TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Minim Tangkapan Kakap

Firli Disentil Ketua Dewas

Laporan: AY
Senin, 27 Maret 2023 | 08:07 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri. (Ist)
Ketua KPK Firli Bahuri. (Ist)

JAKARTA - Kinerja Firli Bahuri dalam menakhodai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap kurang memuaskan.

Kritikan kali ini datang dari bukan dari orang luar, tapi datang dari orang dalam sendiri, yaitu dari Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean. Menurutnya, Firli cuma urus kasus kelas teri, tapi minim tangkapan kakap.

Pernyataan itu disampaikan Tumpak di kanal YouTube KPK, berjudul Kenal Lebih Dekat Ketua Dewas KPK. Penilaian itu didasari pada pengamatan Tumpak yang melihat pimpinan KPK sekarang lebih banyak menangkap kepala daerah yang terlibat suap dan gratifikasi. Sekalipun ada unsur korupsinya, nilai kerugian negaranya cenderung kecil.

"Kasus-kasus yang kita beri nama dulu 'the big fish'. Itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," kata Tumpak seperti dikutip Minggu, (26/3).

Sejak KPK berdiri tahun 2003, Tumpak merasa 4 tahun ke belakang lembaga antirasuah mulai jarang mengungkap kasus dengan nilai kerugian yang besar. Menurutnya, saat ini KPK lebih banyak mengandalkan operasi tangkap tangan terkait suap yang diberikan pihak swasta kepada penyelenggara negara.

Padahal menurut Tumpak, penindakan KPK itu seharusnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan mensejahterakan mereka. Lantaran uang negara yang dirampok segelintir orang bisa dikembalikan untuk kepentingan publik.

“Sekarang ini sudah banyak yang ditangkap tapi tidak dirasa oleh publik, menurut saya ya ini yah," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Tumpak membandingkan KPK dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang banyak mengungkap kasus-kasus dengan nilai kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara yang besar.

Atas dasar ini, mantan pimpinan KPK periode pertama ini meminta pada Firli cs agar berbenah diri. Menurutnya, dengan semua kewenangan yang dimiliki, harusnya kinerja KPK sekarang bisa lebih baik dalam memberantas tindak pidana korupsi yang berpotensi merenggut hajat hidup orang banyak.

“Apakah memang SDM (Sumber Daya Manusia) kita yang kurang kualitasnya, saya juga nggak tahu. Atau memang kita kurang mampu menemukan kasus-kasus yang gede-gede seperti katakanlah di Kejaksaan Agung,” sebut Tumpak.

Pria berlatar belakang jaksa ini berharap, ke depan kinerja KPK lebih baik dibanding Kejagung dalam hal pemberantasan korupsi. Apalagi Undang-undang telah memberi label kepada KPK sebagai lembaga superbody yang punya kewenangan supervisi.

Dengan kewenangan itu, kata Tumpak, seharusnya KPK bisa menjadi leader atau supervisor dalam pemberantasan korupsi. Lantaran bisa mengambil alih penanganan kasus dari Kejaksaan maupun Kepolisian.

“Kita ini supervisor dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Kita harus lebih pintar daripada yang kita supervisi, kalau sama saja masa kita jadi supervisor, kalo kita lebih rendah, lebih parah lagi,” tandasnya

Di tempat terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman sepakat dengan penilaian Tumpak. Boyamin mengaku sejak awal sudah memprediksi bahwa KPK akan kalah dari Kejagung dalam pemberantasan korupsi.

Pasalnya, kata dia, KPK hanya fokus penanganan kasus yang berbasis OTT dan menjerat para pelaku dengan perbuatan suap, gratifikasi, penerimaan hadiah, dan pasal pemerasan. Padahal kasus itu perbuatan pidananya telah ada.

Sementara Kejagung lebih fokus menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu menekankan perbuatan penyalahgunaan wewenang.

Dengan demikian, Kejagung harus membangun kasusnya dari awal untuk mencari dan menemukan alat bukti yang menguatkan pelaku telah menyalahgunakan kewenangannya dalam rangka memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

“Ketika Kejagung itu fokus dan konsentrasi di situ, maka lama-lama dia akan pasti menemukan ikan besar,” ungkapnya.

Hal itu terbukti ketika Kejagung berhasil membongkar korupsi di PT Asuransi Jiwasraya dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun yang diklaim Boyamin berawal dari laporannya.

Kemudian berlanjut ketika Kejagung mengungkap kasus korupsi di PT Asabri dengan nilai kerugian Rp 22,78 triliun. Merembet ke korupsi minyak goreng yang ditaksir merugikan keuangan negara dan perekonomian negara sebesar Rp 18 triliun.

Selanjutnya ada kasus korupsi penyerobotan lahan yang melibatkan bos PT Darmex Grup atau Duta Palma Surya Darmadi. Kasus ini, ditaksir merugikan negara dan perekonomian negara lebih dari Rp 50 triliun

“Istilahnya gini, kalau KPK itu dalam konteks ini adalah tidak membangun kasus. Sementara Kejaksaan Agung membangun kasus,” jelas Boyamin.

“Sehingga (KPK-red) tidak akan pernah menemukan kasus besar,” sambung Boyamin.

Rakyat Merdeka mencoba mengkonfirmasi pernyataan Dewas kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak mendapat tanggapan. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo