TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Sikapi Putusan Hakim Soal Penundaan Pemilu

Hasto Tuding Ada Dalangnya, Mahfud Bilang Ada Yang Main

Laporan: AY
Minggu, 05 Maret 2023 | 09:28 WIB
Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto. (Ist)
Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto. (Ist)

JAKARTA - Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang minta Pemilu 2024 ditunda berbuah kecurigaan. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuding ada dalangnya. Sedangkan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan ada yang bermain.

Mulanya, Hasto mengajak masyarakat ikut bereaksi menyikapi putusan PN Jakpus yang menunda Pemilu. Jangan sampai kekuatan besar memanfaatkan celah hukum demi penundaan Pemilu. Harus ditolak.

“Kita tidak boleh diam. Kita perjuangkan agar mekanisme demokrasi lima tahunan dapat dijalankan dengan tepat waktu, yakni 14 Februari 2024,” kata Hasto usai Gebyar Senam Indonesia Cinta Tanah Air (SICITA) di areal Monumen Pembebasan Irian Barat, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, kemarin.

Dia bilang, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menolak penundaan Pemilu. Referensi Mega ada pada kehidupan tata pemerintahan negara dan juga tata pemerintahan yang baik. Maka itu, semua pihak harus kokoh dalam konstitusi dan UUD 1945, UU dan seluruh peraturan perundangan-undangan.

“Pihak manapun yang mencoba melakukan berbagai cara, termasuk mengunakan instrumen hukum untuk menunda Pemilu akan berhadapan dengan kekuatan rakyat,” tegas Hasto.

Termasuk kekuatan besar yang diduga Hasto menjadi aktor dibalik penundaan Pemilu. Ini, perlu untuk diselidiki.

“Ada sebuah kekuatan besar yang mencoba menggunakan celah hukum, untuk melakukan suatu gerak yang pada dasarnya adalah inkonstitusional untuk menunda Pemilu,” tekannya.

Menurut penerima gelar doktor pertahanan dari Universitas Pertahanan itu, hakim keliru memutuskan penundaan Pemilu karena sengketa yang diuji berkaitan dengan penetapan parpol peserta Pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilu disebutkan setiap sengketa yang berkaitan dengan penetapan parpol peserta Pemilu hanya bisa dilakukan melalui Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena komisioner KPU adalah pejabat tata usaha negara.

“Seluruh tatanan demokratis yang diamanatkan oleh konstitusi bahwa Pemilu harus diadakan setiap lima tahun sekali. Semuanya harus kita hadapi,” terang Hasto.

Hal senada diungkap Menko Polhukam Mahfud MD. Dia menduga ada permainan di belakang putusan penundaan Pemilu oleh PN Jakpus. Namun, Mahfud tidak menjelaskan lebih jauh soal permainan tersebut dan siapa aktor di balik putusan penundaan pemilu itu.

"Ada main mungkin di belakangnya? iyalah pasti ada main, pasti,” sebut Mahfud dalam keterangan video di kanal YouTube Kemenkopolhukam, kemarin.

Dia beranggapan putusan tersebut tidak berkaitan dengan independensi hakim. Akan tetapi, hakim PN Jakpus keliru memutuskan dan bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

“Lah ini kan ilmunya salah ini, sudah jelas Pemilu itu pengadilannya di sana (PTUN) kok dia yang mutus, dan sudah ada itu petunjuk dari MA, kalau ada urusan administrasi, masuk, ditolak,” ucap Mahfud.

Adapun sikap Pemerintah, lanjut Mahfud, dengan tegas akan melawan putusan itu karena dinilai sebagai putusan yang salah kamar.

“Kalau untuk Pemerintah sendiri, Pemilu itu akan jalan, kita akan melawan habis-habisan keputusan itu,” tekan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

Sementara, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej enggan mengomentari putusan PN Jakpus. Dia beralasan, putusan itu belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

“Putusan itu belum inkrah. Kalau putusan belum inkrah, maka kita tidak boleh berkomentar,” ucap Edward di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

Kata Edward, bila dirinya memaksakan untuk menanggapi putusan PN Jakpus bisa disalahtafsirkan. Hal itu justru akan memicu masalah baru.

“Pejabat negara itu tidak boleh berkomentar terhadap putusan pengadilan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Karena itu bisa disalahtafsirkan mempengaruhi kekuasaan yang lain,” tandas dia.

Kecurigaan juga disampaikan Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Noory Okthariza. Dia menduga ada kelompok terorganisir di balik putusan PN Jakarta Pusat yang memutuskan meminta KPU menunda tahapan pemilu 2024.

“Saya sulit untuk tidak lihat putusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian, dengan segala hormat, kelompok yang ingin pemilu ditunda. Kelompok ini bisa terorganisir, bisa tak terorganisir, tapi tujuannya sama, pemilu ditunda. Entah satu atau dua tahun dan seterusnya,” kata Noory yang dikutip dari kanal YouTube CSIS.

Sebelumnya, Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Zulkifli Atjo mengatakan, putusan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU terkait tahapan Pemilu 2024 belum berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Zulkifli mengatakan, masih banyak ruang bagi pihak tergugat dalam hal ini KPU untuk melakukan upaya hukum lanjutan seperti banding dan kasasi jika tidak sependapat dengan putusan yang telah diketuk oleh majelis hakim tersebut.

Diketahui, PN Jakpus membuat heboh dengan mengeluarkan putusan memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024 dan memulainya dari awal lagi. Perintah PN Jakpus itu, tertuang dalam putusan gugatan perdata yang diajukan Partai Prima terhadap KPU. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo