TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Siap Buka-bukaan Di DPR Soal Transaksi 300 T

Mahfud: Saya Tidak Bercanda

Laporan: AY
Minggu, 19 Maret 2023 | 08:14 WIB
(Foto : Istimewa)
(Foto : Istimewa)

JAKARTA - Wakil rakyat di Senayan masih penasaran dengan omongan Menko Polhukam, Mahfud MD soal transaksi senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. Apakah informasi yang dilemparkan Mahfud itu candaan atau memang benaran. Mahfud pun akan segera dipanggil DPR untuk dimintai klarifikasi. Menanggapi itu, Mahfud memastikan siap-siap bukaan soal transaksi Rp 300 triliun itu.

“Saya tidak bercanda,” tegas Mahfud. 

Meskipun Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani sudah menggelar konfrensi pers bersama, polemik soal transaksi Rp 300 triliun belum juga reda. Mahfud yang pertama kali melemparkan isu tersebut paling banyak diburu soal kebenaran informasi tersebut. 

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni mengaku bingung dengan simpang siurnya informasi soal transaksi yang nilainya fantastis tersebut. Apalagi, keterangan pers yang disampaikan Mahfud, Sri Mulyani hingga Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dianggap antiklimaks. 

Untuk meluruskan simpang siur informasi itu, kata Sahroni, Komisi III DPR akan panggil Mahfud dan PPATK.

"Agar publik tahu yang sebenarnya terjadi. Karena publik sudah terlanjur bingung. Jadi, kita harus ungkap seterang-terangnya,” ujar Sahroni di Jakarta, kemarin. 

Mendengar dirinya akan dipanggil DPR, Mahfud mengaku senang. Menurutnya, persoalan ini memang akan lebih fair jika dibuka di DPR. Dirinya pun siap menghadiri undangan dari DPR itu dan akan buka-bukaan. 

"Saya tidak bercanda tentang ini. Saya dan PPATK tidak mengubah statement, bahwa sejak tahun 2009, PPATK telah menyampaikan info intelijen keuangan ke Kemenkeu tentang dugaan pencucian uang sekitar Rp 300 triliun," kata Mahfud, di laman Instagramnya, kemarin.

Mahfud yang baru saja menghadiri pertemuan bilateral dan multilateral di Melbourne, Australia ini mengaku sudah mengagendakan pertemuan dengan PPATK dan Kemenkeu, untuk membuat terang masalah ini. Agar publik paham apa yang terjadi.

"Saya sarankan, kita lihat lagi pernyataan terbuka Kepala PPATK saat jumpa pers di Kemenkeu, Selasa (14/3) kemarin. Pak Ivan tidak bilang info itu bukan pencucian uang. Sama dengan yang saya katakan, beliau bilang itu bukan korupsi. Melainkan laporan dugaan pencucian uang yang harus ditindaklanjuti oleh penyidik/Kemenkeu," tutur Mahfud.

Untuk diketahui, isu transaksi Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu, heboh setelah diungkap Mahfud. Bahkan saat berkunjung ke Australia, soal ini juga ditanyakan  saat berdiskusi dengan warga Indonesia yang ada di negeri kangguru itu. Terhadap pertanyaaan itu,  Mahfud menjawab omongan soal Rp 300 triliun bukan berarti ingin menjatuhkan Menkeu Sri Mulyani.

Mahfud menegaskan, dirinya dan Sri Mulyani berkomitmen untuk memperbaiki birokrasi dari korupsi.  Mahfud juga mengakui, Sri Mulyani sebagai bendahara negara sudah bekerja habis-habisan menata negara ini agar bebas dari korupsi.

Namun, perkembangan terakhir soal transaksi mencurigakan di Kemenkeu dinilai bukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurutnya, hal ini perlu mendapat klarifikasi langsung dari PPATK dan Menkeu Sri Mulyani.

Mahfud yang juga Ketua Komite Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menegaskan, masalah transaksi mencurigakan ini tidak boleh berhenti begitu saja dan harus dijelaskan kepada publik. "Itu akan selesai, dan percayalah, itu karena niat baik kami. Bu Sri Mulyani dan saya teman baik dan selalu bicara bagaimana menyelesaikan (ini)," ujar Mahfud.

Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi Rp 300 triliun yang ada di Kemenkeu, tidak terkait TPPU dan korupsi di kementerian tersebut.

"Jangan ada salah persepsi di publik, bahwa yang kami sampaikan kepada Kemenkeu, bukan tentang adanya penyalahgunaan kekuasaan atau korupsi yang dilakukan oknum pegawai Kemenkeu,” kata Ivan kepada awak media, Selasa (14/3).

Sementara itu,  Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan tentang transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu, yang bukan korupsi pegawai dan juga bukan TPPU. 

Yustinus memaparkan, ada 266 surat hasil analisis Pusat Pelaporan  dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)yang sudah diserahkan ke Kemenkeu. Surat itu berisi laporan transaksi mencurigakan yang terkait pidana pajak dan pidana kepabeanan. Yustinus menyatakan, saat ini laporan itu sedang diselidiki.

"Sedang diselidiki oleh penyidik pajak dan penyidik bea cukai terhadap wajib pajak, importir, eksportir yang terindikasi melakukan pelanggaran," kata Yustinus, dalam keterangan resmi. 

Ia menuturkan, saat ada importir yang terindikasi melakukan pelanggaran kepabeanan, maka Direktorat Jenderal Bea Cukai meminta PPATK memeriksa transaksi keuangan importir tersebut. Kemudian, PPATK akan memberikan hasil analisisnya ks Ditjen Bea Cukai. 

"Nanti disitu ketahuan siapa importirnya, siapa jejaringnya. Jika memang ada tindak pidana, akan ditindaklanjuti," ujar Yustinus. 

Begitu juga jika Direktorat Jenderal Pajak menemukan ada wajib pajak yang bermasalah, pasti akan minta data ke PPATK. Ia pun mencontohkan bentuk pelanggaran yang kerap terjadi. Yakni, wajib pajak melakukan penghindaran pajak, transfer pricing, penggelembungan biaya dan mengecilkan omzet agar jumlah pajak yang dibayarkan kecil.

"Kalau terbukti pidana pajaknya lalu bisa ditumpangi TPPU," sebutnya. 

Sedangkan untuk pelanggaran kepabeanan, importir biasanya melakukan penyelundupan, pelanggaran dokumen dengan memakai dokumen ilegal. Atau tidak jujur dalam mendeklarasi jumlah barang yang diimpor.

"Atau mengimpor barang-barang yang dilarang atau harus ada izin khususnya. Kayak kemarin bea cukai menyita baju bekas, kan itu dilarang. Nah itu pidana. Nanti dilihat ada TPPU nya enggak," terangnya. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo