TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

PKS Ngarep Berkah MK, Gugat Syarat Nyapres

Oleh: AN/AY
Kamis, 07 Juli 2022 | 11:01 WIB
Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan beberapa pengurus partai saat berada di gedung MK beberapa hari yang lalu. (Ist)
Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan beberapa pengurus partai saat berada di gedung MK beberapa hari yang lalu. (Ist)

JAKARTA - Meskipun sudah berkali-kali ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), gugatan syarat nyapres masih terus bergulir. Kali ini, yang ngarep berkah dari MK adalah PKS. Partai oposisi di Senayan itu, resmi mengajukan gugatan terhadap syarat nyapres.

Permohonan judicial review (JR) terhadap Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum resmi didaftarkan kemarin. Perhomonan itu sudah diterima MK dengan No.69-1/PUU/PAN.MK/AP3.

Gugatan itu diajukan oleh 3 petinggi PKS. Mereka adalah Presiden PKS, Ahmad Syaikhu dan Sekjen Aboe Bakar Alhabsyi sebagai Pemohon I. Lalu Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Al Jufri sebagai Pemohon II. Kuasa pemohon dalam pengajuan ini adalah Zainudin Paru.

Syaikhu yang datang langsung ke MK untuk mendaftarkan gugatan, menjelaskan langkah hukum yang dilakukan partainya itu. Kata dia, PKS hanya mengikuti alur pemikiran MK yang telah mengadili kurang lebih 30 permohonan uji materi, khususnya Pasal 222 UU Pemilu.

“Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa angka presidential threshold ini sebagai open legal policy. Pembentuk undang-undang. PKS sepakat dengan argumentasi ini,” kata Syaikhu saat konferensi pers di gedung MK, kemarin.

Selama ini, kata dia, penolakan MK terhadap gugatan judicial review UU Pemilu, terletak pada legal standing pemohon.

Misalnya, mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/ PUU_XVIII/2020, yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian pasal yang dimaksud.

PKS sebagai partai yang memiliki perwakilan kursi di DPR, kata dia, tentu punya legal standing. “PKS berharap langkah JR ini bisa menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai inkonstitusional bersyarat,” ungkap mantan wakil wali kota Bekasi itu.

Menurutnya, syarat nyapres sebesar 20 persen kursi legislatif atau 25 persen suara sah secara nasional yang diatur dalam UU Pemilu, telah merugikan partai. Jika ada perubahan persentase PT, maka peluang untuk mencalonkan presiden lebih leluasa.

“Semoga permohonan JR ini dapat dikabulkan, agar rakyat Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden terbaik yang mampu membawa Indonesia adil dan sejahtera, sesuai cita-cita para pendiri bangsa,” urai anggota Komisi I DPR itu.

Namun gugatan yang diajukan PKS ini agak berbeda dengan uji materiil yang pernah dilakukan ke MK. Bila sebelumnya, ujia materiil bertujuan untuk menjadikan PT nol persen, PKS berharap besarnya saja yang diturunkan. “Adapun angka yang rasional dan proporsional berdasarkan hasil kajian tim hukum kami adalah pada interval 7-9 persen kursi DPR,” ucap dia.

Angka tersebut sebagai titik tengah dari gugatan pihak-pihak sebelumnya yang ingin nol persen. Tim hukum PKS telah mengkaji dan melihat gugatan nol persen telah ditolak.

“Karena selama ini berbagai kajian kami di tim bahwa dengan pengajuan angka nol persen ini hampir seluruhnya juga mengalami penolakan,” papar mantan calon wakil gubernur Jawa Barat itu.

Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengapresiasi sikap percaya diri PKS terkait permohonannya. Itu artinya, sambung Fajar, Ahmad Syaikhu dkk serius dengan perkara yang dimohonkan.

“Ya, bagus. Memang harus yakin (dikabulkan) dong. Siap bersidang dengan segenap argumentasi konstitusional di dalamnya. Tugas MK sekarang untuk memproses permohonan tersebut sesuai dengan hukum acara,” tandas Fajar, saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP, Arsul Sani mengomentari langkah hukum yang ditempuh PKS ke MK. Arsul berpendapat, partai-partai yang memiliki kursi di DPR seharusnya tak perlu mengajukan uji materi ke MK. Perjuangan untuk mengubah ambang batas nyapres bagi parpol di DPR, kata dia, harusnya dilakukan di legislatif, bukan yudikatif.

“Kenapa? Karena hak kita partai yang ada di Senayan itu melakukan legislatif review, bukan judicial review. Jadi, perjuangannya di sini (DPR) bukan di MK,” kata Arsul, di Komplek Parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, judicial review merupakan hak yang diberikan pada pihak di luar partai di DPR. “Temen-temen partai yang tak punya perwakilan di sini, maka tempat perjuangan mereka tidak bisa di Senayan (DPR), ini mereka berjuangnya di Merdeka Barat (MK). Jadi pertanyaan dasarnya itu,” tuturnya.

Namun, Wakil Ketua MPR itu tetap menghormati langkah hukum yang dilakukan PKS. Apalagi, PPP juga sebenarnya tidak berharap PT 20 persen tetap diberlakukan permanen. Namun, kata dia, untuk Pemilu 2024, PT 20 persen masih tetap berlaku.

“Untuk pilpres mendatang sehingga dari awal kita sudah punya kesadaran pertama bahwa ambang batasnya bisa kita turunkan, tapi bukan menjadi nol. Itu,” tandasnya.

Seperti diketahui, upaya untuk mengubah syarat nyapres lewat jalur MK, bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, sudah banyak pihak yang mengajukan gugatan serupa ke MK. Namun, semua gugatan yang diajukan itu, ditolak MK. MK tetap berpendapat, PT 20 persen merupakan konstitusional.

Lantas bagaimana peluang dari guga­tan PKS? Pengamat Politik dari Universitas¹ Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai ada harapan gugatan PKS tentang PT dapat diterima MK. PKS sebagai parpol tentu memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan.

“Kalau gugatan PT 20 persen dikabulkan MK, maka peluang capres alternatif akan bermunculan. Partai politik peserta Pemilu dengan sendirinya dapat mengajukan pasangan capres-cawapres,” kata dia. (rm id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo