Kritis Dianiaya, Anak Kader GP Ansor Kena Diffuse Axonal Injury, Begini Penjelasannya...

JAKARTA -Crystalino David Ozora (17), anak kader GP Ansor Jonathan Latumahina yang menjadi korban penganiayaan Mario Dandy Satriyo, anak pejabat Eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, masih terbaring kritis di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan.
Anggota Bidang Cyber dan Media PP GP Ansor Ahmad Taufiq menyebut, David terkena diffuse axonal injury. Bagaimana penjelasannya secara medis?
Soal ini, ahli bedah tulang dr. Asa Ibrahim, Sp.OT menjelaskan, diffuse axonal injury (DAI) termasuk cedera kepala yang parah.
Cedera ini terjadi karena kepala mengalami benturan benda tumpul yang sangat keras (high energy injury).
"Outcome orang dengan DAI bervariatif. Beberapa bisa baik, tapi banyak juga yang kurang baik. Beberapa sangat jelek. Mari bersama doakan korban (David), agar bisa pulih 100 persen," kata dr. Asa via Twitter, Sabtu (25/2).
Sedikit basic science-nya, sistem saraf kita memiliki unit fungsional terkecil yang bernama neuron. Bagiannya, macam-macam.
Dalam kasus DAI, yang mengalami cedera adalah Axon, bagian dari sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel saraf satu dengan lainnya. Otak kita, memiliki lebih dari 16 miliar neuron.
DAI tidak akan terjadi, jika tidak ada benturan yang luar biasa keras pada kepala, yang menyebabkan puntiran, tarikan, atau gerak akselerasi-deselerasi yang berat pada kepala, hingga menyebabkan robekan pada Axon dalam jumlah yang besar dan acak (diffuse).
"Otak dan tubuh kita berfungsi saat ada koneksi antar neuron/saraf yang jumlahnya bermiliar-miliar, satu sama lain. Kesadaran, gerakan, berpikir, melihat, bicara, emosi, empati, dan sebagainya bisa terjadi karena ada hubungan antar saraf," papar dr. Asa.
Lantas, bagaimana dampaknya, jika Axon mengalami kerusakan secara luas?
dr. Asa menjelaskan, DAI memiliki dampak yang sangat bervariatif terhadap fungsi otak penderitanya. Jika kerusakannya luas, tingkat keparahannya tentu akan tinggi.
Jika benturannya berat, bisa hilang kesadaran, sulit berpikir, lumpuh, sulit bicara, emosi tidak stabil, tidak stabil, sulit melihat/mendengar, sulit berpikir, dan sebagainya.
Beda kasus dengan orang patah tulang atau robek usus, misalnya. Kalau dioperasi, dibenerin tulangnya atau ususnya yang robek, masalah selesai. Bisa sembuh bagus.
"Problem utama pada kasus DAI, terapi hanya bersifat suportif atau mendukung. Bisa dengan oksigen atau obat-obatan. Pokoknya, gimana caranya, supaya tidak bertambah parah," urai dr. Asa.
Pada kasus akut, yang awal kejadiannya berlangsung sampai beberapa hari, target pengobatan yang paling utama adalah mempertahankan kondisi otak dan mencegah kerusakan otak lebih lanjut (secondary brain injury).
Karena sangat mungkin, cederanya bukan hanya terjadi saat benturan. Pasien juga dapat mengalami hipoksia/hipertensi cranial.
"Jika sudah melalui fase akut/awal, penderita sudah membaik, Insya Allah kesadarannya juga bisa membaik. Fokus utama adalah mengembalikan fungsinya dengan proses fisioterapi dan rehabilitasi. Tergantung fungsi apa yang kena dan separah apa kondisinya," terang dr. Asa.
Terapi yang dilakukan dapat berupa menggerakkan tubuh, bicara, berpikir, mengoptimalkan fungsi tubuh sehari-hari seperti belajar makan, pakai baju, buang air, dan lainnya. Di samping belajar mengendalikan emosi dan bersikap.
"Kita doakan terus korban, dek David dan keluarga semoga bisa menjalani perawatan dengan lancar dan bisa sembuh sepenuhnya. Semoga, pelaku dan antek-anteknya mendapat balasan yang seadil-adilnya," tutur dr. Asa. rm.id
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 9 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 19 jam yang lalu