TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Aktif Mendamaikan Rusia-Ukraina, Ini Bukti Jokowi Negosiator Dunia

Oleh: AY/RM.ID
Minggu, 03 Juli 2022 | 12:03 WIB
Aktif Mendamaikan Rusia-Ukraina. (Ist)
Aktif Mendamaikan Rusia-Ukraina. (Ist)

JAKARTA - Aktifnya Presiden Jokowi mendamaikan Ukraina dan Rusia yang sedang perang, mendapat sambutan positif, baik dari dalam negeri, maupun luar negeri. Jokowi dianggap sebagai negosiator kelas dunia, karena sampai sekarang tidak ada satu pun pemimpin dunia yang bisa melakukannya.

Sejak perang Rusia-Ukraina meletus akhir Februari lalu, sejumlah negara besar telah berusaha menengahi konflik kedua negara itu. Turki pernah. Israel pernah. Prancis juga pernah. Namun, belum tampak hasil yang memuaskan. 

BACA JUGA

Tiga negara itu tidak mendapat respons positif dari Presiden Rusia, Vladimir Putin. Pertemuan Putin dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron misalnya, penuh dengan kecurigaan. Kedua pemimpin duduk berjauhan, dipisahkan meja sepanjang 6 meter. 

Sikap berbeda ditunjukkan Putin saat menemui Jokowi, Kamis lalu. Putin begitu hangat menyambut Jokowi. Duduknya pun berdekatan. Hanya terpisah meja yang tak sampai 1 meter. Sikap yang ditunjukkan Putin kepada Jokowi ini yang memunculkan harapan Rusia mau menuruti pesan damai yang dibawa Jokowi. 

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) mengakui, diplomasi yang dijalankan Jokowi memang luar biasa. Ada terobosan. Tidak hanya mengunjungi satu negara, tapi kedua negara yang sedang perang.

"Terobosan ini pantas diberikan applause," kata Hidayat, di markas PKS, Jakarta, kemarin.

Menurut mantan Presiden PKS ini, untuk mendamaikan Rusia-Ukraina memang tidak mudah. Namun, Jokowi sudah memberikan contoh. Ia pun mengajak negara-negara lain, terutama yang berada di kawasan, mencontoh sikap Jokowi.

"Kasus Rusia harus dihadapi dengan cara yang adil, dengan demikian, Rusia bisa melihat ada ketulusan global untuk menyelesaikan permasalahan ini," ujar Hidayat.

Senada, disampaikan Anggota Komisi I DPR, Helmy Faishal Zaini. Menurut dia, langkah Jokowi menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin, merupakan langkah yang sangat positif. "Langkah tersebut merupakan upaya konkret untuk merajut misi perdamaian," kata Helmy.

Politisi PKB ini mengungkapkan, tak hanya Rusia dan Ukraina yang menyambut baik langkah Jokowi. Dunia pun mengakui langkah berani yang dilakukan Jokowi. “Ini merupakan sinyal yang baik dan modal penting untuk mewujudkan perdamaian dunia," ujarnya.

"Saya optimistis Indonesia dapat menjadi komunikator yang menjembatani kebuntuan dan ketegangan konflik yang terjadi," tambahnya.Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono memberikan apresiasi serupa. Kata dia, kunjungan Jokowi ini adalah permulaan yang baik untuk mendamaikan kedua negara. Syaratnya, negara-negara Barat juga mau mengubah kebijakan dan sikap politik luar negerinya.

"Negara-negara Barat juga harus bisa mengurangi egonya, sehingga bisa menurunkan tensi,” kata Dave, kemarin. 

Dave menilai, Jokowi sudah memberikan contoh bagaimana menjadi negosiator ulung. Jokowi yang sejak awal bersikap netral, akhirnya bisa diterima kedua negara dan diterima menjadi mediator.

Politisi Golkar ini mengingatkan, perang Rusia-Ukraina sudah mulai memberikan dampak buruk di kawasan. Indonesia yang posisinya jauh dari kedua negara, ikut terdampak. Krisis energi mulai terasa. Pemerintah pun harus menggelontorkan subsidi Rp 500 triliun.

Pujian juga datang dari para akademisi. Pengamat politik internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani mengakui, diplomasi Jokowi layak diacungi jempol. Kata dia, sejak Februari lalu, sejumlah negara sudah berusaha menengahi konflik. Sebut saja misalnya, Turki, Israel, dan Prancis. Hasilnya, belum tampak. Perundingan berjalan buntu. Rusia menolak.

Berbeda saat Jokowi mengunjungi Ukraina dan Rusia. Hal ini, karena Jokowi datang dengan niat tulus. Kepentingan Jokowi hanya berharap dua negara itu berdamai.

“Dari sisi Rusia, mereka (Turki, Israel, dan Prancis) dianggap tidak netral. Kita dalam posisi yang netral dan sejak awal kita memiliki konsistensi sikap yang seperti itu," kata Riza, kemarin.

Riza mengakui, kunjungan Jokowi memang tidak bisa langsung menghadirkan perdamaian dengan segera, tetapi setidaknya mampu menurunkan tensi ketegangan. Menurut dia, agenda Jokowi yang tak kalah penting adalah memitigasi dampak terhadap pemulihan ekonomi. Soal ini, hasilnya bisa dinilai sangat menggembirakan.

Sebagai contoh, sudah ada inisiatif akan membuka koridor untuk suplai pangan. Koridor suplai pangan yang terkait dengan rantai pasok pangan ini, sangat penting karena Ukraina selama ini kehilangan akses ekspor.

"Hal ini saya kira yang mengganggu sektor pangan di dunia. Kalau nanti disepakati paling tidak ada pernyataan awal dari kedua belah pihak menggagas koridor terkait rantai pasok pangan, dan saya kira itu capaian yang besar dari Pak Jokowi. Kita tunggu juga yang menyangkut energi," ujarnya.Reza mengingatkan, kalau perang Rusia-Ukraina dibiarkan berlarut-larut, ekonomi dunia akan terus bergejolak. Dampaknya akan terasa pada tiga sektor penting, yaitu pangan, energi, dan kesehatan.

Kemungkinan harga minyak akan terus naik dan bisa menimbulkan resesi global dan stagflasi. "Berikutnya akan mendatangkan inflasi yang tinggi dibarengi dengan kemandekan ekonomi," kata Riza.

Sementara, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, Jokowi masih bisa berperan dalam menghasilkan kesepakatan gencatan senjata atau lebih jauh mengakhiri serangan oleh Rusia.

Menurut dia, diplomasi yang dilakukan Jokowi sangat baik. Dalam pertemuan dengan kedua pemimpin dua negara itu, Jokowi memberikan gambaran besar bahwa perang menyebabkan krisis pangan dan energi.

Rektor Universitas Ahmad Yani ini mengatakan, misi Jokowi menjadi juru damai tidak sepenuhnya gagal. Soalnya, Jokowi diterima kedua belah pihak dan menyatakan diri siap menjadi penengah. Menurut dia, kedua negara ini sebenarnya sudah lelah berperang.

"Bagi Rusia mereka butuh Jokowi agar mereka memiliki alasan untuk menghentikan serangan. Rusia tidak ingin mengulangi kebodohan AS yang keluar secara tiba-tiba dari Afghanistan," paparnya.

Hikmahanto menyadari, upaya perdamaian ini tidak bisa terjadi dalam satu malam. Proses genjatan senjata tidak bisa langsung dirasakan. Namun dibutuhkan kesabaran.

Senada disampaikan pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran (Unpad) Teuku Rezasyah. Kata dia, peluang Jokowi membawa misi damai itu memang kecil. Namun, dalam kondisi saat ini, sekecil apapun peluang dan potensi itu harus dicoba dan diusahakan. (rm id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo