Meski Dilanda Perang
Duh, 25 WNI Ogah Tinggalkan Sudan

SUDAN - Upaya evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Sudan yang tengah dilanda perang, terus dilakukan. Namun ternyata, masih ada 25 WNI yang enggan meninggalkan Sudan. Alasan mereka, masalah keluarga.
Hingga kemarin, Pemerintah telah mengevakuasi 897 WNI. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, pihaknya telah melakukan pemutakhiran data total WNI yang dapat dikontak.
“Tercatat, jumlahnya 937 WNI, dengan rincian, jumlah yang sudah dievakuasi baik tahap 1 maupun tahap 2 adalah 897. Dari 897 ini, 557 sudah tiba di Jeddah,” kata Retno, kemarin.
Selanjutnya, terdapat 15 WNI yang telah melakukan evakuasi secara mandiri. “Lalu, 25 WNI menyatakan tidak ikut evakuasi karena alasan keluarga,” imbuhnya.
Warga dapat menolak tawaran evakuasi dari Pemerintah. Itu pernah terjadi kala Indonesia mengevakuasi warga dari Ukraina, Libya, Suriah, dan Irak.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat, lazimnya meminta penolak meneken surat pernyataan. Inti dari surat itu adalah bahwa mereka melepaskan Pemerintah dari semua tanggung jawab atas keputusan mereka menolak dievakuasi.
Selain itu, sambung Retno, ada juga WNI yang ternyata sudah tidak berada di Sudan. WNI tersebut disebutnya tengah melakukan umrah di Arab Saudi, maupun mudik ke Indonesia.
Lebih lanjut, mantan Duta Besar RI untuk Belanda itu menambahkan, para WNI memang terlebih dulu ditransit ke Jeddah, sebelum akhirnya dipulangkan ke Tanah Air dalam waktu dekat.
Retno berterima kasih kepada otoritas dan pihak-pihak yang ada di Sudan yang telah membantu kelancaran proses evakuasi dari Kota Khartoum ke Kota Port Sudan.
“Saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Saudi yang telah memfasilitasi jalur transportasi laut dari Kota Port Sudan menuju Jeddah,” ucapnya.
Retno juga mengungkapkan, terkait salah satu bus evakuasi dalam tahap dua mengalami kecelakaan. Kata dia, kecelakaan terjadi saat bus berjalan dari Khartoum menuju Port Sudan. Tiga WNI terluka akibat kecelakaan itu.
“Mereka telah dibawa ke rumah sakit di Kota Port Sudan dengan ambulans dan saat ini dirawat dan ditangani di rumah sakit,” ungkapnya.
Kerahkan Kapal AL
Pemerintah China mengerahkan kapal Angkatan Laut (AL) mereka untuk menyelamatkan warganya dari Sudan. Operasi penyelamatan diintensifkan dalam beberapa hari terakhir saat gencatan senjata 72 jam mulai berlaku pada Selasa (25/4).
Juru bicara Kementerian Pertahanan China Tan Kefei mengatakan, kapal AL China telah dikerahkan sejak Rabu (26/4), untuk melindungi nyawa dan properti warga China di Sudan.
Pada Senin (24/4), Pemerintah China mengatakan telah mengevvakuasi sekelompok warganya dengan aman. Dia memperkirakan, sekitar 1.500 warga China berada di Sudan.
China merupakan mitra dagang terbesar Sudan. Dengan lebih dari 130 perusahaan Negeri Panda itu tercatat berinvestasi di Sudan pada pertengahan 2022.
Kantor berita Arab Saudi, SPA, melaporkan, sejak gelombang pertama evakuasi, Jeddah telah menerima 2.148 orang. Mayoritas adalah warga asing dari 62 negara dan sisanya warga Arab Saudi. Riyadh menjadikan Pangkalan Angkatan Laut King Faisal Jeddah sebagai pusat penerimaan pengungsi dari Sudan. Pangkalan itu merupakan salah satu pelabuhan terdekat dari Port Sudan, di tepi Laut Merah.
Warga sejumlah negara dibantu Pemerintahnya keluar dari Sudan. Sebagian lagi harus mengupayakan sendiri penyelamatan dari negara yang kembali dilanda perang itu. Hal ini, antara lain, dialami mayoritas dari 16 ribu warga Amerika Serikat di Sudan.
Washington telah menegaskan, tidak ada evakuasi oleh Pemerintah untuk warga yang bukan pegawai atau keluarga pegawai Pemerintah AS.
Gencatan senjata selama tiga hari, membuat intensitas pertempuran di Khartoum, mereda. Militer Sudan mengatakan, bakal memperpanjang gencatan senjata saat ini selama tiga hari lagi setelah berakhir Kamis (27/4) waktu setempat.
Memanfaatkan ketenangan saat ini, banyak penduduk di Khartoum dan kota tetangga Omdurman, keluar rumah. Mereka mencari makanan dan air, berbaris di toko roti atau toko bahan makanan.
Kegiatan itu akhirnya bisa dilakukan setelah berhari-hari terjebak di dalam rumah. Gara-gara pertempuran antara pasukan militer Sudan yang dipimpin Abdel Fattah Burhan dengan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF), yang dipimpin Mohammed Hamdan Dagalo alias Hemedti.
"Ada rasa tenang di daerah dan lingkungan saya. Tapi semua takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya,” kata Mahasen Ali, penjual teh yang tinggal di lingkungan selatan Khartoum.
Prakarsa perpanjangan gencatan sedang diproses dengan ditengahi blok perdagangan delapan negara Afrika Timur atau yang dikenal sebagai Intergovernmental Authority on Development (IGAD). Pembicaraan tersebut akan mencakup negosiasi langsung antara militer dan RSF.
Belum ada komentar langsung dari RSF mengenai prakarsa tersebut. Namun jika kedua belah pihak yang bertikai menerima, hal tersebut akan menandai terobosan besar dalam lebih dari satu pekan diplomasi internasional yang intens.
Meski ada indikasi perpanjangan gencatan senjata, nyatanya tembakan dan ledakan masih terdengar di Khartoum. Penduduk mengatakan, bentrokan terjadi di sekitar markas militer dan Istana Kepresidenan di Khartoum tengah, dan di sekitar pangkalan RSF di Omdurman, seberang Sungai Nil.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan, hanya satu dari empat rumah sakit di ibu kota yang berfungsi penuh. Pertempuran tersebut telah mengganggu bantuan untuk 50 ribu anak yang kekurangan gizi akut.
Banyak orang Sudan khawatir kedua belah pihak akan meningkatkan pertempuran. Setelah berakhirnya evakuasi internasional warga asing. ( RM.id)
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 22 jam yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu