business.

Metode pembelajaran Sampoerna University ini pun didu­kung oleh Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam.

Menurutnya, apa yang dilaku­kan Sampoerna University men­jadi wujud nyata implementasi Kampus Merdeka.

“Rata-rata nasional lulusan perguruan tinggi membutuh­kan waktu empat bulan untuk mendapatkan pekerjaan, sedangkan alumni program Kampus Merdeka membutuhkan waktu 0,3 hingga 2,8 bulan,” kata Nizam dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group).

Bisa menempuh pendidikan di luar negeri, bahkan hingga ke Amerika barangkali bagi sebagian orang hanya menjadi mimpi. Banyak alasannya, mu­lai dari keterbatasan ekonomi sampai minimnya akses dan kesempatan.

Namun tidak bagi Andhika Hardani Putra (32). Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur ini jatuh bangun untuk bisa melamar beasiswa ke Amerika.

Andhika menempuh S1 jurusan Kedokteran Hewan di Universitas Airlangga, Surabaya, dan bermimpi menjadi dokter hewan spesialis di bidang Veterinay Dermatology (Kulit Hewan).

Pria yang akrab disapa Dhika ini kemudian berkesempatan ex­ternship bidang kulit di Kasetsart University di Thailand tahun 2016 selama satu bulan.

Mendengar ada info residensi dan beasiswa dokter hewan di Amerika, ia langsung memutus­kan keluar dari klinik, pulang ke Surabaya dan mempersiapkan IELTS (International English Language Testing System) hingga dua bulan tidak bekerja alias pengangguran demi fokus persiapan.

“Iya saya ‘bakar’ tabungan belajar sana-sini untuk kursus. Kemudian diterima kerja part-time sebagai dokter hewan di CaroVet, Surabaya sampai tahun 2018. Saya terus berusaha untuk meraih beasiswa ke Amerika,” ucap Dhika saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.

Pada April 2017, dia hanyamenjadi alternate candidate. Dia tak putus asa, terus berjuang un­tuk mendapatkan GRE (Graduate Record Examinations), yang akhirnya diraih pada Juli 2018. Dhika berhasil mendapatkan beasiswa fullbright ke Amerika.

Berkat kerja keras dan usahanya, dia lulus dengan IPK sempur­na, 4.00/4.00 dan mendapat gelar Master of Science in Veterinary Medical Sciences, University of Florida, AS (2018-2020). Kemudian mengambil internship di Dermatology Speciality Intern University of Georgia Veterinary Teaching Hospital (2020-2021).

Mau bagaimana pun jalan yang kita tempuh, penting bagi seorang berdarah Indonesia memiliki tanggung jawab memban­gun negaranya.

Sejauh apa pun kita pergi ke negeri orang, jangan lupa pulang untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi. Karena kalau bu­kan anak muda yang menjadi generasi penerus bangsa, siapa lagi ? rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo