TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Hak Angket Digulirkan Paslon 03

Mahfud: Mendukung Nggak Ada Gunanya Kalau DPR Nggak Mau

Laporan: AY
Jumat, 23 Februari 2024 | 09:28 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Cawapres 03, Mahfud MD, tidak mau ikut-ikutan mendorong hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Dia bilang, dukung-mendukung tidak akan ada gunanya kalau DPR tidak mau menggulirkan hak angket tersebut.
Usulan digulirkannya hak angket DPR mengenai dugaan kecurangan Pemilu 2024 sedang ramai diperbincangkan. Usulan ini awalnya disampaikan Capres 03, Ganjar Pranowo. Ganjar mengajak kubu Capres 01, Anies Baswedan, menggulirkan hak angket di DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pilpres 2024.
Meski berpasangan, Mahfud punya sikap berbeda dengan Ganjar. Dia menjelaskan, usulan menggulirkan hak angket bukan urusannya sebagai Cawapres. Hak angket adalah kewenangan anggota DPR.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) bersikap realistis. Sebab, belum tentu DPR mau menggulirkan hak angket tersebut. "Mendukung juga nggak ada gunanya kalau DPR ndak mau," kata Mahfud, di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2024).
Mahfud menekankan, tugasnya sebagai Cawapres cuma menyukseskan gelaran Pilpres. Jadi, tidak ada keharusan bagi partai politik berkoordinasi dengan dirinya dan membahas soal hak angket.

"Hak angket itu bukan urusan paslon, itu urusan partai. Apakah partai itu menggertak apa ndak, saya ndak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya ndak ikut-ikut di urusan partai," ucap mantan Menko Polhukam ini.
Anggota DPR dari parpol pendukung 02 langsung menolak penggunaan hak angket itu. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menyatakan, wacana hak angket di DPR untuk dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024 tidak tepat. Menurutnya, dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 semestinya tidak dibawa ke ranah politik.

Guspardi menegaskan, dugaan kecurangan Pilpres bisa dilaporkan ke penyelenggara Pemilu, seperti Bawaslu atau Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Jika di Bawaslu dinilai kurang memuaskan, Undang-Undang mengatur urusan itu diserahkan ke MK.
"Ranahnya di situ. Kok ujug-ujug hak angket, ada apa?" kata Guspardi, dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).

Dari luar DPR, pakar hukum tata negara yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Prof Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu harus diselesaikan di MK, bukan dengan mengajukan hak angket di DPR untuk menagih pertanggungjawaban KPU.

Yusril mengakui, penggunaan hak angket memang diatur dalam Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945. Belied itu mengatur fungsi DPR dalam urusan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum. Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam Undang-Undang DPR, MPR, DPD, dan DPRD alias MD3. Tapi, hak angket itu tidak tepat digunakan untuk masalah dugaan kecurangan Pemilu.
"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Menurut hemat saya, tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil Pemilu, yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," jelas Yusril, Kamis (22/2/2024).
Mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini menambahkan, para perumus amandemen UUD NRI 1945 telah memikirkan cara paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu, yakni melalui badan peradilan atau MK. Hal ini dimaksudkan agar perselisihan bisa segera berakhir dan tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan, jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
"Saya berpendapat, UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK. Karena itu, penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan," papar Yusril.

Menurutnya, penggunaan angket dapat membuat perselisihan Pilpres berlarut, tanpa kejelasan kapan akan berakhir. "Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," jelas Yusril.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, ikut berkomentar. Dia berharap, semua pihak tidak menyebar isu soal kecurangan Pemilu. Menurutnya, jika memang ada bukti kecurangan, lebih baik dibawa langsung ke ranah hukum.
"Imbauan saya ndak usah jadikan masalah ini sebagai gimmick politik yang artifisial. Kalau masalahnya masalah hukum, selesaikan dengan hukum. Kalau masalah politik, bicarakan secara politik, itu saja," kata Gus Yahya, di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).
Gus Yahya tak yakin, usulan hak angket ini bakal ditindaklanjuti DPR. Sebab, saat ini DPR sedang dalam masa reses. Para anggota DPR sedang sibuk di daerah pemilihan (dapil) masing-masing untuk mengawal perolehan suara masing-masing.
“DPR-nya aja belum balik kantor. Mereka masih sibuk di KPPS dan lain-lain. Siang yang mau bikin (hak angket)?” imbuhnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo