TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Tantangan Global Umat Masa Depan (11)

Milenial: Hijrah Dari Religiousness Ke Religious Mindedness

Oleh: Prof DR KH Nasaruddin Umar
Rabu, 08 Juni 2022 | 12:00 WIB
Prof DR KH Nasaruddin Umar
Prof DR KH Nasaruddin Umar

JAKARTA - Kalangan milenial sangat ingin akrab dengan agamanya, tetapi pada sisi lain tidak ingin kehilangan kemerdekaannya.

Mereka menjumpai dua pola keagamaan yang hidup di dalam masyarakat: Pertama, orang yang menyerahkan diri sepenuhnya berada di dalam rangkulan agama.

Keseluruhan pandangan hidup dan prilakunya didominasi oleh ajaran formal agama. Seolah-olah ruang, waktu, dan dirinya meru­pakan satu kesatuan kental dengan ajaran agama.

Sementara nun jauh di sana (transcendent) Ada Tuhan beserta para malaikat mengawasinya dengan ketat. Ruang dan jendela untuk mengintip dunia nyata sangat terbatas karena dikelilingi dan dipenuhi oleh spektrum legalitas ajaran agama.

Di sekitarnya seolah dikelilingi daerah terlarang, sehingga dinamika dan kebe­basan berekspresi menjadi kaku karena terlalu banyak rambu-rambu yang berdiri tegak.

Kreatifitas dan inisiatifnya sebagai khalifah ditenggelamkan oleh kapasitas dirinya sebagai abid (hamba). Ekspresi keagamaan seperti ini disebut religiousness.

Kedua, orang yang mengekspresikan rasa keagamaan­nya dengan merasa dia yang merangkul agamanya. Agama bagaikan berada di dalam genggaman, ke manapun ia pergi selalu bersamanya, namun ia tidak merangkul dirinya me­lainkan dirinya yang menggenggam agama itu.

Dampaknya, orang akan merasa lebih merdeka dan memiliki hamparan luas dan longgar untuk berekspresi dan berkreasi.

Rambu-rambu pembatas itu tidak berdiri tegak di luar dirinya, tetapi melekat di dalam dirinya, sehingga pandangannya luas tanpa terpantul oleh papan-papan perboden keagamaan. Hidup dan kehidupannya lebih dinamis karena merasa diberikan ke­bebasan penuh dari ajaran agamanya sendiri.

Pada prinsipnya, segala sesuatu boleh selain yang secara khusus dilarang.

Jumlah larangan itu amat sedikit. Ia merasa lebih merdeka sebagai khalifah karena sikap perhambaan dirinya kepada Tuhan tidak menghalanginya untuk berkreasi dan berinisiatif. Ekspresi kea­gamaan seperti ini disebut religious-mindedness.

Suasana batin pertama (religiousness) cenderung lebih tertu­tup dan di dalam sisi batinnya ada respek, paling tidak ada sikap mendua di dalam dirinya terhadap kelompok garis keras, karena ia memandang hidup ini hitam-putih, artinya kalau bukan putih pasti hitam atau sebaliknya.

Suasana batin ini lebih berpotensi untuk berbenturan satu sama lain karena sudah ia harus tegas dan istiqamah terhadap keyakinan agama dianutnya. Orang lain yang tidak sefaham dirinya cenderung salah, karena ia merasa lebih sesuai dengan teks-teks ajaran agama.

Suasana batin kedua (religious-mindedness) cenderung lebih terbuka dan tidak khawatir ke manapun dan di mana­paun ia akan pergi serta apapun yang akan dikerjakan. Sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran agama maka sepanjang itu boleh dilakukan.

Jalan hidup tidak hanya hitam-putih tetapi ada rona lain yang diperkenankan Tuhan. Hidup ini dirasakan seperti full colors, dan ia merasa diberikan otonomi ountuk berikhtiar memilih color hidup yang sesuai dengan kondisi real hidupnya.

Kaum millenial lebih familiar dengan pola keagamaan religious-mindedness. Mereka menilai pola ini lebih relevan untuk ditegakkan, khususnya bagi mereka yang beragama Islam, yang memberikan otonomi dan kemerdekaan lebih luas kepada manusia.

Semua yang tidak bertentangan dengan Islam itulah Islam, sebagaimana sabda Rasulullah: “Hikmah atau kebajikan ada di mana-mana, di manapun anda temukan ambillah karena itu milik Islam”.

Pola religious-mindednes sesungguhnyasecara substansi tidak terlalu jauh berbeda dengan pola religiousness, hanya imaj kaum muda menganggapnya secara sibolik dan formal berbeda.

Mereka juga selalu ingin mempelajari agama tetapi tidak merasa digurui sebagaimana di dalam pola pendidikan madrasah. Mereka ingin hidup beragama dengan realistis sejalan dengan lingkungan pacu sehari-harinya.

Oleh karena itu, kaum millenial perlu pendekatan dan dakwah khusus guna melahirkannya menjadi sosok agamawan yang coheren dengan perkembangan zamannya.(rm.id)

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Masa Depan
Senin, 29 April 2024
Ilustrasi
Sarjana Joki, Profesor Joki
Sabtu, 27 April 2024
Dahlan Iskan
Jaga Hati
Kamis, 25 April 2024
Dahlan Iskan
Politik Hati
Rabu, 24 April 2024
Dahlan Iskan
Ngantuk Terkulai
Selasa, 23 April 2024
Dahlan Iskan
Emas Bodoh
Senin, 22 April 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo