TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Membaca Ulang Al-Quran (23)

Memahami Makna dan Hakekat Ta’awwudz (2)

Oleh: Prof. KH. Nasaruddin Umar
Jumat, 14 April 2023 | 08:11 WIB
Prof. KH. Nasaruddin Umar
Prof. KH. Nasaruddin Umar

CIPUTAT - Ta’awwudz (A’udzu billahi min al-syaithan al-rajim) dalam pandangan isyari lebih merupakan penyerahan diri total kepada Allah SWT ketimbang memohon perlindungan dari setan. Al-Qur’an selalu mengingatkan kita sagar setiap mau membaca Al-Qur’an harus membaca ta’awwdz, sebagaimana dinyatakan dalam ayat: Apabila kamu membaca Al Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Q.S. al-A’raf/16:98). Dalam ayat lain dikatakan: Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. (Q.S. al-Mu’minun/23:97).

Rasulullah SAW juga yang selalu didampingi Allah SWT dan para malaikatnya masih selalu mencontohkan kepada umatnya betapa pentingnya memohon perlindungan terhadap Allah SWT, terutama kepada daya tarik dan godaan setan. Kita diingatkan untuk selalu membaca ta’awwudz sebelum melakukan sesuatu.

Di dalam tafsir isyari, ta’awwudz dihubungkan dengan lima unsur pokok, yaitu hakekat permohonan perlindungan (al-isti’adzah), pemohon perlindungan (al-musta’idz), Sang Pemberi perlindungan (al-musta’adzu bih), obyek yang kepadanya dimohonkan perlindungan (al-musta’adzu minhu), dan tujuan mohon perlindungan (ma yusta’adzu lahu). Kata a’udzu berasal dari kata, Pertama, ‘adza-ya’udzu memiliki dua arti, yaitu kembali ke… (al-ilja’) dan berlindung kepada… (al-istijarah). Keduanya berarti memohon perlindungan. Kedua, berarti melekat (al-iltishaq). Yang pertama, kata a’udzu berarti: Aku berlindung dengan rahmat dan penjagaan Allah dan yang kedua berarti: Aku lekatkan diriku dengan karunia dan rahmat Allah.

Kata al-syaithan mempunyai dua arti, Pertama jauh (al-bu’d). Setiap makhluk, baik manusia, jin, maupun hewan, menyimpang atau menjauh dari kebenaran, dapat disebut setan, karena menyimpang dan jauh dari petunjuk dan kebenaran. Kedua, bathil (syatha). Segala sesuatu yang menyimpang disebut batil karena prilakunya yang merusak kemaslahatan umum. Yang demikian dapat juga disebut setan. Kata al-rajim berarti al-marjum, yakni yang terkutuk sebagaimana dalam ayat: Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". (Q.S. Maryam/19:46).

Dari segi ini difahami setiap makhluk yang membangkang dan menyimpang layak disebut setan. Ta’awwudz atau isti’adzah bisa tercapai jika tiga hal terpenuhi pada diri seseorang, yaitu ilmu, kondisi batin, dan perbuatan nyata. Yang dimaksud ilmu adalah seseorang mengetahui dan sadar bahwa dirinya tak mampu menolak kemalangan atau mendatangkan kesenangan, dan hanya Allah SWT yang Maha Berkuasa mewujudkan dua hal tersebut. Jika seseorang memiliki kesadaran akan hal tersebut, maka akan terbentuk kondisi batin yang positif dalam dirinya, yaitu sikap rendah hati dan menyadari kelemahan dirinya.

Dengan didasari kesadaran batin semacam itu, maka dalam prilakunya dia akan selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Begitu juga dengan hati dan lisannya. Hatinya akan selalu mengarahkannya kembali kepada Allah dan senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari segala cobaan, sembari berharap karunia dan kebaikan-kebaikan dari-Nya.

Sementara lisannya akan terus menyuarakan permohonan-permohonan tersebut, mengungkapkan semua yang terbetik dalam hatinya. Dalam kondisi seperti inilah isti’adzah betul-betul mendapatkan makna hakikinya, yaitu A’udzu billah (Aku berlindung kepada Allah).

Hakekat isti’adzah hanya akan diperoleh seseorang yang mengetahui dirinya dan Tuhannya. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan akan kebesaran Tuhannya dan kelemahan dirinya sebagai manusia, maka dia tidak pantas untuk memohon perlindungan Allah SWT. Hal itu karena manusia itu dinilai berdasarkan salah satu dari dua hal yang ada pada dirinya, yaitu ilmu atau perbuatannya.

Orang yang tidak memiliki pengetahuan akan kebesaran Tuhannya dan kelemahan dirinya sebagai manusia, maka tidak mungkin mampu melakukan sesuatu yang menunjukkan ketundukannya pada Tuhannya. Ini artinya orang tersebut tidak berilmu dan tidak beramal, karena tanpa ilmu tentu amal akan kehilangan makna.

Mengapa manusia perlu memohon perlindungan Allah dari kesalahan, godaan setan, dan sebagainya? Hal itu karena manusia tidak bisa hanya berpegangan pada fitrah kemanusiaannya, atau kepada hukum alam semata. Manusia butuh perlindungan dari Tuhannya dari hal-hal yang tidak diinginkannya. Betapa banyak para ulama dan cendekiawan yang tidak mampu memecahkan persoalannya sepanjang hidup mereka menjadi contoh dalam hal ini.

Persoalan yang mereka anggap benar, ternyata suatu saat kemudian terbukti keliru. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan terpecah-pecahnya umat, karena masing-masing merasa paling benar berdasarkan keyakinannya, dan yang lain sesat. Padahal, kebenaran bukan pada pikiran masing-masing orang. Kebenaran hakiki hanya ada pada Allah SWT. Karena itu, manusia butuh memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Bijak, Pencipta manusia dan jin.

Setiap orang dalam setiap keadaan dan kedudukan, menghadapi setannya sendiri yang sesuai dengan keadaannya. Semakin tinggi kedudukan seseorang semakin kuat pula godaannya. Itulah makna isti’adzah yang selalu diperingatkan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.

Dalam Tafsir Al-Syairazy disebutkan bahwa di dalam diri kita sesungguhnya laksana memiliki neraka jahanam yang memiliki 19 pintu: 5 panca indera lahir, 5 panca indera batin, 2 kekuatan syahwat dan amarah, serta 7 kekuatan alami. Meskipun 19 pintu itu sama pada setiap orang, namun pengaruhnya berbeda pada masing-masing orang.

Banyak hal yang dapat memengaruhi fungsi 19 pintu tersebut, yang kemudian juga memengaruhi kondisi hati seseorang. Bahkan tak jarang fungsi 19 pintu tersebut membelokkan hati manusia dari alam ruhani ke alam jasmani belaka. Jika demikian, maka untuk menyelamatkan hati agar selalu bersih dan terhindar dari kegelapan, tidak ada jalan lain selain memohon perlindungan dan pertolongan Allah SWT. 

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Spesialis Trisula
Kamis, 02 Mei 2024
Dahlan Iskan
Sedan Drone
Selasa, 30 April 2024
Dahlan Iskan
Masa Depan
Senin, 29 April 2024
Ilustrasi
Sarjana Joki, Profesor Joki
Sabtu, 27 April 2024
Foto : Ist
Kerja Keras Jaga Ekonomi Rakyat
Sabtu, 27 April 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo