TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Pemprov Banten Ambil Alih Penanganan Korban Banjir di Lebakgedong

Pembangunan Huntap Terhambat Lahan

Oleh: Ari Supriadi
Editor: Ari Supriadi
Rabu, 21 Mei 2025 | 20:18 WIB
Focus Discussion (FGD) Group Klaster Pengungsian dan Perlindungan di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten, di KP3B Curug, Kota Serang, Rabu (20/5/2025) siang.(Ari Supriadi-tangselpos.id)
Focus Discussion (FGD) Group Klaster Pengungsian dan Perlindungan di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten, di KP3B Curug, Kota Serang, Rabu (20/5/2025) siang.(Ari Supriadi-tangselpos.id)

SERANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten bakal mengambil alih penanganan terhadap 221 Kepala Keluarga (KK) yang menjadi penyintas bencana banjir bandang di Kecamatan Lebakgedong, dan 94 KK di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, yang terjadi lima tahun silam. Namun penanganan tersebut bukan pada pasca bencana, lebih pada pemulihan dan salah satunya adalah pembangunan hunian tetap (huntap) serta pembangunan infrastruktur jalan. Diperkirakan untuk penanganan tersebut membutuhkan anggaran sekitar Rp 64 miliar.

 

Asisten Daerah (Asda) I Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Banten, Komarudin mengatakan, pihaknya mendapat informasi kendala embangunan huntap bagi korban bencana banjir bandang di Kecamatan Lebakgedong dan Cipanas karena terkendala lahan dan juga anggaran.

 

“Ternyata pembangunan rumah bagi warga korban bencana itu belum berjalan, karena anggaran, lahan dan lainnya. Akhirnya tertunda hingga lewat dari tiga tahun, sehingga penanganannya tidak bisa lagi dalam konteks penanganan bencana,” ujar Komarudin, usai menghadiri acara Focus Discussion (FGD) Group Klaster Pengungsian dan Perlindungan di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten, di KP3B Curug, Kota Serang, Rabu (20/5/2025) siang.

 

Dari hasil pertemuan lintas instansi tersebut terdapat kesepakatan, akhirnya penanganannya dialihkan yang semula oleh pemerintah pusat menjadi kewenangan Pemprov Banten. Atas peralihan kewenangan tersebut, maka penanangannya masuk menjadi program regular tidak lagi penanganan pasca bencana.

 

“Sehingga yang tadinya menjadi kewenangan pemerintah puat, kita coba nanti diupayakan dialihkan menjadi kewenangan provinsi. Karena seperti di Pandeglang, itu dialihkan ke provinsi dan sudah selesai,” tandasnya.

 

Menurut dia, soal hambatan kewenangan dan peraturan akan dicarikan solusi, yakni melalui peralihan kewenangan. Pihaknya berharap, dengan peralihan kewenangan tersebut bisa diselesaikan oleh Pemprov Banten dengan cepat. “Tadi hitungan sementara sekitar Rp 64 miliar, mudah-mudahan segitu bisa lah. Itu untuk jalan, bangun rumah, pematangan lahan dan untuk tanahnya itu dari Perhutani tapi itu kan belum matang. Untuk lokus sementara di situ (Desa Banjarsari, Kecamatan Lebakgedong, red) tapi kalau untuk yang di Cipanas itu harus ada alternatif atau bisa juga tidak hanya satu kawasan,” pungkasnya.

 

Terkendala Status Lahan

 

Di tempat yang sama, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Febby Rizki Pratama mengaku, pihaknya siap bersinergi dengan Pemprov Banten untuk menyelesaikan pembangunan hunian tetap bagi 221 KK di Kecamatan Lebakgedong dan 94 KK di Kecamatan Cipanas. “Dari kesepakatan kita dengan Dirjen Perumahan Kementerian PUPR waktu itu disepakati di 5,4 hektare dalam satu kawasan untuk relokasi para korban banjir bandang tersebut,” kata Febby.

 

Ditanya soal kendala penanganan pembangunan hunian tetap bagi korban, ia mengaku, kendala utama yakni pada status lahan akibat perubahan regulasi. Kata Febby, pasca bencana pemerintah daerah bersama pihak terkait sudah melakukan langkah relokasi di atas lahan milik Perum Perhutani dalam hal ini Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

 

“Karena lahan yang dijadikan relokasi itu milik Perum Perhutani/TNGHS maka sesuai Peraturan Menteri Kehutanan yang lama itu skema tukar-menukar kawasan hutan. Kita berproses sampai tahun 2021 menggunakan skema tukar-menukar kawasan hutan, jadi pemda menyerahkan sejumlah lahan untuk ditukar dengan lahan relokasi tersebut,” terangnya.

 

Namun dalam perjalanannya terdapat perubahan regulasi, yakni dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengamanatkan menghapus Peraturan Menteri Kehutanan lama dan diganti dengan yang baru. Dalam regulasi baru tersebut memungkinkan untuk kawasan hutan dilepaskan secara terbatas, salah satunya untuk kepentingan relokasi bencana.

 

Nah otomatis proses yang kita susun awal dengan skema tukar-menukar diubah menjadi pelepasan kawasan hutan dan kita berproses sampai tahun 2023. Setelah kita mendapatkan atau dilepaskan lahan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kementerian LHK, timbul masalah baru. Jadi masalah baru itu ada sejumlah pihak yang mengklaim memiliki atas lahan tersebut dan itu diselesaikan pada Agustus 2024,” beber Febby.

 

Dari hasil koordinasi dengan pemerinta pusat dan provinsi, nantinya akan ada pembagian tugas untuk menyelesaikan pemasalahan pembangunan hunian tetap tersebut.

 

Melalui sambungan telepon, Kasi Pemerintahan Desa Ciladaeun, Kecamatan Lebakgedong, Ajat menerangkan, di desanya terdapat 39 KK yang menjadi korban banjir bandang pada 2020 lalu. Bahkan satu KK masuk dalam SK Bupati Lebak yang mendapat bantuan pembangunan rumah, namun sampai hari ini tidak kunjung terealisasi.

 

"Di Desa Ciladaeun terdapat 39 KK dan saat ini mereka sudah kembali hidup normal, dalam artian ada yang membangun kembali rumahnya di luar lokasi semula, memperbaiki rumah yang rusak. Namun saya tegaskan, itu tanpa bantuan pemerintah karena penanganannya lambat," terangnya.

 

Komisi V Dorong Pemprov Ambil Langkah Cepat 

 

Anggota Komisi V DPRD Provinsi Banten, Ida Hamidah mendorong, pemerintah daerah untuk mengambil langkah cepat terkait penanganan korban banjir bandang di Lebak. Sebab, nasib para korban bencana sudah terkatung-katung cukup lama, sampai lima tahun. "Kita paham ada prosedur dan birokrasi yang mesti ditempuh oleh pemerintah, namun ini kan masalahnya force major. Maka penanganannya pun tentunya harus extra ordinary, karena menyangkut nasib khalayak," ungkap politisi PPP ini.(rie)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit