Anggaran Sekolah Kedinasan Dan Umum Sangat Jomplang

JAKARTA - Saat ini, DPR sedang membahas revisi Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Salah satu isu yang menjadi perdebatan dan kontroversi adalah anggaran sekolah umum dengan sekolah kedinasan yang sangat jomplang.
Ketua Fraksi Golkar MPR, Melchias Markus Mekeng membeberkan ketidakadilan antara sekolah umum dengan sekolah kedinasan. Pada tahun 2025 anggaran pendidikan mencapai Rp724 triliun, dengan porsi Rp91,4 triliun untuk 64 juta peserta didik di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
Sementara itu, anggaran pendidikan kedinasan mencapai Rp104 triliun untuk 13 ribu peserta. “Apa ini adil? 64 juta orang, hanya dikasih Rp91,4 triliun, sedangkan 13 ribu orang, anggaran kedinasan Rp104 triliun,” katanya.
Karenanya, ia menilai anggaran pendidikan 20 persen seharusnya tidak digunakan untuk pendidikan kedinasan, melainkan sepenuhnya untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
Sementara, Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian mengungkapkan bahwa ada puluhan kementerian/lembaga yang memiliki alokasi anggaran untuk pendidikan.
“Ada puluhan kementerian/lembaga yang ternyata menggunakan dana pendidikan ini. Bahkan juga ada pendidikan-pendidikan kedinasan,” jelas dia dalam keterangannya, Minggu (10/8/2025).
Menguatkan, Ketua Dewan Setara Institute Hendardi menilai pembagian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD tidak adil karena Rp91,4 triliun dialokasikan untuk 64 juta siswa/mahasiswa, sedangkan Rp104 triliun untuk 13.000 peserta pendidikan kedinasan.
"Apalagi menurut undang-undang, pembiayaan pendidikan kedinasan tidak boleh mengambil anggaran pendidikan 20 persen itu," ucapnya.
Hendardi menegaskan, biaya pendidikan kedinasan yang diambil dari anggaran pendidikan 20 persen merupakan sebuah pelanggaran, malah cenderung bisa disebut sebagai pelanggaran hukum.
Dia mencontohkan, TNI dan Polri yang melakukan pembiayaan pendidikan kedinasan secara mandiri karena tidak mengambil anggaran pendidikan 20 persen, tapi dibiayai dari institusinya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi mengharapkan agar sekolah kedinasan tidak menggunakan dari 20 persen anggaran pendidikan.
Berbeda, Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani tidak mempermasalahkan, jika sekolah kedinasan menggunakan anggaran 20 persen pendidikan. “Pendidikan kan termasuk sekolah-sekolah kedinasan. Jadi, tidak ada masalah kalau menggunakan 20 persen anggaran pendidikan,” katanya.
Untuk melihat bagaimana pandangan Unifah Rosyidi terkait anggaran pendidikan kedinasan. Berikut wawancaranya.
Anggaran pendidikan dianggap tidak adil karena Rp91,4 triliun dialokasikan untuk 64 juta siswa/mahasiswa, sedangkan Rp104 triliun untuk 13.000 pendidikan kedinasan. Apa tanggapan Anda?
Dari dulu, PGRI itu sudah memperjuangkan 20 persen anggaran untuk pendidikan. Makanya, PGRI itu sudah 3 kali berturut-turut mengugat ke Mahkamah Konstitusi.
Waktu itu, kami meminta anggaran 20 persen itu di luar untuk gaji guru. Tetapi, karena pertimbangan keuangan negara yang minim, maka gaji guru termasuk dalam anggaran 20 persen tersebut.
Nah, dalam perkembangannya, anggaran 20 persen itu mengalir ke mana-mana, termasuk ke sekolah kedinasan.
Apa tanggapan Anda, ketika anggaran 20 persen itu untuk sekolah kedinasan?
Menurut saya sudah nggak benar, sudah nggak tepat. Dan harus dikembalikan ke fungsi awal. Karena setiap kementerian itu berlomba-lomba untuk membuat sekolah kedinasan.
Bisa dibayangkan, anggaran untuk satu orang siswa di sekolah kedinasan itu hampir berapa miliar unit kosnya, sangat tidak adil jika dibandingkan dengan anak-anak sekolah yang dibantu dengan dana BOS.
Menurut Anda harus dikembalikan?
Iya, harus dikembalikan menurut saya. Akibat anggaran 20 persen untuk sekolah kedinasan peningkatan kualitas pendidikan makin nggak ada anggarannya. Jadi kalau kita berbicara tentang mutu pendidikan, dari anggaran saja sama sekali tidak mencukupi.
Berarti perlu dievaluasi, ya?
Menurut aku, iya.
Apa langkah Anda ketika ingin menyuarakan aspirasinya?
Kami sudah mengirim surat resmi kepada Kementerian Pendidikan sebagai kementerian teknis yang bertanggung jawab untuk menyusun Undang Undang Sisdiknas. Sekarang Undang Undang Sisdiknas kan menjadi inisiatifnya DPR.
Kami mengatakan harus diatur secara tegas di dalam RUU Sisdiknas yang baru bahwa anggaran 20 persen harus tertulis secara jelas di dalam batang tubuh, itu harus dikembalikan kepada kementerian yang mengatur pendidikan.
Tidak untuk pendidikan kedinasan, ya?
Kementerian kedinasan harus dibiayai oleh biaya di dalam kementeriannya yang bersangkutan. Karena kalau tidak dibatasi, kementerian akan berlomba-lomba membuat sekolah kedinasan.
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu