TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Incar 15 Perjanjian Dagang

Kemendag Jadi Ujung Tombak

Oleh: Farhan
Kamis, 19 Oktober 2023 | 10:05 WIB
Foto ; Ist
Foto ; Ist

JAKARTA - Indonesia mengincar kesepakatan ekonomi perdagangan bebas dengan sejumlah negara. Ada 15 perundingan yang saat ini lagi dijajaki.

Antara lain dengan Uni Eropa, Turki, Pakistan (Trade in Goods Agreement/TIGA), Bangladesh,Tunisia, Mauri­tius, Maroko, Kanada, Perjan­jian Perdagangan Preferensial Antara Pasar Bersama di Selatan (MERCOSUR), Eurasian Eco­nomic Union (EAEU), lingkup ASEAN dan Peru. 

Sambuaga mengklaim, perjanjian dan negosiasi dagang yang telah dilakukan Kementerian Perda­gangan (Kemendag) akan mem­berikan kemudahan bagi pelaku usaha.

“Kinerja perjanjian dagang sangat memberikan banyak aspek kemudahan bagi pelaku usaha dalam melakukan ekspor ke luar negeri,” kata Jerry dalam pembukaan Trade Expo Indo­nesia (TEI) ke-38 di ICE BSD Tangerang, Rabu (18/10/2023).

Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, Indonesia saat ini telah memiliki 38 per­janjian perdagangan baik bilateral, regional, dan multilateral, dan terdapat di seluruh benua di dunia.

Dia merinci, 38 perjanjian yang telah ditandatangani, dirati­fikasi dan diimplementasikan, yaitu dengan Jepang, Pakistan, Palestina, Chile (Trade in Goods and Services), Australia, European Free Trade Association (EFTA), Mozambik, Regional Comprehensive Economic Part­nership (RCEP), Korea, Uni Emirat Arab (UEA), Preferential Trade Agreement Developing Eight ( PTA D-8).

Kemudian, Trade Preferen­tial System of the Organiza­tion of the Islamic Conference (TPS-OIC), Lingkup ASEAN, Trade Facilitation Agreement (TFA), Subsidi Perikanan, World Trade Organization, Indonesia-Canada Comprehensive Eco­nomic Partnership Agreement (ICA-CEP), Iran, juga Indo­nesia-Malaysia Border Trade Agreement (BTA).

Untuk menggenjot perjanjian dagang, Jerry mengaku sampai saat ini Kemendag memiliki perwakilan perdagangan yang tersebar di 31 negara.

“Diharapkan, mereka jadi ujung tombak ekspor Indone­sia yang berperan dalam agen promosi dan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,” ha­rapnya.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menuturkan manfaat dari perjanjian dagang Indonesia dengan negara lain.

Menurut Zulhas-sapaan akrab Zulkifli Hasan, perjanjian da­gang itu dilakukan agar Indone­sia tidak hanya menjadi negara konsumen saja.

Dia miris karena saat ini Indo­nesia telah banyak mengimpor mulai dari bahan pangan hingga buah-buahan.

“Tanpa perjanjian itu, kita sudah jadi supermarket. Kurang ini impor, kurang cabe impor, kelengkeng kurang impor, terigu kita dari 2 juta sekarang 13 juta impor,” bebernya.

Ketua Umum PAN ini mengungkapkan, saat ini perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa kalah dengan Vietnam dan Thai­land.

Hal itu terjadi karena Vietnam dan Thailand telah melakukan perjanjian dagang dengan Uni Eropa yang membebaskan tarif masuknya produk dalam negeri mereka.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai, alih-alih meningkatkan ekspor, perjan­jian dagang justru sering mem­berikan gempuran impor bagi Indonesia.

Alasannya, karena pembe­basan bea masuk yang biasanya diterapkan oleh negara-negara pelaksana.

Sebenarnya, kata Shinta, pem­bebasan tarif dalam perjanjian dagang, terutama untuk ekspor adalah hal yang biasa.

Namun, dengan besarnya ukuran pasar Indonesia, dibandingkan negara mitra, tarif yang harus dibebaskan pun lebih besar dari negara-negara lainnya.

Selain itu, kehadiran perjan­jian perdagangan juga tidak se­cara otomatis membuat penetrasi pasar untuk ekspor menjadi lebih mudah.

Menurutnya, dalam banyak kasus, mitra dagang Indonesia menerapkan hambatan nontarif yang membutuhkan penyesuaian lebih lama dari pelaku usaha.

Terlebih, dari sisi kesiapan memasuki pasar, seringkali mitra lebih siap daripada Indonesia.

“Akibatnya, produk negara mitra lebih cepat masuk karena perbedaan penyesuaian dari sisi compliance,” kata Shinta.

Shinta menilai, kondisi ini membuat upaya Indonesia untuk mendorong laju ekspor melalui pakta dagang terkendala beban kriteria di negara tujuan (compli­ance). Meskipun pembebasan tarif ekspor sudah diberlaku­kan.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo