TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Urusan Beras Belum Beres, Harga Belum Terkendali

Laporan: AY
Selasa, 30 Januari 2024 | 14:27 WIB
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) menyapa warga saat mengunjungi Pasar Mungkid, Magelang Jawa Tengah, Senin (29/1/2024). (Foto : Ist)
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) menyapa warga saat mengunjungi Pasar Mungkid, Magelang Jawa Tengah, Senin (29/1/2024). (Foto : Ist)

JAWA TENGAH - Sudah berbulan-bulan urusan beras masih belum beres juga. Bukannya turun, harga beras malah naik lagi.
Kenaikan harga beras ini juga diakui oleh Presiden Jokowi usai blusukan ke Pasar Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Senin (29/1/2024). Saat blusukan, Jokowi didampingi Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana.
Kedatangan Jokowi disambut pedagang dan masyarakat setempat. Eks Wali Kota Solo itu kemudian langsung menghampiri pedagang dan menanyakan kondisi harga sejumlah bahan pokok seperti beras, cabe, hingga bawang merah.

“Saya sudah hampir dua minggu enggak pernah masuk pasar, saya ingin cek di Pasar Magelang,” ujar Jokowi.

Berdasarkan pengamatannya, harga-harga kebutuhan pokok di Pasar Mungkid terpantau stabil. Cabe rawit misalnya, berada pada harga Rp 30 ribu per kilogram.
“Ya hampir semuanya baik, cabe rawit sekarang sudah di harga 30 ribu per kilogram, bawang merah di 20-22 ribu per kilogram. Paling ada kenaikan sedikit beras, yang lain enggak,” jelasnya.

Menurut Jokowi, harga beras sedikit naik karena saat ini belum masuk masa panen raya. Kepala Negara pun meyakini bahwa harga beras akan turun ketika stoknya melimpah.
“Ya belum panen raya. Nanti produksinya melimpah pas panen raya, pasti harganya juga turun,” tandasnya.

Hal senada dikatakan, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi. Dia menyebut, tingginya harga beras ditengarai terlambatnya masa tanam yang berakibat pada terlambatnya panen dan produksi. “Situasinya sedang dapat tekanan dari produksi. Sebagian petani kita telat tanam, baru Januari nanam,” ungkap Bayu.

Bahkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras dalam negeri diperkirakan defisit 2,7 juta ton pada periode Januari-Februari 2024. Selain itu, harga pupuk yang masih tinggi juga menjadi pemicu mahalnya harga beras nasional. Kondisi ini salah satunya dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina.
Belum lagi, lanjut dia, adanya gangguan rantai pasok akibat adanya konflik di kawasan Laut Merah yang menggangu pelayaran di Terusan Suez, rute laut tercepat di Asia dan Eropa. “Ini menambah waktu dan biaya, mendorong harga naik,” sesal Bayu.

Untuk mengatasi tingginya harga beras di tingkat pedagang eceran, Perum Bulog akan segera menyalurkan beras stabilitas pasokan dan harga beras (SPHP) dan bantuan pangan berupa beras 10 kg kepeada 21 juta keluarga penerima manfaat (KPM) atau setara 210 ribu ton per bulan.
Sementara, Deputi III Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Edy Priyono mengatakan, pemerintah buka peluang untuk penyesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Hal itu merespons kenaikan beras yang tak kunjung mereda beberapa waktu terakhir ini.
“Jadi HET mungkin perlu disesuaikan. Meskipun kami tahu kalau HET disesuaikan harganya lebih tinggi kita nggak tahu maka itu harus dibicarakan,” kata Edy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Pusat, Senin (29/1/2024).

Edy mengakui, HET beras saat ini sudah tidak bisa menekan harga beras di pasar. Pasalnya, harga beras sudah jauh berada di atas HET yang ditetapkan Pemerintah.

Dalam pantauan KSP harga beras medium saja, per Senin (29/1) sudah mencapai Rp 14.850 per kg. Sementara HET beras mediumnya rata-rata saat ini hanya di kisaran Rp 11.400 per kg.
Saat ini, Pemerintah masih akan melihat kondisi harga beras saat panen raya. Menurutnya, jika pada saat panen raya harga beras masih di atas HET, artinya perlu dilakukan penyesuaian.

“Jadi pada waktunya harus di analisis salah satu indikasinya adalah kalau panen raya harganya masih tinggi berarti harga sudah berubah,” jelas Eddy.
Diketahui, HET beras terakhir dievaluasi pada pertengahan tahun lalu. Adapun untuk perhitungan HET, Pemerintah menetapkannya berdasarkan sistem zonasi. Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi. Zona 2 untuk Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, NTT, Kalimantan. Zona 3 untuk Maluku dan Papua.

Untuk HET beras medium, zona 1 Rp 10.900 per kg, untuk zona 2 Rp 11.500 per kg, untuk zona 3 Rp 11.800 per kg. Kemudian untuk beras premium, zona 1 Rp 12.900 per kg, zona 2 Rp 14.400 per kg, dan zona 3 Rp 14.800 per kg. Kenaikan harga beras juga jadi sorotan netizen.

“Beras di Cirebon udah nyentuh Rp 17 ribu per kg,” kata @Naimvcu. “Bukankah Pemerintah impor beras untuk jaga stok dan stabilitas harga? Harusnya fungsi stabilitas harga main di situ, bukan karena harga naik karena hasil produksi kurang. Lingkaran setan saja ini,” kritik @Ruhukailendrico.
“Iya, lalu apa gunanya itu impor besar-besaran kalau harga berasnya masih naik terus. Bisa nggak sih ngurusin negara ini? Kalau nggak becus, sudah pada mundur saja semua, dan ganti orang yang benar-benar profesional, yang bisa bekerja objektif tidak merugikan para petani dan tidak merugikan/memboskan keuangan Negara!” pungkas @Sofian42143091.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo