TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Tionghoa Sholehah

Oleh: Dahlan Iskan
Editor: Redaksi
Kamis, 28 Agustus 2025 | 10:22 WIB
Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

SERPONG - Kian banyak lembaga pengirim calon mahasiswa Indonesia ke Tiongkok. Beberapa yang besar: Everyday Mandarin, Greatwall, Cny, I Can, Icati, Yayasan Baik, dan Panda Education. Tentu saja yang satu ini juga besar: ITCC --Indonesia Tiongkok Culture Centre.

 

Yang terakhir itu akan memberangkatkan calon mahasiswanya tanggal 30 Agustus lusa. Jumlah yang berangkat 250 orang. Mereka akan kuliah di sembilan universitas di Tiongkok.

 

Sudah delapan tahun ITCC melakukannya. Anda sudah tahu siapa di belakang ITCC.

 

Sebelum Covid-19 pernah mencapai 350 orang. Setelah Covid jumlahnya menurun. Tahun ini mulai naik lagi ke 250 orang.

 

Kalau saja anggaran Pemda tidak menurun, jumlah itu bisa kembali ke 350.

 

Di masa lalu banyak Pemda memberikan dukungan kepada anak muda di daerah untuk kuliah di luar negeri. Misalnya dari Papua –atas subsidi dari Pemda setempat. Apalagi subsidinya tidak besar karena biaya kuliahnya didapat dari universitas di sana.

 

Sudah banyak calon dokter dari Papua yang kini kuliah di Tiongkok.

 

Tahun ini pilihan jurusannya masih sama: bisnis internasional, e-commerce, kedokteran, dan artificial intelligence.

 

Sedang kota tempat kuliah pilihan lebih banyak di kota Hangzhou, Nantong, Nanjing, Nanning, Wuhan, Chengdu, dan Shenzhen.

 

Pondok pesantren seperti Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, punya jalur sendiri. Inilah pondok pesantren terbanyak kirim mahasiswa ke Tiongkok. Setiap tahun. Tidak pernah absen.

 

Tahun ini memberangkatkan lagi enam santri. Peminatnya lebih banyak tapi proses seleksinya diperketat. Di pondok pesantren Nurul Jadid memang ada jurusan bahasa Mandarinnya.

 

Enam orang itu adalah Ahmad Sultan Alaudin, Elvira Aulia Putri, Joenatha, Hijriyatus Sholehah, Nadia Khotimatul, Muhammad Munir, dan Ramadhana Catriona Zerlinda. Lebih banyak santriwatinya.

 

Nama-nama itu tentu sulit dieja oleh para dosen mereka di sana. Saya sulit membayangkan bagaimana dosen mereka memanggil nama Ramadhana Catriona Zerlinda.

 

Ada jalan keluarnya. Mereka akan punya nama Tionghoa di sana. Setiap mahasiswa Indonesia punya nama Tionghoa di sana. Saya pun jadi penasaran: siapa kira-kira nama Tionghoa untuk santriwati seperti Hijriyatus Sholehah.

 

Kepala SMA Nurul Jadid Drs Rahardjo menyebut pemberangkatan mereka itu didukung oleh Lembaga Koordinasi Pendidikan Bahasa Tionghoa (LKPBT) Jawa Timur.

 

Setiap kali ke Tiongkok saya dengan mudah bertemu mahasiswa yang latar belakangnya pesantren. Wanitanya pakai jilbab. Di kota mana saja. Pun seperti ketika saya ke kota sekecil Rizhao, Shandong, kapan itu.

 

Disway sendiri tahun ini ditunjuk untuk mengirim wartawan ke Tiongkok. Hanya Disway dan Kompas. Selama lima bulan di sana.

 

Disway menunjuk Doan Widhiandono, untuk tugas itu. Doan sudah berangkat pekan lalu. Di sana ia akan merasakan bekerja bersama awak media Tiongkok di perusahaan media mereka.

 

Dulu Amerika yang menyediakan fasilitas seperti itu. Kini Tiongkok yang melakukannya. Tentu dengan bahasa dan gaya yang berbeda.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Hijrah Riba
Rabu, 27 Agustus 2025
Ilustrasi. Foto : Ist
Catatan Muhamad Akbar
Rabu, 27 Agustus 2025
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S. Ag., M.Si.  Foto : Dok. Pribadi
Membaca Demo 25 Agustus 2025
Selasa, 26 Agustus 2025
Prof. Dr. Muhadam Labolo, Guru Besar IPDN.(Dok. Pribadi)
Integritas, Harta Karun yang Hilang
Senin, 25 Agustus 2025
Dahlan Iskan
Dewa Ngluyur
Jumat, 22 Agustus 2025
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit