TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Istri Presiden Boleh Kampanye, Tak Ada Syarat Dan Ketentuan Apa Pun

Laporan: AY
Sabtu, 27 Januari 2024 | 07:16 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mempermasalahkan pose dua jari Ibu Negara, Iriana Jokowi. Didalilkan, istri presiden diperbolehkan mengikuti kampanye politik tanpa syarat dan ketentuan apa pun.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegas­kan, belum ada aturan atau undang-un­dang manapun yang mengatur kampanye ibu negara. Berbeda dengan Presiden yang terikat dengan aturan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu bila ingin berkampanye.
“Ibu negara bukan jabatan negara dan orang yang menyandang titel sebagai ibu negara bukanlah pejabat publik,” tegas Hasyim dalam keterangannya, Jumat (26/1/2024).

Hasyim menjelaskan, ketentuan yang ada saat ini hanya mengatur presiden dan menteri-menteri. Hak politik mereka untuk berkampanye dilindungi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Artinya, kata dia, jika Presiden Jokowi memutuskan ikut kampanye selama Pemilu 2024, maka harus mengajukan cuti kepada dirinya sendiri.
“Dia mengajukan cuti (kepada dirinya sendiri). Iya kan presiden cuma satu,” kata Hasyim.

Dia menjelaskan, Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tata cara presiden ikut kampanye, yaitu, wajib ambil cuti karena selama kegiatan berkampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
“Dalam aturan itu, presiden juga cuti di luar tanggungan negara. Artinya, presiden tidak mendapatkan gaji dan tunjangan jika dia ikut kampanye,” jelas Hasyim.

Aturan yang sama, lanjut Hasyim, juga berlaku untuk para menteri yang terlibat kampanye. Menteri yang akan berkampa­nye harus mengajukan surat izin kepada presiden, selanjutnya presiden memberi­kan surat izin.

“Setiap surat yang dibuat para menteri yang akan kampanye, surat izin yang diterbitkan presiden itu, KPU selalu mendapatkan tembusan,” kata Hasyim.

Sebelumnya, Senin (22/1/24), saat mendampingi Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke Jawa Tengah (Jateng), Iriana Jokowi mengacungkan pose 2 jari saat berada di dalam mobil dinas Presiden.
Pose Ibu Negara itu diartikan seba­gai bentuk dukungan kepada pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, posisi presi­den jika tidak cuti, sama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun politik. Sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mereka sama-sama sebagai pejabat negara, yang dilarang berpihak atau menguntungkan dan mer­ugikan salah satu peserta pemilu sebelum, saat, dan setelah masa kampanye.

“ASN saja dilarang pose menggunakan simbol atau gestur tertentu. Demikian pula dengan Presiden yang sedang melakukan tugas pemerintahan atau kenegaraan dan tidak sedang dalam keadaan cuti kampanye,” jelas Titi dalam keteran­gannya, Jumat (26/1/2024).

Titi mengakui, Pasal 299 dan 300 Undang-Undang Pemilu membolehkan presiden dan wakil presiden kampanye asal cuti di luar tanggungan negara dan tidak memakai fasilitas negara kecuali yang melekat.
Kata dia, jika Jokowi ingin kampanye untuk peserta pemilu tertentu, maka harus melakukannya sebagai Jokowi, bukan sebagai presiden dengan cuti.

“Ini pernah dicontohkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir masa jabatannya jelang Pemilu 2014. SBY menjadi juru kampa­nye Partai Demokrat, tapi mengajukan cuti sebagai presiden,” ungkapnya.
“Di luar kapasitasnya selaku presiden, SBY berhak melakukan hal tersebut karena dia berstatus ketua umum partai,” sambung Titi.

Titi menegaskan, seharusnya Jokowi secara teebuka menyatakan keberpi­hakan dan dukungannya kepada calon tertentu.

Kata dia, ketidakterbukaan Jokowi yang diikuti dengan kode-kode yang dalam penalaran wajar terasosiasi pada pasangan calon tertentu, sudah dapat dianggap sebagai pelanggaran Pemilu atas ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 UU Pemilu.
“Undang-Undang Pemilu kita sangat ketat mengukur ketidakberpihakan itu,” tuturnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo