TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pilpres Kurang 37 Hari, Di Dunia Maya Panas Di Dunia Nyata Dingin Saja

Laporan: AY
Minggu, 07 Januari 2024 | 08:37 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - H-37 jelang pencoblosan, tensi politik semakin meninggi. Namun, di banding lima tahun lalu, panasnya Pilpres 2024 cuma terasa di dunia maya. Di dunia nyata sih dingin-dingin saja.
Harapan agar panasnya Pilpres di dunia nyata tidak menjalar ke dunia maya, disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia mengajak seluruh elemen masyarakat menyikapi Pilpres 2024 dengan mengedepankan kedamaian. Meski beda pilihan, harusnya tetap menjunjung kebersamaan.
“Di setiap kesempatan, setiap saat, terhadap wilayah-wilayah yang memiliki potensi, kita selalu mengajak masyarakat untuk mendeklarasikan Pemilu damai, penyelenggara maupun juga masyarakat pemilih dan juga para tokoh,” kata Kapolri kepada wartawan di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (6/1/2024).

Sigit mengakui, suhu politik di dunia maya mulai memanas. Namun, ia berharap masyarakat tak terpengaruh karena dia meyakini masyarakat sudah dewasa.

“Kita juga melihat di media sosial, di media TV sudah mulai memanas. Harapan kita di level masyarakat, di level grassroot, ini tidak terpengaruh,” ungkapnya.
Sigit berharap masyarakat menentukan pilihannya sendiri di bilik suara pada tahap pencoblosan Pemilu 2024. Ia mengingatkan perbedaan pendapat bukan berarti disikapi dengan permasalahan berlanjut, apalagi keributan.

“Jadi biarkan masyarakat menentukan pilihannya di bilik suara, dan kemudian ini bisa berjalan dengan baik. Beda pendapat bukan untuk kemudian mengakibatkan terjadinya permasalahan ataupun kemudian bahkan terjadi kerusuhan,” ucapnya.
Belakangan ini, tensi politik di media sosial memang lebih panas dibanding dunia nyata. Di beranda medsos, hampir tiap detik isinya penuh saling serang, cacian, makian hingga penyebaran berita bohong.

Sejauh ini, Bawaslu melaporkan sudah menemukan 204 konten di medsos yang melanggar ketentuan dalam UU Pemilu dan UU ITE. Menurut anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, temuan ini berasal dari pengawasan siber, penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu dan analisis aduan masyarakat.

Pelanggaran konten internet pada tahapan kampanye terbagi atas tiga jenis, yakni ujaran kebencian, politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta pelanggaran berita bohong. Ujaran kebencian merupakan jenis pelanggaran terbanyak dengan 194 konten atau 95 persen, diikuti politisasi SARA sebanyak 9 konten atau 4 persen, dan pelanggaran berita bohong dengan 1 konten atau 1 persen.

Sebelumnya Loly menuturkan, pelanggaran konten internet ini paling banyak menggunakan media Instagram sebanyak 72 konten melanggar (35 persen), Facebook 69 konten (34 persen), Twitter 54 konten (27 persen), TikTok 7 konten (3 persen), dan YouTube dengan 2 konten (1 persen).
Adapun dari 204 konten melanggar, sebanyak 196 konten menyasar Paslon Capres-Cawapres, sedangkan sisanya sebanyak 8 konten menyasar penyelenggara pemilu.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno tak menampik, bila suasana Pilpres di medsos lebih panas dari dunia nyata. “Dari dulu medsos memang brisik dan gaduh. Antar pendukung tanpa henti saling berkelahi. Padahal realita di bawah santai saja,” tuturnya.

Namun, Adi menilai, panasnya Pilpres yang terjadi sekarang, masih lebih baik dibanding 5 tahun lalu. Saat ini, kata dia, tak ada lagi narasi PKI, cebong vs kampret, atau penggunaan ayat-ayat agama untuk kepentingan politik. Di dunia nyata, bahkan kondisinya lebih dingin.
“Sekarang tak ada isu agama. Sekarang paslonnya tiga. Jadi lebih kondusif di grassroot,” ulasnya.
Direktur Eksekutif Trias Politik Strategis Agung Baskoro mengatakan, menjadi hal yang wajar ketika tensi politik semakin tinggi jelang pencoblosan. Namun, polarisasi pada Pilpres ini lebih minim ketimbang dua Pilpres sebelumnya.

Agar tensi dari dunia maya tidak menjalar ke dunia nyata, Agung berpesan agar aparat penegak hukum bisa profesional. “Sehingga di satu sisi patut kita syukuri. Walaupun aparat tetap perlu waspada untuk terus mencegah ekses yang bisa saja mengemuka,” pesan Agung.
Artinya, damai tidaknya Pilpres bergantung kepada semua pihak. “Utamanya jari-jemari kita agar lebih baik dalam mengontrol diri sehingga tak mudah terjebak kepada hoaks, fitnah, hingga ujaran kebencian,” kata Agung.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo