KPK Tangkap Bupati Koltim, NasDem Tidak Melawan

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem. Mengetahui kadernya diamankan, partai besutan Surya Paloh itu memilih tidak melawan.
Penangkapan Abdul Azis merupakan kelanjutan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK di Koltim. Operasi tersebut dimulai sejak Kamis (7/8/2025) di tiga lokasi berbeda, dengan total 12 orang diamankan. Rinciannya, 4 orang di Sulawesi Tenggara (Sultra), 3 orang di Jakarta, dan sisanya di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Abdul Azis ditangkap di Makassar, Sulsel, usai Rakernas, lalu dibawa ke Polda Sulsel untuk pemeriksaan awal. “(Diamankan) setelah selesai Rakernas,” jelas Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto, Jumat (8/8/2025).
Setelah semalam di kantor polisi, Abdul Azis dibawa ke Jakarta dan tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat sore sekitar pukul 16.23 WIB. Mengenakan kemeja cokelat, masker hitam, dan topi putih, ia hanya melambaikan tangan kepada wartawan tanpa memberi pernyataan, lalu digiring ke ruang pemeriksaan di lantai dua sambil menyeret koper hitam.
Hingga tadi malam, selain Abdul Azis, KPK belum merinci identitas pihak lain yang ikut diamankan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut OTT ini terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) pembangunan rumah sakit. “Untuk peningkatan kualitas atau status RS,” ujarnya.
Lalu apa tanggapan NasDem? Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menegaskan, partainya konsisten menghormati proses hukum. “Konsistensi sikap partai adalah penghormatan terhadap upaya penegakan hukum. Itu tidak akan mundur,” katanya di sela pembukaan Rakernas NasDem di Makassar, Jumat (8/8/2025).
Meski begitu, Paloh mengaku belum mengetahui detail kasus Abdul Azis dan memilih tidak terburu-buru berkomentar. Ia menegaskan NasDem selalu berpihak pada penegakan hukum yang adil. “Yang salah adalah salah,” tegasnya.
Paloh mengingatkan aparat penegak hukum agar tidak membuat drama sebelum penegakan hukum dijalankan. Ia juga mengkritik praktik yang diakhiri dengan pemberian amnesti.
“Itu yang NasDem sedih, kok harus ada drama dulu baru penegakan hukum. Sesudah penegakan hukum, nanti mengharap amnesti. Itu tidak bagus,” ucapnya.
Paloh juga menyoroti penggunaan istilah OTT oleh KPK yang dinilainya kerap disalahartikan publik. Ia menginstruksikan Fraksi NasDem untuk meminta Komisi III DPR memanggil KPK guna memberikan penjelasan. “Supaya jangan bingung publik. Orang kena OTT dulu, itu juga tidak tepat,” katanya.
Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni menegaskan, kasus Abdul Azis adalah urusan pribadi, tidak terkait partai maupun pelaksanaan Rakernas. “Bilamana ada penyelidikan tindak pidana, silakan prosesnya dilanjutkan, karena terkait masalah hukum,” ujarnya.
Ia juga membantah penangkapan dilakukan di arena Rakernas. Menurutnya, KPK bergerak setelah acara selesai dan di luar lokasi kegiatan.
“Mungkin di tempat lain bersamaan adanya tindak pidana, tapi di lokasi tidak ada demikian,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR itu.
Sahroni kembali menegaskan partainya tidak pernah mengintervensi KPK. “Karena yang bersangkutan adalah urusan pribadi dan tidak ada urusan Rakernas, jadi itu hak prerogatif mekanisme hukum yang ada di KPK,” tandasnya.
Sebelumnya, Abdul Azis membantah dirinya ditangkap dalam OTT KPK di Sultra. Bantahan itu disampaikan bersama Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni, di sela Rakernas NasDem di Makassar.
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Opini | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 22 jam yang lalu
Galeri | 20 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu