Dianggap Sukses Di Pilkades, Pemilu E-Voting Apa Bisa Dipercaya?

JAKARTA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto melontarkan wacana penyelenggaraan pemilu melalui sistem elektronik atau e-voting.
Wacana ini muncul setelah suksesnya penerapan metode serupa dalam pemilihan kepala desa (Pilkades) di 1.910 desa di Indonesia sepanjang 2013 hingga 2023.
"Jadi, e-voting ini memungkinkan, sudah berjalan dengan lancar tidak bermasalah. Nah, karena itu, begitu landasan aturannya sudah jelas, panduannya sudah ada, kita dorong Pilkades ini secara digital," ujar Bima dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR-RI, Senin (5/5/2025).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin mengungkapkan usulan e-voting maupun e-counting sudah menjadi bahan diskusi. E-voting dinilai perlu didukung persiapan yang matang, seperti teknologi dan dasar hukum yang jelas.
Pasti kita semua berpikir untuk itu (e-voting/e-counting). Alasan efisiensi, penyederhanaan, adaptasi terhadap teknologi, mau tidak mau. Tapi persiapannya harus panjang dan juga piranti hukum, dasar, basis aturannya harus jelas. Sehingga KPU-nya tidak terombang-ambing. Kalau nanti tidak jelas, repot teman-teman sekalian," kata Afif.
KPU sudah pernah melakukan berbagai macam metode dalam pemilihan, mulai dari mencoblos, mencontreng hingga kembali mencoblos. Afif menyampaikan KPU selalu melakukan modernisasi pemilu dari sebelumnya.
"Karena bagaimanapun, kami dari sisi KPU terkait dengan sistem, tidak ada sistem KPU yang dibuat oleh para pendahulu kami itu kemudian kami matikan. Semua kami modernisasi, semua kami upayakan adanya pengembangan," imbuhnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan, yang terpenting dalam wacana penerapan e-voting adalah adanya kepercayaan masyarakat terhadap sistem yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu. Contohnya, sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) yang dikeluarkan KPU. "Sirekap saja dipersoalkan, nanti ramai demo berjilid-jilid," ujar dia.
Selain itu, infrastruktur juga menjadi sorotan Bawaslu karena dinilai masih banyak daerah yang belum mendapatkan akses dasar listrik. Bawaslu menginginkan agar Pemerintah bisa memenuhi kebutuhan infrastruktur terlebih dahulu sebelum menerapkan rencana e-voting.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Eka Widodo mendukung wacana penggunaan e-voting pada Pemilu 2029. Pria yang akrab disapa Edo itu mengungkapkan e-voting menjadi mekanisme pemilihan yang lebih aman, efektif dan adaptif di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi digital saat ini.
Penerapan e-voting merupakan bagian dari keberhasilan program Making Indonesia 4.0 yang berorientasi pada pengembangan infrastruktur digital serta literasi digital yang dicanangkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2018. Dalam rangka menghadapi revolusi industri 4.0, berbagai sektor pemerintahan, termasuk penyelenggaraan pemilu harus adaptif berbasis digital.
Edo mengatakan, penerapan e-voting dapat meningkatkan efisiensi dalam proses pemilihan dengan mengurangi waktu penghitungan suara, serta meningkatkan transparansi karena memberikan akses real-time.
Ini akan mengikis keruwetan dan praktik manipulasi suara yang menjadi problem pemilihan dari masa ke masa. E-voting juga dapat mengurangi biaya pemilihan yang biasanya dikeluarkan untuk logistik dan penghitungan suara manual," ungkap Edo
Apa pandangan Bawaslu terkait wacana Pemilu melalui e-voting?
Kami di Bawaslu pada dasarnya mendukung rencana tersebut. E-voting bisa menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi pelaksanaan pemilu di masa depan. Apalagi, di Pilkades sukses. Itu membuka peluang untuk diterapkan di tingkat yang lebih tinggi, mulai dari Pilkada hingga Pilpres.
Apa tantangan utama dalam e-voting?
Tantangan terbesarnya ada pada infrastruktur, terutama terkait daftar pemilih tetap (DPT). Selama ini, DPT masih sering menjadi sumber masalah, mulai dari data ganda, pemilih yang tidak terdaftar, hingga pemilih fiktif. Kalau kita tidak benahi dulu infrastrukturnya, penerapan e-voting justru bisa memperbesar persoalan yang sudah ada.
Bagaimana dengan kesiapan infrastruktur di daerah, terutama yang masih tertinggal?
Nah, ini penting. Ambil contoh Papua. Di sana, pasokan listrik masih belum stabil. Kadang hidup, kadang mati. Jadi, kalau kita bicara e-voting di daerah seperti itu, menurut saya masih terlalu dini. Sebaiknya kita benahi dulu infrastrukturnya. Tidak hanya listrik, tapi juga jaringan internet dan sistem pendukung lainnya.
Selain persoalan teknis, apakah ada hal lain yang perlu disiapkan sebelum e-voting diterapkan?
Kesiapan teknologi harus dibarengi dengan kesiapan sosial-politik. Kita harus membangun kepercayaan publik terhadap sistem yang akan digunakan. Lihat saja Amerika Serikat, meskipun mereka jadi rujukan demokrasi, warganya tetap wajib hadir di TPS. Bedanya, mereka sudah menggunakan mesin elektronik untuk mempercepat proses penghitungan, tapi tetap menjaga prinsip kehadiran langsung.
Jadi, kepercayaan publik menjadi kunci utama?
Iya, benar sekali. Harus ada basis yang kuat. Prakondisi utamanya adalah masyarakat harus percaya dengan sistem informasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pemilu. Tanpa kepercayaan itu, secanggih apa pun teknologinya, akan sia-sia.
Jika semua tantangan ini bisa diatasi, apakah Bawaslu optimis e-voting bisa diterapkan dalam waktu dekat?
Saya optimis, asal semua pihak. Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat bersungguh-sungguh mewujudkannya. Tapi sebelum itu, kita punya pekerjaan rumah besar: membenahi infrastruktur dasar seperti jaringan listrik dan internet, memastikan DPT yang akurat, serta membangun sistem keamanan siber yang kuat untuk menangkal potensi kecurangan dan serangan.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu