TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Jokowi Siap Jadi Jembatan Komunikasi Rusia-Ukraina

Harus Sabar, Putin Masih Besar Kepala

Oleh: AN/AY
Sabtu, 02 Juli 2022 | 12:28 WIB
Presiden Jokowi dan Presiden Ukraina (kiri) dan Presiden Jokowi dan Presiden Rusia (kanan). (Ist)
Presiden Jokowi dan Presiden Ukraina (kiri) dan Presiden Jokowi dan Presiden Rusia (kanan). (Ist)

JAKARTA - Usaha Presiden Jokowi untuk mendamaikan Rusia dan Ukraina tak tepat kalau dibilang gagal, karena Rusia kembali ngebom Ukraina. Kita harus sabar dan terus memberikan kesempatan ke Jokowi yang sudah bersedia menjadi jembatan komunikasi antara Rusia dan Ukraina.

Kita juga harus ingat, merukunkan saudara yang berantem saja, butuh pertemuan berkali-kali. Apalagi ini negara yang berantem. Butuh waktu, dan proses yang tak sekadar simsalabim.

BACA JUGA

Tak lama setelah Jokowi meninggalkan Rusia, usai bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, negeri beruang merah itu, kembali menyerang Ukraina dengan rudal.

Kali ini, sasarannya adalah Odessa, kota di bagian timur Ukraina yang dekat Laut Hitam. Sebuah apartemen dan dua kamp liburan dilaporkan hancur akibat serangan rudal yang dilancarkan pada Jumat pagi itu.

Juru bicara administrasi militer Odessa, Sergei Bratchuk melaporkan, serangan itu menewaskan 18 orang, termasuk 3 anak-anak, dan melukai puluhan lainnya.

Pejabat darurat Odessa, Obor Budalenko menambahkan, serangan rudal terjadi dua kali. Serangan pertama mendarat pada pukul 1 dini hari di Desa Serhiivka di distrik Bilhorod-Dnistrovskyi.

Dalam serangan ini, 16 orang dilaporkan tewas. Kata dia, petugas masih melakukan evakuasi untuk menemukan korban yang kemungkinan masih terjebak di reruntuhan.

Serangan Rusia ke wilayah pelabuhan penting di Ukraina ini, kemudian dikaitkan dengan gagalnya misi perdamaian yang dibawa Jokowi. Anggapan ini tentu keliru.

Karena, sebelum Jokowi menemui Putin, Rusia justru menunjukkan itikad baiknya. Rusia menarik pasukannya dari Pulau Ular, Ukraina, Kamis (30/6). Mereka menyatakan, penarikan pasukan ini merupakan simbol iktikad baik agar Ukraina bisa mengekspor produk agrikultur.

"Pada 30 Juni, sebagai iktikad baik, angkatan bersenjata Rusia merampungkan tugasnya di Pulau Ular dan menarik garnisun di sana," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia yang dikutip AFP.

Kemhan Rusia menegaskan, penarikan pasukan ini membuktikan kepada dunia bahwa Rusia tidak menghalangi upaya PBB untuk membangun koridor kemanusiaan guna mengirimkan produk agrikultur dari Ukraina.

Saat bertemua Putin, Jokowi mengatakan, penyelesaian damai penting untuk terus dikedepankan dan juga ruang-ruang dialog terus dibuka.

“Saya telah menyampaikan pesan Presiden Zelenskyy untuk Presiden Putin dan saya sampaikan kesiapan saya untuk menjadi jembatan komunikasi antara kedua pemimpin tersebut,” ujar Jokowi.

Jokowi menegaskan, Indonesia tidak memiliki kepentingan apapun, kecuali ingin melihat perang dapat segera selesai dan rantai pasok pangan, pupuk, dan energi dapat segera diperbaiki.

“Saya mengajak seluruh pemimpin dunia untuk bekerja sama kembali menghidupkan semangat multilateralisme, semangat damai. dan semangat kerja sama. Hanya dengan spirit ini, perdamaian dapat dicapai,” pungkasnya.

Menyikapi sikap Rusia yang kembali ngebom Ukraina usai Jokowi membawa misi perdamaian, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan, perjalanan Jokowi menemui Zelenskyy dan Putin sangat positif. Ia yakin, Jokowi masih bisa berperan dalam menghasilkan kesepakatan genjata senjata atau lebih jauh mengakhiri serangan oleh Rusia.

Hikmahanto mengatakan, diplomasi yang dilakukan Jokowi sangat baik. Dalam pertemuan dengan kedua pemimpin dua negara itu, Jokowi memberikan gambaran besar bahwa perang menyebabkan krisis pangan dan energi.

"Jokowi menunjukkan perang telah membawa penderitaan terhadap negara-negara berkembang dan karena itu, perang harus dihentikan," kata Hikmahanto, kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group), kemarin.

Rektor Universitas Ahmad Yani ini mengatakan, misi Jokowi menjadi juru damai tidak sepenuhnya gagal. Soalnya, Jokowi diterima kedua belah pihak dan menyatakan diri siap menjadi penengah. Menurut dia, kedua negara ini sebenarnya sudah lelah berperang.

"Bagi Rusia, mereka butuh Jokowi agar mereka memiliki alasan untuk menghentikan serangan. Rusia tidak ingin mengulangi kebodohan AS yang keluar secara tiba-tiba dari Afghanistan," paparnya.

Ia menyadari, upaya perdamaian ini tidak bisa terjadi dalam satu malam. Proses genjatan senjata tidak bisa langsung dirasakan. Namun, dibutuhkan kesabaran.

"Perlahan-lahan nanti akan berkurang, dan nanti kita akan lihat Ukraina bisa lakukan ekspor gandum dan Rusia juga bisa ekspor pupuk ke negara-negara berkembang," ucapnya.

Senada disampaikan pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran (Unpad), Teuku Rezasyah. Kata dia, peluang Jokowi membawa misi damai itu, memang kecil. Namun, dalam kondisi saat ini, sekeceil apapun peluang dan potensi itu, harus dicoba dan diusahakan.

Teuku menyampaikan, usaha yang dilakukan Jokowi ini perlu mendapat dukungan. Soalnya, hasilnya tak bisa dalam waktu sekejap. Mendamaikan dua negara yang sedang berperang adalah perjalanan berat, butuh waktu panjang dan dilakukan dengan penuh keyakinan.

Menurut dia, Putin memang tidak bisa dipaksa begitu saja. Apalagi Rusia adalah negara besar. Namun, apa yang dilakukan Jokowi bisa membuka mata Putin dan menjadi bagian dari penyelesaian masalah.

Menurut Teuku, Jokowi memiliki kemampuan itu karena sudah diterima Rusia maupun Ukraina.

"Di situlah hebatnya Jokowi. Sudah diterima sebagai pembawa pesan," ujarnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo