Sertifikasi Aset Baru Capai 8 Persen, Tangsel Dapat Sorotan KPK
IPUTAT - Rendahnya jumlah sertifikasi aset milik Pemerintah kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) mengundang sorotan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK). Dari ribuan aset tanah yang tercatat, kini baru 8 persen yang sudah tersertifikat.
Kasatgas Korsup Wilayah II KPK, Agus Priyanto menerangkan, rendahnya presentase sertifikasi aset di Tangsel harus mendapat perhatian lebih. Ia pun mengungkapkan bahwa harus ada perlakuan khusus.
“Capaiannya baru 8 persen dari seluruh aset yang tercatat. Itu yang menjadi perhatian kami, padahal aset ini kan suatu yang bisa potensial dan menjadi penghasilan. Kendalanya banyak dari segi administraif, tapi mungkin ada perlakuan khusus,” ungkap Agus dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi program pemberantasan korupsi terintegrasi di Puspemkot Tangsel, Rabu (13/9/2023)
Guna menacari solusi yang terbaik ihwal permasalah aset ini, pihaknya berencana akan mengadakan pertemuan lebih lanjut dengan menghadirkan Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten untuk mencari jalan keluar bersama terhadap problematika yang dihadapi oleh Pemkot Tangsel ini.
Dengan begitu, kata Agus, maka diharapkan aset-aset yang ada di Tangsel ini dapat segera diambil alih dan tersertifikasi.
“Waktu kami bertemu dengan Kanwil badan pertanahan daerah, itu disepakati. Untuk aset Pemda kalau itu memang dikuasai secara fisik, ada pernyataan patok batas itu milik Pemda, dan tidak ada sengketa dan tercatat di KIB, itu harusnya bisa disertifikatkan. Rencana kami mau adakan meeting lebih besar dengan melibatkan Kanwil (Banten-red), karena banyak yang posisinya seperti itu,” ujarnya.
Agus memaparkan, kendala serupa sebenarnya juga terjadi di beberapa wilayah lain. Salah satu permasalahannya, yakni terjadi pada proses serahterima aset Prasarana Sarana Utilitas Umum (PSU) oleh kawasan perumahan. Terutama pada kawasan yang sudah ditinggal oleh pihak pengembangnya.
“Yang lain bisa kenapa di sini gak bisa. Tadi ada tiga sub bahasan pokok, termasuk bahasan kedua terkait PSU. Banyak PSU yang menjadi aset daerah belum tercatat. Karena belum ada serahterima dari pengembang. Nanti akhirnya tidak ada yang menjaga keterlanjutan perbaikannya, dan untuk menghindari juga kalau ada masyarakat yang protes jalan jelek. Sepanjang itu belum tercatat kan tidak bida untuk Pemda membiayai (perbaikan jalan-red). Jadi kesejahteraan masyarakat terganggu,” paparnya.
Untuk itu, Agus meminta kepada Pemkot Tangsel untuk segera memproses aset yang kini belum tersertifikasi.
“Untuk itu, cepatlah kita inisiatif. Termasuk pengembang yang tidak ada. Kita ambil secara sepihak, di aturan sudah ada tinggal kita jalan. Kemudian masuk, karena banyak PSU. Kalau sudah dikuasai oleh Pemda dan tidak ada sengketa, yasudah disertifikatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie mengatakan, kunjungan KPK ini sangat membantu Pemkot Tangsel untuk dapat memecahkan persoalan sertifikasi aset yang diakui memang masih rendah capaiannya.
“Pertama soal aset, sertifikasi aset, koordinasi dan komunikasi dengan BPN seperti apa tadi sudah dilaporkan. Kita progresnya berjalan sedikit lambat, dan itu sudah dibedah. Kendalanya saya kira banyak hal. Secara administrasi kelengkapan dokumennya, masih ada aset yang merupakan tergabung dalam sertifikat induk dalam perusahaannya sehingga untuk pemecahannya cukup pajang jalannya. Kemudian juga penyerahan PSU dari pihak pengembang kepada kita, karena kewajiban baik merupakan PSU atau pun TPU,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kepala Bidang Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tangsel, Sugeng Rahadi memaparkan, dari 4.205 bidang aset yang tercatat baru 339 bidang aset yang sudah disertifikasi, atau baru 8 persen.
Ia mengakui, proses sertifikasi aset ini menghadapi sejumlah kendala. Sebab, kewenangan sertifikasi ini merupakan ranah BPN.
“Mulai dari pra pengukuran sendiri, kemudian proses pengukuran, setelah itu ke proses permohonan SK karena harus terbit SK. Setelah itu kita mengajukan lagi pendaftaran hak atas tanah itu. Jadi kan siklusnya ada tiga kali. Permasalahannya, dari total 4.205 hampir 70 persennya itu PSU. Ada penyerahan kewajiban dan sepihak. Penyerahan kewajiban sebagian besar belum menyerahkan SPH dan HGB. Sementara persyaratan BPN itu harus, karena harus dihapus. Itu yang pengembangannya tidak ada masih bisa kita kejar. Nah kalau yang sudah tidak ada penguasaan sepihak gimana?,” papar Sugeng.
Ia menargetkan, pada tahun ini angka presentasi sertifikasi aset dapat meningkat. Ia berharap evaluasi bersama KPK ini dapat menjadi jawaban atas kendala yang dihadapinya selama ini dalam proses sertifikasi aset.
“Target di 2023 itu 862 bidang. Makanya ini supervisi dengan KPK. Harusnya sekurang-kurangnya 75 persen dari itu muncul. Baru 5 yang terbit yang waktu penyerahan di Kota Tangerang. Sekarang proses SK 21 infonya. Mungkin nanti tambah lagi. Jadi kuncinya tidak bisa disamakan dengan yang umum, karena aset pemerintah untuk layanan publik,” tandasnya.
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 9 jam yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 19 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu