Beras Surplus, Jagung-Telur-Gula Ditarget Bebas Impor Tahun Depan

JAKARTA - Pemerintah menyatakan produksi beras nasional hingga pertengahan 2025 telah melampaui kebutuhan domestik. Namun, ketahanan pangan tidak bisa hanya bergantung pada beras. Untuk itu, pemerintah terus memperkuat swasembada sejumlah komoditas strategis non-beras. Tujuannya untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat dan menjaga stabilitas harga pangan di tengah gejolak global. Komoditas yang kini menjadi prioritas utama pemerintah antara lain jagung, telur, daging ayam, gula konsumsi, dan garam.
“Untuk komoditas jagung, gula konsumsi dan garam, pemerintah menargetkan bebas impor pada akhir 2025,” ujar Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan dalam wawancara eksklusif bersama Rakyat Merdeka, yang berlangsung di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Untuk mendukung peningkatan produksi pangan nasional, pemerintah memberikan berbagai insentif, termasuk pupuk bersubsidi, benih unggul, serta alat dan mesin pertanian (alsintan). Di sisi lain, penguatan infrastruktur seperti irigasi, pendampingan penyuluh lapangan, dan program pengadaan jagung nasional juga terus menjadi perhatian utama.
Dalam Wawancara ini tim Rakyat Merdeka terdiri dari Direktur Utama/CEO RM Group Kiki Iswara, Direktur Pemberitaan Ratna Susilowati, Pemimpin Redaksi RM.id Firsty Hestyarini, Editor Bambang Trismawan, serta jurnalis foto Khairizal Anwar.
Berikut petikan wawancara selengkapnya.
Pemerintah menyatakan produksi beras sudah melampaui kebutuhan nasional. Bagaimana perkembangan swasembada pangan selain beras? Komoditas apa yang menjadi prioritas?
Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada beras. Pemerintah terus memperkuat swasembada pada beberapa komoditas strategis non-beras seperti jagung, telur, gula konsumsi, dan garam. Untuk jagung, produksi Januari hingga Mei 2025 mencapai 7,03 juta ton. Meningkat hampir 1 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Target produksi Jagung Pipilan Kering (JPK) dengan kadar air 14 persen pada 2025 adalah 16,68 juta ton, dengan perluasan lahan mencapai 2,89 juta hektar. Penyerapan jagung oleh Perum Bulog hingga pertengahan Juni 2025 telah mencapai sekitar 50.490 ton untuk menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan petani.
Sementara itu, produksi telur ayam pada Juni 2025 diproyeksikan sebesar 6,52 juta ton, melampaui kebutuhan nasional yang sebesar 6,22 juta ton, sehingga menghasilkan surplus sekitar 300 ribu ton. Produksi daging ayam diperkirakan mencapai 4,25 juta ton, lebih tinggi dari kebutuhan nasional sebesar 3,87 juta ton. Surplus ini dimanfaatkan dengan memperkuat hilirisasi dan penyerapan hasil peternak rakyat melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemerintah juga mendorong ekspor telur dan ayam ke negara-negara yang masih defisit, seperti Singapura dan negara-negara di Timur Tengah.
Untuk gula konsumsi dan garam, pemerintah telah menetapkan target bebas impor pada 2025. Produksi gula nasional ditargetkan meningkat dari 2,4 juta ton pada 2024 menjadi 2,6 juta ton di tahun 2025. Selain itu, pemerintah terus memberikan dukungan sarana produksi pertanian seperti pupuk bersubsidi, benih unggul, dan alat mesin pertanian (alsintan). Dukungan infrastruktur pendukung seperti irigasi, penyuluh, dan pengadaan jagung juga terus diperkuat. Strategi pemerintah pada semester dua 2025 akan menitikberatkan pada percepatan hilirisasi, peningkatan traceability ekspor. Selain itu penguatan cadangan nasional di luar beras, serta akselerasi riset untuk komoditas strategis. Semua langkah ini menjadi landasan untuk mencapai ketahanan sekaligus swasembada pangan yang inklusif.
Kondisi dunia sedang bergejolak, apakah hal ini memberikan pengaruh positif pada upaya kemandirian pangan dalam negeri? Bagaimana cara meningkatkan produksi domestik dalam situasi seperti sekarang?
Untuk meningkatkan produksi domestik pada semester kedua tahun 2025, pemerintah sudah menyiapkan beberapa langkah. Pertama, kami memperkuat tata kelola pupuk bersubsidi sesuai dengan Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pupuk Bersubsidi. Ini penting agar pupuk tepat sasaran dan efisien penggunaannya. Dulu kalau mau pupuk turun harus pakai 500 tanda tangan. Dari gubernur, bupati menteri perdagangan dan banyak lagi. Sekarang kita pangkas. Dari pabrik langsung ke gabungan kelompok tani atau Gapoktan.
Kedua, kami mempercepat pembangunan serta peningkatan sarana dan prasarana produksi, khususnya jaringan irigasi. Melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2025, program rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan irigasi menjadi fokus utama agar air dapat mengalir lancar dan mendukung produktivitas lahan.
Ketiga, penguatan sumber daya manusia pertanian juga tak kalah penting. Dengan adopsi teknologi modern lewat Inpres Nomor 3 Tahun 2025, petani didorong untuk meningkatkan kapasitas dan memanfaatkan inovasi agar hasil panen makin optimal.
Keempat, kami menjamin ketersediaan input produksi seperti benih unggul untuk padi, jagung, kedelai, dan sorgum. Selain itu, distribusi pupuk bersubsidi kini berbasis e-RDKK (Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok Tani) agar lebih transparan dan tepat sasaran, serta bantuan alat mesin pertanian (alsintan) disalurkan bagi petani kecil agar produktivitasnya naik.
Apakah ada strategi lain meningkatkan produksi pangan?
Selain itu, pemerintah mengedepankan model kemitraan closed loop sebagai pilar transformasi ketahanan pangan nasional. Pendekatan ini adalah sistem rantai pasok tertutup dan terstruktur yang menghubungkan petani, koperasi, offtaker, lembaga pembiayaan, hingga konsumen akhir dalam satu ekosistem yang saling menopang. Dengan sistem ini, setiap komoditas yang diproduksi diarahkan agar memiliki jalur distribusi dan penyerapan yang jelas. Ini tentu meningkatkan kepastian pasar bagi petani sekaligus mencegah penumpukan hasil panen di lapangan.
Melalui kemitraan closed loop, pemerintah secara sistematis menekan potensi kehilangan dan pemborosan pangan yang selama ini menjadi persoalan kronis dalam sistem pangan terbuka. Dengan adanya kepastian pasar dan penyerapan langsung dari koperasi, BUMN pangan, maupun program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), hasil produksi petani dapat terserap secara optimal sesuai dengan proyeksi kebutuhan. Hal ini membuat distribusi menjadi lebih terencana dan risiko kelebihan stok atau produk rusak akibat keterlambatan logistik dapat diminimalkan. Bahkan, sisa hasil panen yang tidak terserap untuk konsumsi langsung diarahkan untuk pengolahan pakan, pupuk organik, atau energi alternatif dalam kerangka ekonomi sirkular. Jadi, pendekatan kemitraan closed loop ini tidak hanya meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan sistem pangan nasional, tapi juga menghadirkan efisiensi nyata dalam tata kelola pangan.
Selain konflik global, ada juga tantangan perubahan iklim dan alih fungsi lahan. Bagaimana strategi peningkatan produksi yang melibatkan petani kecil?
Secara prinsip, kebijakan yang kami jalankan di Kemenko Pangan meliputi beberapa hal penting. Pertama, kami memangkas birokrasi terkait regulasi pupuk sebanyak 145 aturan. Dengan pemangkasan ini, penggunaan pupuk jadi lebih tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga efisiensi produksi meningkat. Kedua, kami memperkuat pengendalian alih fungsi lahan sawah. Ini sangat penting supaya lahan-lahan produktif tetap terlindungi dan bisa terus mendukung ketahanan pangan. Ketiga, perbaikan jaringan irigasi terus dilakukan, termasuk percepatan pembangunan irigasi tersier dan mikro. Melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2025, pemerintah fokus menyediakan fasilitas seperti embung desa, pompa air, dan pipa gravitasi untuk menjangkau lebih dari 5.000 titik prioritas. Khususnya di lahan tadah hujan dan sawah yang rawan gagal panen. Keempat, kami menegakkan hukum terhadap pelanggaran lingkungan, guna mengurangi risiko bencana seperti longsor, banjir, dan kerusakan lainnya yang berpotensi mengganggu produksi pangan.
Lalu, bagaimana pemerintah melindungi lahan sawah agar tidak terus berkurang?
Untuk perlindungan lahan sawah, penetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) akan dilanjutkan secara bertahap di 12 hingga 17 provinsi, dengan Kemenko Pangan berperan sebagai Ketua Tim Terpadu. Di samping itu, kami juga menyiapkan insentif komprehensif bagi pemerintah daerah dan masyarakat pemilik lahan, supaya perlindungan dan pemanfaatannya berjalan berkelanjutan. Selain itu, dukungan kami juga mencakup perluasan distribusi benih unggul dan pupuk bersubsidi yang tepat sasaran, melalui digitalisasi sistem e-RDKK (Rencana Dasar Kebutuhan Kelompoktani) agar lebih transparan dan akurat.
Pemerintah juga memperkuat status hukum sekitar 8 juta hektar lahan sawah melalui Perpres Tata Ruang Nasional dan Peraturan Pemerintah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Di saat yang sama, kami mengembangkan food estate di wilayah-wilayah terluar seperti Kalimantan Tengah, NTT, dan Maluku, sebagai upaya diversifikasi dan peningkatan produksi pangan nasional. Semua langkah ini kami desain agar petani kecil mendapatkan dukungan maksimal, mulai dari sarana produksi sampai perlindungan lahan, sehingga mereka bisa lebih produktif dan mandiri, meski menghadapi tantangan perubahan iklim dan alih fungsi lahan.
Bagaimana peran spesifik Koperasi Merah Putih dalam program ketahanan pangan nasional?
Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih kami tempatkan sebagai pilar sentral dalam ekosistem ketahanan pangan nasional yang berbasis komunitas. Fungsi koperasi ini bukan sekadar sebagai koperasi biasa, tapi sebagai saluran distribusi sekaligus pengumpul ekonomi di tingkat desa. Koperasi Merah Putih dirancang untuk menjembatani secara langsung antara petani atau produsen pangan lokal dengan konsumen akhir. Selain itu, koperasi ini juga menjalankan peran penting dalam stabilisasi harga serta memastikan ketersediaan pasokan dan stok pangan.
Bagaimana mengintegrasikannya dalam rantai pasok dari petani kepada konsumen?
Integrasi dalam rantai pasok dilakukan dengan pendekatan menyeluruh. Mulai dari pengadaan input produksi seperti pupuk dan benih, penyerapan hasil panen dengan harga acuan, penyimpanan melalui gudang atau cold storage, hingga pendistribusian pangan pokok ke masyarakat desa dan kawasan sekitarnya. Untuk memastikan operasional koperasi berjalan optimal, kami juga mengembangkan sistem digital bersama PT Pos Indonesia dan PT Telkom. Sistem ini membantu menjaga keandalan operasional, sekaligus mendukung data pasokan, stok, dan intervensi pasar agar lebih tepat sasaran. Dengan fondasi seperti ini, Koperasi Merah Putih menjadi tulang punggung penguatan ketahanan pangan yang merata, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Apa keunggulan Koperasi Merah Putih ini dibandingkan skema distribusi pangan melalui cara lama, misalnya lewat Bulog, BUMDes, atau lainnya?
Yang paling membedakan adalah karakter keterpaduan dan kedekatan layanan Koperasi Merah Putih dengan masyarakat sampai ke tingkat desa. Kalau skema lama, posisi Bulog cenderung di hilir dan kota besar. Sementara BUMDes sering belum punya sistem logistik dan kapasitas kelembagaan yang memadai. Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih mengisi ruang itu dengan struktur yang menyentuh hulu, yaitu di desa, sekaligus menghubungkannya langsung dengan hilir di kota besar, dengan dukungan keberpihakan penuh dari BUMN. Koperasi ini memangkas rantai distribusi menjadi sangat singkat. Dari petani ke koperasi, lalu langsung ke konsumen. Dampaknya terasa nyata. Harga jadi lebih murah, margin petani meningkat, dan disparitas harga di desa berkurang.
Selain itu, Koperasi Merah Putih punya izin lengkap sehingga tak perlu repot mengurus izin lain. Kopdes juga didukung dana operasional, pelatihan manajemen, dan sistem pengawasan terpadu. Ini menunjukkan komitmen agar koperasi ini benar-benar berfungsi sebagai pusat layanan pangan rakyat. Target kami adalah 80.000 koperasi aktif di seluruh desa. Dengan kekuatan ini menjadikan Koperasi merah Putih sebagai instrumen yang paling realistis untuk membumikan ketahanan pangan secara nyata dan merata. Secara jumlah pun, Koperasi Merah Putih sudah lebih banyak dibanding BUMDes yang tercatat sekitar 65.941 per Juni 2024.
Jadi, apa saja keunggulan Koperasi Merah Putih?
Kalau dirangkum, ada beberapa keunggulan Koperasi Merah Putih dalam distribusi pangan. Pertama, memangkas rantai distribusi, sehingga praktik tengkulak yang menggerogoti margin petani bisa diminimalkan. Kedua, berfungsi sebagai agen resmi BUMN di level desa sebagai outlet resmi Bulog (beras SPHP), pupuk (PT Pupuk Indonesia), minyak goreng (PT ID Food), LPG (Pertamina), serta layanan logistik (PT Pos). Semua ini dikelola dengan kontrol inventori terintegrasi, sehingga harga lebih stabil dan kualitas terjamin. Ketiga, memiliki jaringan distribusi yang luas sampai ke titik desa, menjangkau masyarakat yang selama ini sering kesulitan akses pangan.
Bagaimana memastikan ketahanan pangan bisa benar-benar menjamin pasokan aman hingga ke daerah 3T?
Ketahanan pangan itu bukan hanya soal produksi saja, tapi juga bagaimana akses distribusi dan harga yang terjangkau. Pemerintah memastikan pangan tidak hanya tersedia secara nasional, tapi juga bisa sampai ke wilayah 3T (daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal). Pertama, untuk menjaga keamanan pasokan dan stok pangan di daerah 3T, pemerintah memperkuat konektivitas logistik melalui tol laut, kapal perintis, dan subsidi ongkos angkut. Dalam hal ini, peran logistik sangat penting. Pemerintah melakukan perencanaan dan koordinasi agar rute distribusi efisien, moda transportasi tepat, serta pengelolaan gudang berjalan baik. Kedua, pengadaan dan penyimpanan barang di daerah 3T diperhatikan dengan cermat, termasuk memilih pemasok yang andal dan mengelola stok secara efisien supaya kebutuhan selalu terpenuhi. Saat distribusi, pemerintah berupaya mengatasi tantangan geografis dan keterbatasan infrastruktur yang ada di wilayah tersebut.
Selain itu, pengendalian biaya menjadi fokus agar harga barang di daerah 3T tidak terlalu tinggi akibat ongkos angkut. Pengawasan kualitas juga dilakukan agar barang sampai dalam kondisi baik. Tidak kalah penting, pemerintah menerapkan sistem informasi terintegrasi untuk memantau dan melacak barang secara transparan dan akuntabel.
Apakah ada upaya menjaga disparitas harganya?
Dalam hal ini, pemerintah melakukan beberapa upaya. Pertama, subsidi ongkos kirim diberikan ke daerah 3T agar harga pangan tetap terjangkau. Kedua, pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara terus didorong agar akses semakin mudah. Selain itu, pengembangan logistik berbasis teknologi informasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi distribusi. Pemerintah juga mendorong sinergi antara pemerintah, swasta, dan lembaga terkait agar kerja sama berjalan optimal. Terakhir, pemerintah membantu pelaku usaha di daerah 3T meningkatkan daya saing mereka melalui modernisasi pertanian. Dengan langkah-langkah ini, kami optimis ketahanan pangan bisa terjaga dengan pasokan yang aman dan harga yang adil hingga ke seluruh pelosok negeri.
Pemerintah saat ini sedang menggencarkan ekonomi biru dan hijau. Bagaimana model ketahanan pangan yang memperhatikan prinsip keberlanjutan dan kepedulian lingkungan diterapkan?
Model ketahanan pangan yang memperhatikan prinsip keberlanjutan dan kepedulian lingkungan, terutama yang terkait dengan ekonomi biru, bisa kita sebut sebagai “Pangan Biru”. Kenapa Pangan Biru? Karena pangan ini berasal dari hewan air, tumbuhan, dan alga yang ada di laut dan perairan. Dengan proyeksi populasi Indonesia yang akan mencapai 324 juta pada tahun 2045, tentu kebutuhan makanan bergizi juga meningkat. Pangan Biru menawarkan solusi yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan itu.
Pangan Biru ini kaya nutrisi. Dia menyediakan mikronutrien penting seperti protein, asam lemak omega-3, kalsium, dan zat besi, yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan manusia. Selain itu, Pangan Biru juga lebih ramah lingkungan, dengan jejak karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan sumber makanan darat.
Namun, kita juga harus akui tantangan yang ada. Masalah malnutrisi dan stunting masih cukup tinggi di beberapa daerah, di mana satu dari lima anak masih terdampak. Untuk mengatasi hal ini, Pangan Biru sudah mulai diintegrasikan ke dalam program gizi nasional, seperti program pemberian makan di sekolah dan bantuan sosial, termasuk Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Tujuannya agar masyarakat, terutama yang rentan, punya akses mudah ke Pangan Biru yang terjangkau dan bergizi. Selain itu, dalam praktik perikanan, kita juga fokus pada keberlanjutan. Misalnya, perikanan budidaya yang berkelanjutan, konservasi laut, serta pengelolaan perikanan tangkap yang menjaga kelestarian ekosistem laut sambil meningkatkan produktivitas.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 23 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu